“ Mbah Kyai Zaed memang sosok pribadi yang patut dijadikan teladan. Beliau alim dan zuhud. Kesalehan dan kearifan beliau harusnya menjadi panutan bagi pribadi-pribadi yang selama ini mengaguminya. Tapi sayang, sebagian dari mereka salah dalam meneladani sang kyai. Mereka terjebak pada hingar bingar ritus yang bisa menyesatkan bila salah dalam memaknainya. Dan kenyataannya, kemeriahan acara haul lebih mirip pasar malam atau festival daripada sebuah majlis tadzkirah , yang seharusnya memberi kesadaran baru bagi mereka dalam memaknai hakekat hidup menuju mardhatillah, sebagaimana yang diajarkan sang kyai.”
Penjelasan Kang Hasyim hanya dibalas dengan manggut-manggut. Mereka rupanya sudah ngantuk berat. Keduanya pun berpamitan pulang pada Kang Hasyim.
Dalam diam, Kang Hasyim menyimpan kekaguman kepada dua orang yang baru saja meninggalkannya. Dua pribadi yang keseharian hidupnya amat bersahaja, mirip dengan potret kehidupan Mbah Kyai Zaed. Sementara dalam perjalanan pulang, Mbah Karto berbisik lirih pada anaknya, Lek Darmi,
“ Barusan aku seperti sedang mendengarkan wejangan dari Mbah Kyai Zaed. Jangan-jangan itu tadi benar-benar Mbah Kyai Zaed, bukan Nak Hasyim.”
Lek Darmi nggak menjawab. Rupanya ia lebih memilih bergegas agar cepat sampai rumah dan tidur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H