Mohon tunggu...
Ahmad Muhammad
Ahmad Muhammad Mohon Tunggu... -

Pengais sisa-sisa kearifan orang2 terdahulu yang hampir punah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ning Sarah

19 Maret 2017   22:18 Diperbarui: 19 Maret 2017   22:43 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ Jam berapa tadi datang?”, tanya Kyai Ahmad membuka pembicaraan.

“ Ba’da zhuhur, dan singgah dulu di rumah Kang sholeh”, jawab Hamid dengan wajah menunduk takzhim. Aura wajah Kyai Ahmad memang membuatnya tak kuasa menatap wajah sang guru.

Kyai Ahmad diam sejenak. Hamidpun seperti terpaku dan tetap menunduk menunggu, apa yang hendak disampaikan gurunya itu.

“ Kamu tau? Mengapa aku memanggilmu?”, tanya Kyai Ahmad kemudian.

Hamid hanya diam menggeleng.

“ Lima belas tahun lalu kamu pernah melamar anakku, Sarah. Waktu itu, aku tak memberi jawaban. Aku merasa berdosa dengan sikapku yang mungkin membuatmu sakit hati. Tapi ketahuilah, rencana manusia tak pernah selalu seiring dengan kehendak Allah. Dan doa, adalah pintu paling dekat dengan rencana Allah. Hari ini, mungkin Allah mengabulkan apa yang selama ini kau panjatkan lewat doa-doa malammu. Karena hari ini aku ingin kau menikahi Sarah, anakku. Barangkali Allah berkehendak, jodoh bagi Sarah adalah kamu.”

Hamid tak bisa berkata-kata setelah Kyai Ahmad mengutarakan ihwal pemanggilannya itu. Kebahagiaannya bercampur dengan tanda tanya. Ia menerima begitu saja tanpa bisa mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada diri Ning Sarah. Semuanya di luar apa yang ada dalam pikirannya. Seperti mimpi yang jadi nyata. Benarkah pernikahan Ning Sarah dengan Gus Faqih tak pernah terjadi? Atau? Lagi-lagi Hamid harus menyimpan tanda tanya itu. Ia tak ingin dirisaukan dengan hal-hal yang hanya akan mengganggu saat-saat bahagianya. Bagaimanapun mimpi Hamid menikahi Ning Sarah menjadi kenyataan. Di tengah rasa bingung bercampur bahagia, Kyai Ahmad telah meninggalkan dirinya sendiri di serambi.

Sementara itu, sambil menunggu Hamid, Kang Sholeh dan istrinya berbincang berdua di rumahnya. Sesuatu tentang Ning Sarah. Mereka tau bahwa Hamid bakal dinikahkan dengan Ning sarah. Tapi mereka tak mungkin menceritakan pada Hamid, hal yang sebenarnya terjadi pada diri Ning sarah. Mereka tak ingin mengecewakan temannya itu. Mereka ingin melihat temannya bahagia, walau mereka juga tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi setelah ini. Sebenarnya sudah empat kali Ning Sarah dilamar orang. Mulai dari Gus Faqih, yang kemudian meninggal saat pulang dari melamar karena kecelakaan. Kemudian Ustadz Hanif, yang mengalami nasib serupa. Mobilnya masuk jurang dan merenggut nyawanya. Ketiga Seorang dosen sebuah universitas terkenal. Setelah meminang, ia menghilang dan tak pernah ada kabar hingga sekarang. Terakhir Habib Aly, ia mendadak jatuh sakit sesaat menjelang akad nikah. Dan kini, akankah Hamid bernasib seperti mereka? Wallahu A’lam. Semoga ia benar-benar jodoh yang dipilih Allah buat Ning sarah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun