Mohon tunggu...
Agung Santoso
Agung Santoso Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti isu - isu kemanusiaan.

Tertarik dengan isu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals (TPB/SDGs)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mencapai Ketahanan Pangan Nasional dengan Pranoto Mongso

8 Juli 2023   20:37 Diperbarui: 8 Juli 2023   21:11 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : www.kompas.com

Pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa; apabila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi maka malapetaka; oleh karena itu perlu usaha secara besar-besaran, radikal, dan revolusioner (Ir. Soekarno). 

Demikianlah petikan pidato Presiden pertama RI yang menunjukkan betapa vitalnya pangan bagi kedaulatan sebuah bangsa. Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO) yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa dalam mencapai ketahanan pangan, terdapat empat komponen yang harus dipenuhi. Pertama, kecukupan ketersediaan bahan pangan, yang menunjukkan bahwa jumlah bahan pangan yang tersedia harus mencukupi kebutuhan penduduk. Kedua, stabilitas ketersediaan bahan pangan, yang berarti ketersediaan bahan pangan tidak boleh fluktuatif dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun. Ketiga, aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap bahan pangan, yang menggarisbawahi bahwa bahan pangan harus dapat diakses dengan mudah oleh semua orang tanpa hambatan finansial atau fisik. Terakhir, kualitas atau keamanan bahan pangan, yang menunjukkan bahwa bahan pangan yang digunakan harus memenuhi standar keamanan dan kualitas yang ditetapkan untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan konsumen. 

Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah impor beras Indonesia pada tahun 2022 mencapai 429.207 ton, meningkat sebesar 5% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Pada tahun 2022, India merupakan negara asal impor beras terbesar, diikuti oleh Pakistan, Vietnam, Thailand, dan Myanmar, seperti yang terlihat pada grafik.

Untuk tahun 2023, pemerintah Indonesia berencana untuk kembali mengimpor beras dari negara-negara tersebut. Namun, total volume impor diharapkan naik menjadi sebanyak 2 juta ton (katadata.co.id, 2023). 

Tentu banyak pertimbangan yang telah dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia dalam menentukan impor pangan. Namun, Ketahanan Pangan merupakan cita-cita kita Bersama untuk menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat. Bangsa Indonesia harus berkaca pada leluhur yang secara historis "mampu" berdaulat secara pangan pada era Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. 

Kedaulatan pangan Sriwijaya dan Majapahit terukir terang pada kitab Arjunawiwaha dan prasasti Kamalagi (faperta.ugm.ac.id, 2016) yang menjelaskan resep keberhasilannya menggunakan Paranata Mangsa.

Kini, Pranoto Mongso menjadi asing bahkan di kalangan petani dan nelayan Indonesia. Tentu teknologi terbaru yang canggih diperlukan untuk membantu prakiraan datangnya musim. 

Faktanya, bahkan prediksinya tak selalu tepat 100 persen. Maka perlu kiranya kita kembali menilik warisan leluhur yang adiluhung. Warisan ini merupakan laku yang berdasarkan ilmu titen, yang telah disesuaikan dengan letak geografis dan budaya bangsa.

sumber gambar : www.jatimulyo.kec-petanahan.kebumenkab.go.id
sumber gambar : www.jatimulyo.kec-petanahan.kebumenkab.go.id

Mengutip www.kebumen.go.id (2022), Pranoto Mongso utama yang umum digunakan oleh petani dan nelayan adalah sebagai berikut:

  1. Kasa (Kartika): Periode Terang, berlangsung dari 22 Juni hingga 1 Agustus selama 41 hari. Saat ini, daun-daun mulai berjatuhan, dan petani mulai menanam palawija.

  2. Karo (Pusa): Periode Paceklik, berlangsung dari 2 Agustus hingga 24 Agustus selama 23 hari. Saat ini, tanah mulai merekah, menandakan masa kelaparan bagi tanaman.

  3. Katelu (Manggasri): Periode Semplah, berlangsung dari 25 Agustus hingga 18 September selama 24

    hari. Saat ini, palawija mulai dipanen, dan anak-anak menurut nasihat orang tua mereka.

    1. Kapat (Sitra): Periode Labuh-Semplah, berlangsung dari 19 September hingga 13 Oktober selama 25 hari. Saat ini, mata air mulai menggenang saat petani mempersiapkan lahan untuk menanam padi gogo.

    2. Kalima (Manggakala): Periode Labuh-Semplah, berlangsung dari 14 Oktober hingga 9 November selama 27 hari. Saat ini, pancuran emas menyirami dunia saat petani mulai menyebar benih padi gogo.

    3. Kanem (Naya): Periode Labuh-Udan, berlangsung dari 10 November hingga 22 Desember selama 43 hari. Saat ini, para petani menyebar benih padi di pembenihan dengan rasa kebesaran.

    4. Kapitu (Palguna): Periode Rendheng-Udan, berlangsung dari 23 Desember hingga 3 Februari selama 43 hari. Saat ini, banyak penyakit menyebar bersama angin saat bibit padi dipindahkan ke sawah.

    5. Kawolu (Wisaka): Periode Rendheng-Pangarep-arep, berlangsung dari 4 Februari hingga 28/29 Februari selama 26/27 hari. Saat ini, isi hati keluar saat padi mulai berdaun hijau.

    6. Kasanga (Jita): Periode Rendheng-Pangarep-arep, berlangsung dari 1 Maret hingga 25 Maret selama 25 hari. Saat ini, suara-suara mulia terdengar saat beberapa hewan mulai bersuara untuk memikat lawan jenis.

    7. Kasepuluh (Srawana): Periode Mareng-Pangarep-arep, berlangsung dari 26 Maret hingga 18 April selama 24 hari. Saat ini, banyak hewan betina hamil saat padi mulai menguning.

    8. Desta (Padrawana): Periode Mareng-Pann, berlangsung dari 19 April hingga 11 Mei selama 23 hari. Saat ini, intan bersinar mulia saat panen genjah dilakukan.

    9. Sada (Asuji): Periode Mareng-Terang, berlangsung dari 12 Mei hingga 21 Juni selama 41 hari. Saat ini, jarang berkeringat karena udara dingin dan kering saat menanam palawija.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                              Pranoto Mongso bukanlah satu-satunya solusi untuk menangani ketahanan pangan nasional. Namun, ilmu ini bisa menjadi opsi yang telah terbukti mampu membawa kejayaan pangan bangsa Indonesia pada era-era sebelumnya. Merawat warisan bangsa dengan memadukan teknologi untuk mengembangkan Pranoto Mongso agar lebih presisi menjadi rekomendasi saya. Bukan malah kita acuh dan membiarkan ilmu adiluhung warisan leluhur menjadi muspra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun