Kapan terakhir kali Anda menonton film? Sebulan lalu, seminggu lalu, atau baru lima menit lalu...Â
Film sangat dekat dengan kehidupan kita saat ini, terutama setelah munculnya platform film seperti Netflix, Viu, Video.com, Youtube, dan sejenisnya. Hanya dibutuhkan paket data versi unlimited atau jaringan wifi dari tetangga, warkop, atau kampus, maka Anda akan menjadi ladang subur yang siap menerima benih-benih nilai dan kebudayaan kompleks yang terkandung dalam playlist film Anda.
Menurut pandangan Rizal (2014), film adalah alat untuk menyampaikan berbagai pesan kepada khalayak umum melalui media cerita, dan juga dapat diartikan sebagai media ekspresi artistik bagi para seniman dan insan perfilman untuk mengungkapkan gagasan dan ide cerita yang mereka miliki.Â
Hal ini sejalan dengan pendapat Michael Rabiger (2009) yang menganggap film sebagai media berbentuk video yang dimulai atau dihasilkan dari ide nyata, dan dalamnya harus mendukung unsur hiburan dan makna. Unsur hiburan dan makna ini terletak pada kondisi pembuatan film yang terkadang bisa berbentuk komedi atau sejarah.
Sementara menurut saya, film adalah hal yang dapat menjadi alasan bagi kita untuk lebih terhubung secara personal dengan orang lain, tentu saja dalam konteks yang positif.Â
Dalam buku berjudul "Memahami Film" (2008), secara umum, terdapat setidaknya tiga jenis film, yaitu film dokumenter, film fiksi, dan film eksperimental. Masing-masing memiliki ciri 'khas' yang membedakan satu dari yang lain.Â
Namun, fokus kita bukanlah itu, mari kita simak bagaimana para ahli menceritakan pengaruh film terhadap kehidupan kita.Â
Kutipan pendapat-pendapat menarik ini saya temukan ketika menjelajahi hutan informasi yang luas, dan voila, www.tek.id menyediakan sumbernya.Â
Pertama, Dekan School of Media and Communication di RMIT University, Adrian Danks mengungkapkan, "Dari menonton film, kita dapat belajar banyak tentang momen-momen tertentu dalam waktu atau persepsi yang bersamaan."Â
Kedua, Profesor media dan komunikasi di School of Culture and Communication di University of Melbourne, Scott McQuire mengatakan, "Sekarang ada kesadaran bahwa jika Anda ingin menceritakan cerita yang beragam, ini bukan hanya tentang mempekerjakan aktor yang berbeda. Anda harus memiliki kelompok penulis yang beragam dan orang lain yang terlibat dalam produksi."Â
Ketiga, seorang psikoterapis di Sydney, Australia, Jillian Lynch menegaskan, "Film memberikan kesempatan bagi penonton untuk mengenali diri mereka melalui karakter atau bagian dari narasi film untuk menjalani perubahan." Saya tidak memaksa Anda untuk percaya dan memahami pendapat-pendapat yang saya kutipkan tersebut.Â
Sebenarnya, sejak abad ke-19, film telah menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia. Film telah mengalami perkembangan pesat dan menjadi media hiburan yang sangat populer di seluruh dunia. Film menyediakan referensi konkret tentang bagaimana kehidupan ini berjalan.Â
Menurut saya, tidak ada yang namanya film positif atau negatif; yang ada adalah porsi yang pas untuk usia yang tepat dalam menonton sebuah film.Â
Film dapat menjadi panduan positif dalam menjalani hidup, dan sebaliknya, sangat mungkin menjadi panduan bagi kita untuk melakukan tindakan yang tidak benar.Â
Oleh karena itu, yang harus kita sampaikan adalah bagaimana pemangku kepentingan dapat membuat regulasi yang tepat untuk diterapkan kepada masyarakat yang beragam.Â
Sehingga, bukan film yang menjadi sumber masalah, melainkan regulasi yang tepat yang akan menghasilkan solusi yang menguntungkan bagi para pegiat film maupun pecinta film dalam masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H