Dalam sejarahnya kala itu, Adolf Baars seorang Sosialis Belanda mengungkap pada tahun 1918 para buruh tidak mendapat upah yang layak. Tanah milik buruh dijadikan perkebunan dengan harga sewa yang sangat rendah.
Pada perjalanannya hari buruh di Indonesai mengalami pasang surut pengakuan. Sempat di tiadakan pada tahun 1926 akibat pemogokan buruh kereta api. Kemudian di perbolehkan kembali pada masa Kabinet Syahrir pada tahun 1946.
Lalu di hapuskan kembali pada masa orde baru, karena menganggap buruh identik dengan gerakan kiri. Karena sebelum orde baru yang lebih banyak mengorganisir buruh salah satunya adalah Sentral Solidaritas Buruh Indonesia (SOBSI).
Sebagai pembanding maka Militer saat itu menciptakan SOKSI merupakan kepanjangan dari Solidaritas Karyawan Sosialis Indonesia. Singkatan ini kemudian di ubah menjadi Solidaritas Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia yang merupakan cikal bakal berdirinya Golkar.
Hingga akhirnya kaum pekerja lebih identik dengan karyawan dan terus berlangsung hingga berakhirnya Orde Baru. Karyawan lebih di perhalus dari pada buruh yang identik dengan kaum upahan lebih sering bernegosiasi dan memperjuangkan hak-hakknya seperti gerakan buruh di seluruh dunia.
Setelah reformasi Hari Buruh Internasional kembali di perboleh kan pada masa  Presiden BJ Habibie. Kemudian 1 Mei 2013 menjadi hari yang bersejarah ketika Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadikan nya sebagai Hari Libur Nasional.
Jika hari ini yang merayakan hari buruh barulah para karyawan formal. Maka momen kebebasan Pegi Setiawan sebagai simbol dari kuli bangunan bisa menjadi rujukan kaum pekerja informal yang lebih lemah dari pada serikat buruh lainnya.
Jika dalam dunia usaha pemerintah telah mengakui hak-hak buruh meski masih jauh dari kata sejahtera. Maka tidak ada salahnya jika kaum pekerja informal juga perlu di akui keberadaanya. Minimal dengan memberikannya hari libur setahun sekali seperti yang dimiliki oleh golongan pekerja lainnya.
Bagi saya momen kebebasan Pegi Setiawan adalah hari yang bersejarah. Bagaimana masayarakat menyambut dengan gegap gempita atas kesewenangan aparat yang asal menangkap seorang kuli bangunan tanpa bukti yang kuat.
Kebebasan Pegi adalah kemerdekaan bagi masyarakat yang telah dirampas hak-haknya. Sekaligus simbol bahwa hukum di negeri ini masih ada dan memihak pada kaum yang lemah.
Perjuangan Pegi akan segera diikuti oleh perjuangan Saka Tatal yang telah mengajukan Peninjaun Kembali (PK) di Pengadilan Cirebon atas hukuman yang pernah di alaminya dalam kasus yang sama. Jika Saka Tatal kembali menang maka para terdakwa lainnya yang termasuk geng kuli bangunan dimungkinkan akan ikut bebas.