Menurut Can, uang sebesar Rp. 1,5 M itu jika dibayarkan, masalah pengungsi sudah selesai dan akan dipulangkan ke NTT,”Ini semacan rekayasa agar mendapatkan uang dengan memanfaatkan eks pekerja yang sudah keluar dan sudah diberi haknya sebanyak Rp. 34 Juta lebih yang diterima langsung Mahidin untuk biaya pemulangan dan pesangon eks pekerja yang saat ini mengungsi di DPRD Sultra, menunggu hak – hak dibayar oleh Mahidin yang sengaja dituntut kepada perusahaan,”jelas Can.
Mengenai selisih upah, kata Can, dalam kesepakatan pihak perusahaan upah yang dibayarkan tersebut, pihak pekerja tidak lagi dibebankan biaya lain sehingga disepakati upah sebesar itu.”Sebenarnya yang terjadi, eks pekerja ini diiming – imingi uang sebesar Rp. 20 – 40 Juta per orang, jika mendaftar untuk bergabung mengungsi di DPRD Sultra dan Dinas Sosial. Yang mendaftar Rp. 50 ribu dapat Rp. 20 juta, kalau Rp. 100 ribu dapat Rp. 40 juta, akhirnya eks pekerja ikut dan uang pendaftarannya diambil ketuanya bernama, Adrianus,”kata Can.
Mendengar kesimpulan Panja, Mahidin selaku ketua Paguyuban NTT menolak keras dengan alasan, hasil investigasi yang sepihak tanpa melibatkan warga pengungsi untuk melakukan investigasi,”Hasil investigasi ini sepihak, hanya mengambil sumber dari orang yang bermasalah di perusahaan tanpa melibatkan perwakilan pengungsi NTT,”katanya.
Diakhir RDP yang dipimpin wakil Ketua DPRD Sultra, Nursalam Lada memerintahkan, pengamanan untuk mengevakuasi pengungsi ke Dinas Sosial Sultra, yang selanjutnya dipulangkan ke NTT. Keputusan ini sudah dianggap persoalan eks pekerja sudah selesai.
Keputusan dan kesimpulan panja sempat menuai protes oleh ratusan warga NTT yang saat itu sedang mengungsi di gedung DPRD Sultra. Mereka spontan merangsek masuk ke kantor secretariat DPRD Sultra, berungtung aparat keamanan Polres Kendari dapat menghalau dan membujuk untuk kembali ke Dinas Sosial Sultra yang diangkut menggunakan truk milik Polres Kendari.
Mas'ud