Mohon tunggu...
Mas Pii
Mas Pii Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Seseorang yang belajar untuk menjadi lebih baik

Mencari ilmu di berbagai waktu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Tukang Fotokopi (Kang Pardi Digigit Kelabang)

18 September 2018   14:06 Diperbarui: 18 September 2018   15:12 1700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore itu, di tokonya yang mungil tampak Kang Pardi sibuk melayani pelanggannya, waktu terus berjalan dan malam semakin larut hingga waktu menunjukkan pukul 22.00, Kang Pardi baru menutup tokonya.

"Alhamdulillah, terima kasih atas rezekiMu Ya Allah", ucap kang Pardi dengan senyum bahagia, karena mendapatkan pendapatan yang lumayan banyak pada hari ini.

Nampaknya ada kejadian di luar kebiasaan kang Pardi. Kang Pardi Isya tadi melewatkan sholat berjamaah di masjid dekat rumahnya. Sehingga sehabis menutup tokonya kang Pardipun, langsung bergegas mengambil air Wudhu dan masuk ke kamar untuk beribadah sholat Isya.
Di rakaat ke empat, kekhusyukan sholat Kang Pardi terganggu tatkala seekor Kelabang (Lipan) yang cukup besar merayap di depan pintu kamar sampai akhirnya Kang Pardi pun merampungkan sholatnya.

Kang Pardi pun segera membangunkan istrinya.

"Bu, bangun bu...!" ucap kang Pardi sambil mengoyang-goyangkan tubuh istrinya.

Tampaknya istrinya belum ada tanda-tanda akan bangun.

Dibangunkannya kembali dengan suara agak keras, "Bu, bangun ada Kelabang!"

"Apa, pak?" kata istri kang Pardi yang belum begitu sadar betul dari tidurnya.

"Ada, kelabang. Cepat ambilkan sapu, atau kayu!" perintah kang Pardi pada istrinya.

Istri kang Pardipun bergegas ke luar kamar untuk mencari alat untuk membunuh kelabang tersebut. Tapi entahlah, kenapa istri kang Pardi tak kunjung kembali.

Takut kelabang itu pergi dan bersembunyi ke sudut-sudut ruangan yang sulit dijangkau,  kang Pardipun berinisiatif mencegah kelabang itu agar tidak pergi dengan menutupi kelabang tersebut dengan sajadah yang digunakan sholat tadi.

Dengan sigap sajadah sudah menutupi kelabang, sambil tangan kang Pardi menutup dan menekan sajadah agar si kelabang tertahan dan tidak lari. Diluar dugaan, kelabang itu lolos dan menggigit jari tengah kang Pardi.

"aduhhh..." teriak kang Pardi

Mendengar suara kang Pardi dari kamar, istri kang Pardi bergegas masuk kamar.

"Kenapa Pak tangannya, kok dipegangi?" tanya istri kang Pardi penasaran.

"Mana sapunya bu, biar kupukul kelabang itu, jariku digigit"

"Mana jari yang digigit pak, biar aku ikat agar bisanya tidak menjalar" pinta istri kang Pardi, sambil melihat jari yang luka.

Setelah jari kang Pardi diikat dengan kain sisa-sisa kain jahitan milik istrinya, kang Pardi dan istrinya memburu kelabang yang lepas tersebut.

Ruang kamar yang kecil  itu, tak luput dari pengawas mata mereka mulai kolong lemari dan kolong meja tempat televise, misi mereka si kelabang harus ditemukan dan mendapatkan hukuman.

Akhirnya, terlihatlah kelabang itu berdiam diri.

"Bu, ambil kayu dan ibu jaga pakai sapu, jangan sampai kelabang itu lari lagi!" perintah kang Pardi pada istrinya untuk berjaga.

"Prak...prak..."suara kayu berbenturan dengan lantai menghujam kelabang naas tersebut.

"Aku membunuh kamu karena kamu masuk rumah dan membahayakan keluargaku" ucap kang Pardi ngedumel sambil membawa kelabang yang telah mati itu dalam ekrak (tempat sampah).

15 menit kemudian

"Bu, tolong antarkan aku ke rumah sakit, rasanya jari ku kok nyeri!.  Aku tidak tahu kekuatan bisa kelabang ini terhadap tubuhku." pinta Kang Pardi pada istrinya.

Dan merekapun bergegas ke Rumah Sakit.

Jam 11 malam kang Pardi sampai di IGD.

Istri kang Pardi langsung ketemu dengan dokter jaga, dan dokter jaga menyarankan agar istri kang Pardi mengurus administrasi.

Sedangkan kang Pardi langsung mendapatkan perawatan.

Disuntik jari kang Pardi, sampai jari tengah tersebut membesar, terasa kaku dan mati rasa.

Selesai mendapatkan perawatan dan sambil menunggu obat, Kang Pardi menunggu di ruang tunggu IGD.

"Bu, jika ini sudah menjadi kehendak Allah, saya ikhlas menerima ini. Saya ada perasaan malu sama Allah" cerita kang Pardi dengan istrinya.

"malu kenapa Pak? tanya istri Kang Pardi.

"saya malu, hanya karena rupiah, saya melalaikan panggilan Allah. Waktu mendengar adzan Isya berkumandang saya tidak segera memenuhi panggilannya, melainkan masih sibuk dengan kerjaanku. Hasil rupiah yang kudapat tadi, kini sebentar lagi akan berganti menjadi obat pereda nyeri. Allah, sayang dengan aku Bu. Dia kirim kelabang untuk memperingatkanku, bahwa apa yang diberi bisa dengan mudah Dia ambil kembali."

Istri kang Pardi pun hanya senyum mendengar suaminya cerita.

"sudahlah Pak, ayo pulang! Yang penting obat ini nanti diminum, dan tubuh Bapak tidak nyeri lagi"

Jam 12 malam mereka pulang dari rumah sakit.

Dan sebelum pulang ke rumah sebagai ucapan terima kasih, kang Pardi pun mempersembahkan pantun untuk istrinya.

Empek-empek dari Palembang

dari Palembang naik pesawat terbang

Terima kasih istriku sayang

Karena setia menemani abang

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun