Mohon tunggu...
Ksatriawangsa
Ksatriawangsa Mohon Tunggu... -

Warga peduli bangsa

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Catatan Ringkas Pasca Kekalahan Timnas dari Vietnam

12 September 2017   05:19 Diperbarui: 12 September 2017   18:02 4606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum digelarnya pertandingan antara Timnas U-18 Indonesia melawan Vietnam dalam perhelatan Piala AFF tahun ini, masyarakat pencinta bola sudah punya harapan dan kerisauan tersendiri akan hasil yang didapatkan jika Egy M Vikri dkk bertemu tim kuat Asia Tenggara itu. Harap-harap cemas, begitulah istilah lamanya. 

Cukup apiknya permainan Indonesia yang dalam persiapannya menuju event ini telah berpartisipasi dalam turnamen Toulon Perancis, Juni 2017 pastinya telah menjadi penyebab membuncahkan harapan tersebut. Sementara itu kecemasan menghantui manakala mengingati prestasi persepakbolaan Vietnam yang terkenal dengan kerja sama tim dan permainan cepat serta spartannya tersebut akhir-akhir ini justru terlihat semakin mantap.

Akhirnya kekhawatiran itulah yang justru termanifestasi menjadi kenyataan, dan timnas sepak bola kita kalah lagi. Kali ini cukup telak 0-3. Sebuah skor akhir yang cukup signifikan sebetulnya. Kalah 0-1 mungkin bisa dilembutkan dengan dalih ketidakberuntungan. Kalah 0-2 pula kita boleh menjelaskan dengan alasan "lawan bermain lebih baik". Lantas tewas 0-3 apa ungkapan yang sepatutnya secara jujur kita berikan? Semua tergantung pada sudut pandang dan dipengaruhi oleh wawasan serta terpulang pada kepentingan yang terkait.

Menarik mengamati ulasan banyak pengamat sepak bola dari berbagai media. Ada yang yang menyebut faktor lemahnya lini pertahanan menjadi sebab kegagalan Timnas kita kali ini. Ada juga yang menyoroti efektifnya serangan balik dan organisasi pertahanan Vietnam. Tidak sedikit pula masyarakat awam yang memberi penilaian pada perbedaan kualitas penjaga gawang. 

Berbeda dengan pernyataan-pernyataan itu, di sini penulis berusaha membuka catatannya, tidak saja terbatas pada pertandingan yang disebut di atas, malah sebetulnya ini juga berlaku secara umum pada semua timnas kita.

1. Kesalahan tidak perlu

Secara terus terang kita bisa mengatakan bahwa masih sering terjadi kesalahan-kesalahan mendasar yang semestinya sudah bisa ditinggalkan. Tersalah umpan misalnya, kalau segera bisa direbut kembali, atau jika berada jauh dari daerah pertahanan sendiri jelas masih bisa kita maklumi. 

Tetapi jika kesalahan mengamankan bola tetapi malah berujung pada tendangan penjuru untuk lawan sampai berbuah gol, sedangkan saat itu pemain kita berada di (dekat dengan) daerah lawan rasanya agak menyesakkan. Dan itulah nyatanya proses yang mengawali gol pertama Vietnam. Kalau saja saat itu bola dibuang keluar sisi lapangan maka resikonya tentu jauh lebih kecil.

2. Attitude kurang produktif

Istilah di atas mungkin kurang familiar. Istilah yang lebih glamor dan mendekati makna yang dimaksud mungkin adalah possession play yang cenderung negatif atau tersalah dijalankan. Mungkin ini sudah menjadi trademark sepak bola Indonesia, karena kita bisa saksikan terjadi di semua kelompok umur timnas kita. Apa itu? Ritual memain-mainkan bola ke sesama pemain belakang, ke samping kanan, ke samping kiri malah ke belakang dan ke belakang lagi, terlalu lama dan seolah tanpa signifikansi!

Mungkin mereka mau menarik pemain lawan keluar dari daerah pertahanannya. Tetapi yang demikian ini kita tidak lihat pun pada tim negara lain! Setidaknya tidaklah separah timnas kita. Sampai-sampai bola dioper kepada kawan tanpa ditendang tapi si kawan yang datang dan si pembawa bola berdiam diri. Kalau hampir tiap mau menyerang melakukan hal seperti ini lantas berapa lama waktu dihabiskan dengan sesuatu yang kurang bermanfaat itu?

Lagi pula yang sering terjadi kalau kemudian saat bola "dipermainkan" itu lalu dikejar pemain lawan, kebanyakannya pemain kita terlambat mengelak atau menghindar.Sering pula malah panik serta melepaskan bola atau umpan dengan secara terburu-buru dan tidak akurat. 

Permainan pun terputus sebelum berkembang. Selain itu juga, sehabis ritual putar-putar bola itu kebiasaannya akan dilanjutkan dengan umpan panjang ke depan yang gagal, karena arahnya sudah diantisipasi lawan... Jadi, tepatkah menarik pemain lawan keluar dari daerahnya dengan kaidah "klasik" seperti itu?

Mengapa mereka tidak memainkan bola itu sambil dibawa bersama bergerak ke depan secara tim dengan umpan-umpan tiki taka atau apapun itu istilahnya? Padahalnya, masyarakat sudah lama sebenarnya ingin melihat timnas bermain seperti itu, setidaknya bisa seperti yang telah ditunjukkan oleh tim-tim negara jiran kita misalnya Thailand dan Vietnam. 

Ini dikarenakan pertama toh yang dituju atau golnya ada di depan, dan keduanya bukankah dengan ball possession di daerah lawan itulah sesungguhnya yang justru bisa mengoyak konsentrasi lawan untuk kemudian bisa menciptakan peluang menusuk jantung pertahanan?

Skenario atau pemandangan minor seperti ini sudah sangat melelahkan sebetulnya. Perlu ditegaskan bahwa ini tidak bermaksud mendiskreditkan mana-mana pembina, karena ini terjadi di semua level timnas kita sebenarnya. Dan entah akan bertahan sampai kapan. Jadi selepas ini jangan terburu bangga dengan stastistik kononnya ballpossessionkita lebih unggul dibanding lawan. Setuju?

3. Kerjasama tim masih bermasalah

Terlalu sering kita dengar ulasan yang mengatakan tembok pertahanan lawan terlalu kokoh untuk ditembus penyerang-penyerang kita. Betulkah halnya terjadi seperti itu? Kalau menembusnya dengan gerakan individu (mengandalkan pemain sayap misalnya) apalagi tidak disokong dengan gerakan tanpa bola oleh kawan-kawannya ya otomatislah akan kesulitan menembus organisasi permainan lawan yang sudah established. 

Untuk lawan yang lebih rendah peringkatnya bisalah pemain kita melewati dengan memanfaatkan keunggulan teknik individu. Tetapi teknik individu satu dua orang tidak akan bisa mengalahkan organisasi pertahanan lawan yang teknik individunya juga tidak di bawah kita!

Kerjasama tim yng belum kompak termanifestasi di lapangan dengan kejadian-kejadian pemain sering bermain secara individu, berlama-lama membawa bola padahal pemain lain ada yang sudah siap menyambut umpan atau sebaliknya pemain lain tidak pandai mencari posisi. 

Pemain tersebut mudah diganggu, dihentikan, bolanya direbut atau dipaksa memberikan umpan yang terburu-buru atau tidak akurat. Kelambatan menghantar umpan menyebabkan hilangnya momentum dan peluang. Paling sering pergerakan bola gampang diprediksi dan digagalkan. Itulah yang sering dikatakan sebagai kokohnya tembok pertahanan lawan.

Semua itu bermuara pada tidak berjalannya taktik serta strategi permainan sebagaimana yang diharapkan. Selanjutnya pemain malah bisa juga mengalami semacam frustasi dan kehilangan kepercayaan diri. Inilah kemudian yang mendorong pemain bermain tidak sabar dan mencari jalan pintas: melambungkan umpan-umpan panjang ke depan atau directplay.

Fenomena tersebut berpilin dan berputar-putar ditempat menjadi negative feedback.Kerjasama tim tidak optimal mengakibatkan tidak berkembangnya permainan dan tidak berkembangnya permainan mengakibatkan kerjasama tim semakin terkendala, demikian seterusnya.

4. Minimnya variasi skema penyerangan

Syarat utama bisa menciptkan macam-macam variasi skema serangan tentunya adalah terbangunnya lebih dulu permainan yang kolektif. Hanya dengan permainan kolektif dimungkinkan untuk menjalankan skema-skema serangan tersebut.

Beberapa tahun yang lalu penulis sempat mendengarkan ulasan komentator TV luar negera, masih dalam kawasan Asean, yang mengatakan bahwa kelemahan Timnas Indonesia adalah pada kolektivitas permainan dan kreativitas penyelesaian akhirnya. Sepenuhnya penulis setuju dengan pendapat seperti itu.

Kenyataannya yang terjadi timnas kita suka sekali bermain dari sayap, mengandalkan kecepatan dan kekuatan pemainnya di bagian itu. Di Timnas senior kita punya Andik. Timnas U-22 kita ada Febri dan seterusnya.  

Kita tidak punya terlalu banyak pemain yang jago dalam mengeksplorasi lapangan tengah, setidaknya dari yang kita lihat pada materi yang diangkut ke Timnas. Akibatnya serangan sering macet jika umpan-umpan dari dan ke pemain sayap bisa diantisipasi atau digagalkan oleh lawan.

Menurut pengamatan penulis kita pernah punya timnas yang cukup lengkap, yang baik ketika bermain dari sayap, sekaligus handal dengan permainan tengah lapangan. Kejadiannya ketika Sea Games 2011 di Jakarta, salah satunya ya. Dan itulah antara timnas terbaik sebetulnya, bisa dibilang begitu. 

Buktinya saat itu kita bisa mengalahkan Thailand dan Vietnam, di samping tim-tim lainnya. Ketika itu di bagian sayap ada nama-nama Okto dan Andik. Sementara di tengah lapangan kita beruntung punya barisan pemain seperti Tibo dan Wanggai, untuk menyebut contoh saja.

Sekarang pun penulis yakin cukup banyak stok pemain seperti itu. Tetapi entah di mana masalahnya mereka itu sebagiannya tidak terpilih masuk timnas. Banyak pertanyaan dari pencinta bola tanah air tentang mengapa si anu tidak terpilih malah yang terpilih yang lain pula. Memang tidak ada mekanisme seleksi yang obyektif selain dari penilaian pembina atau pelatih itu sendiri.

5. Kurikulum pembinaan

Tidakkah menjadi perhatian kita, mengapa kerjasama umpan-umpan pemain kita masih sering tidak berjalan mulus, utamanya ketika menghadapi tim-tim sederajad. Umpan-umpan mereka juga tergolong lambat, agak kurang mempunyai kecepatan serta tenaga sehingga mudah diintersep atau ditebak arahnya.

Mengapa pula pemain kita yang dikenal memiliki skill individu yang tergolong bagus justru tidak sabar dan kurang berani memegang, mengawal bola dan memainkan bola dari kaki ke kaki, alih-alih malah cepat-cepat mengalihkan bola secara tidak akurat ketika ada pressing lawan dan mengandalkan umpan-umpan panjang terus ke depan?

Rasanya tepat juga seperti apa yang pernah dikatakan oleh coach Luis Milla bahwa salah satu yang menentukan kemajuan sepak bola Indonesia adalah kurikulum pembinaannya.

Demikianlah seperti yang sudah dikatakan pada judul tulisan di atas, tulisan ini hanyalah sebuah catatan ringkas. Oleh karenanya pasti masih banyak fakta kebenaran lain di luar sana. Harapannya hanyalah bisa melihat Timnas kita tidak kalah dari negara-negara lebih kecil di sekitar kita karena kita sebetulnya memiliki segalanya yang mereka punyai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun