Meskipun hanya seorang tukang fotokopi, karena kebaikan hatinya, jujur dan orangnya sederhana, kang Pardi mendapat kesempatan naik pesawat untuk pertama kalinya. Pengalaman yang tak mungkin dilupakan seumur hidup Kang Pardi. Jika sebagian orang naik pesawat adalah hal biasa, tetapi bagi Kang Pardi yang hanya tukang fotokopi terbang dengan pesawat adalah hal istimewa dan kesempatan langka.
Malam hari di kiosnya kang Pardi masih bekerja seperti biasa menyelesaikan pekerjaan langganannya, selang beberapa waktu sebuah Fortuner berhenti tidak jauh dari kios fotokopi miliknya.
Turun seorang lelaki dari Fortuner, menghampiri kang Pardi yang sedang asyik menggandakan berkas.
"Assalamualaikum" salam lelaki yang tak lain adalah tetangga kampung sebelah Kang Pardi. Haji Namto, eksportir meubel dan furniture.
"Waalaikum salam" Kang Pardi membalas salam lelaki tersebut.
"Mau fotokopi, cetak atau butuh apa Ji ?" tanya kang Pardi, sebagai bentuk melayani kepada pelanggannya.
"Aku ada perlu sama kamu, jika selesai kerja atau ada waktu mampirlah ke rumah segera. Sebetulnya aku yang harus ke rumahmu karena aku yang butuh dirimu tapi tolong sempatkan datang ke rumahku" pinta Pak Namto ke Kang Pardi.
"Sudah lanjutkan kerjamu, aku pamit dulu. Assalamaulaikum" Pak Namto pamit diri dari hadapan Kang Pardi
Keesekokan harinya...
Kang Pardi menyempatkan diri datang ke rumah Pak Namto. Bertemulah kedua lelaki ini. Disambutnya dengan hangat Kang Pardi disuguhi secangkir kopi dan pisang goreng coklat yang masih hangat buatan istri Pak Namto.
"Begini Kang, aku butuh bantuanmu dan mohon dikabulkan" Pak Namto memulai obrolan.
"Anakku pernah bernazar, jika dia wisuda kelak ingin mengundang Kang Pardi. Hal itu sudah anakkku ceritakan kepada kami orang tuanya"
"lha kok saya Ji, apa istimewanya aku di mata anakmu? tanya kang Pardi Penasaran. " Ingat lho Ji aku ini sudah beranak istri?"Â
"Hus ngawur kamu, anakku iku masih normal lho" jawab Pak Namto, sambil tertawa
"Kamu masih ingat, laptop anakku yang kamu perbaiki sebelum putriku kembali kuliah. Yang menurutmu kena virus itu, di situ ada file-file penting salah satunya ada file-file skripsi. Di mata anakku kamu sebagai penyelamatnya, Â Anakku waktu itu berjanji jika file skripsinya kembali dia akan mengundang orang yang bisa mengembalikan file-fileny, lha untungnya kamu Di, coba orang lain apa aku gak kelabakan. Entah mengapa anakku bisa punya nazar seperti itu" Pak Namto menjelaskan duduk perkara.
"Bulan depan anakku wisuda, dan aku akan ajak kamu serta terbang ke Batam. Kabulkanlah permohonanku, jangan kecewakan anakku, jangan khawatir semua biaya aku yang tanggung, termasuk aku bayar pekerjaanmu sewaktu kamu ikut aku nanti." Pinta Pak Namto
"Bukannya aku menolak permintaanmu Ji, aku belum pernah naik pesawat lho. Jujur saja aku takut, apalagi kalau pesawatnya jatuh, mati aku. Aku masih punya keluarga Ji" kata Kang Pardi yang nampak cemas setelah mengetahui cerita dari mulut Pak Namto.
"Kamu itu kan yo bakal mati tho, kalau memang kamu ditakdirkan mati jatuh dari pesawat ya mati, kalau kamu ditakdirkan mati saat tidur, ya mati juga. Wong kamu yang agamis, kenapa sekarang jadi pesimis" timpal Pak Namto sambil memberi nasehat.
Buya Hamka pernah berkata "Lebih banyak orang menghadapi kematian diatas tempat tidur daripada orang mati di atas pesawat, tetapi kenapa lebih banyak orang yang takut mati ketika menaiki pesawat daripada orang yang takut menaiki tempat tidur"
Mendengar nasehat yang seperti ceramah seorang kyai, seakan ada angin segar yang masuk ke pikirannya.
"Baik Ji, akan saya pikirkan dan saya bicarakan dengan istriku, aku mohon pak Pamit, secepatnya aku akan memberi kabar dan semoga jawabanku tidak mengecewakan keluargamu. Assalamulaikum" Kang Pardi mohon diri
"Waalaikumsalam" jawab salam Pak Namto
Waktu wisuda akhirnya tiba
Kang Pardi akhirnya mengabulkan permohonan keluarga Haji Namto, Kang pardi akan terbang dengan burung besi untuk pertama kali.
Kang Pardi masuk pesawat, berusaha menyesuaikan diri mengikuti segala instruksi pramugari. Duduk tegak, badan bersandar dengan kursi, dipasangnya sabuk pengaman di badan, dibacanya buku panduan di sandaran kursi di depannya. Meskipun tampak tenang, tetapi tetap ada ke khawatiran dan ketakutan hal itu terlihat dari kaki Kang Pardi yang gemetaran dan keringat dingin yang mulai bercucuran. Doa perjalanan dipanjatkan, kang Pardi mohon perlindungan dan diberikan keselamatan dari awal penerbangan sampai mendarat di tujuan.
Pesawat akhirnya telah lepas landas menuju angkasa.
"Bapak sakit?" tanya penumpang sebelah kang Pardi yang melihat kaki kang Pardi gemetaran dan keringat bercucuran, padahal udara di dalam pesawat cukup dingin di badan.
"Tidak mas, saya cuma belum terbiasa naik pesawat. Ini terbang saya yang pertama kali" kang Pardi menjawab dengan jujurnya
Tampaknya penumpang sebelah kang Pardi mengerti kondisi kang Pardi.
"Wajar pak, saya pertama kali terbang juga seperti itu. Nanti Bapak juga terbiasa" jawab penumpang sebelah agar kang Pardi merasa nyaman.
45 menit setelah di udara Kang Pardi mulai beradaptasi, kebetulan dia dapat posisi duduk di sebelah jendela, dilihatnya awan-awan putih yang menggumpal bak kapas, dilihatnya laut biru dibawah yang menghampar begitu luasnya. Disitu dia merasa sangat kecil di hadapan Tuhannya, melihat begitu luas dan indahnya Ciptaan sang Kuasa.
Dalam perjalanan itu kang Pardi merenung berkata dalam hatinya, "sungguh besar ciptaanMu ya Allah, begitu luasnya angkasa, begitu luasnya samudera. Kepada pilot saja aku percayakan kemana burung besi ini pergi, apalagi kepadaMu pencipta raga ini. Wajar aku takut mati, karena aku belum punya bekal untuk menghadapMu wahai Illahi, begitu nistanya aku dengan menilai kematian dari sebuah perjalanan, karena tidurpun nyawaku bisa lepas dari badan. Hanya karena file skripsi, aku bisa pergi menjelajahi kota lain di negeri ini. Jika tanpa kehendakMu tak mungkin aku di sini.
Renungan kang Pardi akhirnya membawanya ke alam mimpi.
Kurang dari 2 jam setelah lepas landas, Â pesawat akhirnya akan mendarat di Bandara Hang Nadiem Batam.
"Bagaimana penerbangannya, mengesankan atau menakutkan? Tanya Pak Namto sambil menggoda kang Pardi sambil berjalan menuju ke tempat kedatangan.
"Kamu bercanda saja Ji, tak tahukah kamu kalau kakiku gemetar, keringatku becucuran. Sampai aku disangka sakit oleh penumpang sebelahku" Kang Pardi menimpali.
"Terima kasih Ji, jika bukan karena mu aku tak kan sampai di sini, ini pengalaman pertamaku mengudara di angkasa".
Pak Namto menepuk punggung Kang Pardi "Ini sudah kehendak yang Kuasa, terima kasih juga kamu sudah ikut serta. Hari ini mungkin pertama kali, siapa tahu ke depan kamu akan pergi menjelajah negeri ini atau luar negeri"
Kang Pardi lega, keluarga Namto pun tampak bahagia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H