Kelangkaan gas LPG 3 Kg telah mengundang perhatian masyarakat Indonesia. Meskipun terjadi terutama di daerah-daerah tertentu, masalah ini mempengaruhi sisi emosional publik karena gas LPG 3 Kg menjadi komponen primer untuk memasak makanan dalam era modern ini.Â
Kelangkaan LPG berarti menimbulkan masalah terhadap pangan bagi kaum menengah ke bawah masyarakat Indonesia. Gas ini menjadi begitu vital dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun ada banyak spekulasi tentang penyebab kelangkaan pasokan gas ini, namun dalam perkiraan penulis, hal ini akan segera dapat diatasi oleh pemerintah.
Saat kita menghadapi kelangkaan gas melon ini, seharusnya mengingatkan kita pada zaman orangtua, nenek, dan buyut kita.Â
Seperti apa kompor yang digunakan pada masa mereka?Â
Meskipun setiap daerah mengalami arus modernitas yang berbeda-beda, penulis ingin menelusuri bagaimana makanan-makanan lezat diproduksi pada tempo dulu.
Hasil penelusuran mengungkapkan setidaknya tiga kompor tradisional yang menarik perhatian penulis, yaitu Anglo, Pawon, dan Dhingkel.
- Anglo Anglo adalah sebuah tungku yang berfungsi mirip dengan kompor dan terbuat dari terakota atau tanah liat. Bedanya, anglo tidak memiliki ruang pemanas tertutup, sehingga api pembakar langsung terbuka dari bahan bakar yang digunakan (www.p2k.unkris.ac.id, 2023).
Prinsip penggunaan anglo mirip dengan tungku batu sederhana, namun dilengkapi dengan ruang di bagian bawah untuk menampung sisa pembakaran bahan bakar padat, seperti arang atau batu bara. Di bagian atas anglo, terdapat tonjolan yang digunakan untuk meletakkan periuk, dandang, atau panci. Selain itu, anglo juga dapat difungsikan sebagai alat pembakar dengan meletakkan tumang tungku di bagian atasnya.
Pawon Tungku (pawon) tunggal hanya dapat digunakan untuk meletakkan satu alat masak saja (Surany, 2015)
Dhingkel Tungku ganda digunakan untuk meletakkan dua alat masak sekaligus. Tungku ini memiliki satu lubang di bagian tengah untuk memasukkan kayu bakar, dan bagian atasnya terdiri dari dua lubang yang berfungsi sebagai tempat meletakkan alat memasak. Antara kedua lubang tempat meletakkan alat masak tidak ada sekat, sehingga api dapat menyebar ke dua arah. Selain itu, ada juga tungku yang terbuat dari batu bata yang disusun sejajar dua baris dan diletakkan melintang yang disebut "dhingkel" (Surany, 2015).
Dengan menelusuri keunikan dan kekhasan dari kompor tradisional ini, kita dapat belajar mengenal kembali kearifan lokal masyarakat Nusantara. hal ini tentu bukan solusi namun sebagai penambahan referensi sosial budaya bagi anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H