Mohon tunggu...
Marzuki Umar
Marzuki Umar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe

Penulis adalah Dosen STIKes Muhamadiyah Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Etika Berkendara Semakin Bobrok, Betulkah?

20 Februari 2024   23:02 Diperbarui: 20 Februari 2024   23:41 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Dokumen Pribadi

Oleh: Marzuki Umar, M.Pd.

Jalan raya merupakan sarana lalu lalang kendaraan yang efektif. Dengan adanya jalan raya, maka pengguna sepeda, motor, dan mobil dapat dengan mudah melaksanakan kegiatan rutinitas sehari-hari dengan aman dan nyaman. Selain itu, berkat adanya jalan raya yang dibangun sedemikian rupa, segala akses dengan gampang dapat direalisasikan sesuai dengan keinginannya masing-masing, baik siang maupun malam hari. 

Apabila tidak, maka apa pun keinginan yang ingin diwujudkan tidak mungkin bisa dicapai dengan baik. Kenapa begitu? Secara kasat mata rasanya cukup jelas, bahwa bila jalan tidak ada maka gerak kendaraan akan terpaku. Segala yang diharapkan hanya bergelut dalam lubuk hati yang dalam, tidak bisa diwujudkan. Namun, bila jalannya ada maka kendaraan akan bisa melaju dengan ramah lingkungan, segala harapan akan bisan direkrut  dengan bijak. 

Hal ini sebagaimana dinyatakan bahwa "Dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dimaksud dengan Lalu Lintas adalah gerak kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan. Ruang Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas pendukung." https://peraturan.go.id. Diakses 20 Februari 2024, pukul 20.00 WIB. 

Undang-undang tersebut mengetengahkan tentang prasarana perjalanan yang mesti ada buat segala aktivitas yang akan dilakukan oleh setiap orang. Begitu urgennya kepentingan daripada jalan di setiap tempat dan daerah. Dengan demikian, semua tujuan akan dapat dimanifestasikan dengan damai. 

Guna dapat memanfaatkan jalan raya secara optimal, setiap pengendara sebaiknya memahami dan memiliki patron yang baik, yaitu etika berkendara. Selain safety reading yang lengkap, tata krama berkendara di jalan raya harus dapat ditunjukkan dengan baik. Apabila hal ini dapat dijalankan oleh setiap pengendara di jalan raya, maka segala yang diinginkan akan dapat dicapai dengan mudah. 

Tidak mungkin seseorang akan mampu menggerakkan suatu keinginannya tanpa ada prasarana untuk bisa dilaluinya dengan lancar. Hal ini dapat kita perhatikan di daerah-daerah tertentu, yang jalannya tidak ada. Kalaupun ada, selain jalannya sempit, arena transportasi tersebut berlubang dan tidak diaspal sama sekali, sehingga sungguh sulit untuk dapat digunakan secara baik. Bahkan, dengan kondisi ini pun dapat menghambat perjalanan, terutama di musim-musim hujan. 

Sebaliknya, bila prasarana jalan raya dapat tertata dengan baik dan sehat, maka segala keinginan dan keperluan akan dengan lebih mudah dijangkau serta tidak memakan waktu yang lama. Hal ini sebagaimana kita saksikan selama ini, di mana-mana jalan sudah tumbuh dan berkembang dengan baik dari kota sampai ke pelosok-pelosok desa. Berkat tersedianya area jalan, masyarakat sebagai pengguna jasanya hampir setiap waktu lalu-lalang menuju ke tempat-tempat tujuannya masing-masing. 

Baca juga: Jalan Pulang

Berkat kemajuan teknologi pun membuat prasarana jalan tidak sepi karenanya. Motor dan mobil tetap saja melaju dari desa sampai ke kota atau tempat-tempat yang diharapkannya. Para pengendara merasa gembira karena dapat melakukan perjalanan tanpa hambatan. Hal ini terutama dirasakan oleh semua kalangan siang dan malam, anak-anak, para remaja, dan orang dewasa. Apakah untuk jarak jauh atau dekat, itu sama-sama menggunakannya. 

Kini prasarana jalan sudah ada di mana-mana, arus lalu lintas pun kian membahana. Hampir tidak ada waktu yang jalannya tidak dilalui dan dipenuhi oleh kendaraan. Namun, yang kita sayangkan bahwa etika berkendara di jalan raya semakin hari semakin bobrok kelihatannya. Berbagai problema berkendara dapat kita temukan di dalam perjalanan. Yang anehnya, kadang kala apa yang dilakukan pengendara itu bukan terjadi tiba-tiba secara kebetulan, tapi perilaku negatif ini rasanya terpola dengan baik. 

Sungguhpun hal tersebut dilakukan oleh sebagian pengendara, tapi etika berkendara yang depresi itu akan dapat berakibat fatal, yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Kendaraan rusak, tubuh luka-luka, tulang patah, bahkan ada yang sampai-sampai meninggal dunia. Hal-hal seperti ini dianggap remeh tanpa memperhitungkan laba-rugi terhadap kelakuannya itu. 

Lalu..., mengapa hal itu bisa terjadi? Kebobrokan apa saja yang diperlakukan oleh pengendara di jalan raya? Kiranya, tindakan brutal di dalam mengendarai mobil atau motor tidak dapat dipungkiri. Hal itu ada kalanya bukan saja dilakukan oleh para anak atau remaja yang darahnya masih hangat serta memiliki prinsip "biar cepat asal selamat", tapi hal dimaksud ada kala dilakukan oleh orang dewasa yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas. Untuk menguliti hal-hal tersebut, uraian berikut akan dapat mendeskripsikan komplikasi yang terjadi di jalan raya. 

Tidak Menggunakan Safety Reading

Dalam peraturan berlalu lintas di jalan raya, safety reading yang lengkap merupakan kewajiban utama yang wajib dipatuhi oleh pengendara, baik pengendara motor maupun mobil. Dengan adanya safety reading tersebut, maka perjalanan yang ditempuh ke mana saja tidak terhambat. Hal inilah yang terjadi di lapangan. Sebagian pengendara mengabaikan safety reading. Hal yang paling kentara adalah SIM tidak ada atau sudah ex payed. Begitu juga helm enggan digunakan. 

Sama-sama kita maklumi bahwa masa berlaku SIM itu 5 tahun sekali membuatnya, tapi itu juga secara umum terutama pengendara motor tidak memilikinya. Padahal, jika kita kaji secara mendalam, bila saat ini biaya pembuatan SIM C 350 ribu rupiah atau 400 ribu rupiah, maka bila dibagi 5 hanya 70 ribu atau 80 ribu dalam setahun. Bahkan, bila kita bagi lagi dengan 365 hari per tahun, maka biaya pembuatannya berkisar 191 ribu rupiah atau 219 ribu rupiah per hari. Persis harga permen bukan? Harga motor jutaan atau puluhan juta sanggup dibeli, SIM tidak dipeduli. 

Begitu pula dengan helm. Secara umum enggan menggunakannya di saat berkendara. Seakan-akan helm ini adalah hak pihak keamanan saja yang harus menggunakannya. Atau, menggunakan helm saat melintasi jalur yang memiliki pos lalu lintas saja, jika ke arah lain tidak digunakan sama sekali walaupun helmnya ada. 

Untuk diketahui, helm itu sebenarnya untuk kita sendiri sebagai pengendara sepeda motor. Muka dan kepala bisa terjaga dari angin, bahkan jika jatuh pun kepala bisa terbendung dari kerikil atau batu dan lain-lain. Demikian juga dengan mata, yang dalam perjalanan kena debu dan binatang-binatang kecil yang tidak bisa kita hindari. Justru itu semua tidak menjadi perhitungan bagi sosok yang depresinya telah membaja dalam jiwanya. Helm itu jadi ribet baginya. Jika sudah kejadian baru menyesal. Tak ada gunanya bukan? 

Menerobos Lampu Merah

Merah-kuning-hijau merupakan suatu keunikan tersendiri dalam rambu-rambu lalu lintas, terutama di area persimpangan. Diharapkan dengan adanya tanda-tanda lampu tersebut, para pengendara akan mudah mengendalikan kendaraannya. Konon lagi di kawasan-kawasan tertentu dan waktu-waktu tertentu yang jalannya padat, tanda-tanda lampu tersebut akan memberi acuan yang tepat karena dari jauh sudah tampak. 

Itu juga yang menjadi bulan-bulanan, seolah-olah lampu tersebut hanya sebatas hiasan tiang belaka. Para pengendara tidak segan-segan menerobos di saat lampu merah menyala. Sekalipun itu mengisyaratkan pengendara harus berhenti sejenak, namun dengan tekad yang luar biasa terus berlalu sesuai dengan keinginannya tanpa memperhatikan para pengendara yang lain. Padahal, disadari atau tidak, dirinya telah menunjukkan sikap yang buruk di dalam menggunakan jalan umum/raya kala itu. 

Berani Melawan Arah

Suatu tingkah ekstrim lainnya yang dilakukan oleh pengendara adalah berani melawan arah. Hal ini biasanya terjadi di jalan-jalan kota. Padahal, rambu- rambu lalu lintas tertancap di persimpangan jalan dengan palang merah, yang menandakan para pengendara tidak boleh masuk jalan tersebut, tapi itu jalan arah keluar. Demikian sebaliknya. Cara melaluinya pun seperti berjalan di arena yang memang boleh dilaluinya. 

Anehnya, sikap tersebut dianggap biasa saja tanpa memikirkan pihak lain, yang memang jalannya benar. Apabila ditegur, matanya terbeliak seketika itu jua kepada penegurnya. 

Tidak Saling Menghargai di Jalan

Jalan raya atau jalan umum adalah prasarana lalu lintas bagi semua orang yang menggunakan jasanya. Artinya, jalan tersebut berhak digunakan oleh siapa saja sesuai dengan modal kendaraan yang dimilikinya masing-masing. Seyogianya, para pengendara harus memperhatikan kepentingan bersama. Dengan begitu, hal-hal yang tidak kita inginkan tidak bakal terjadi di dalam perjalanan. 

Akan tetapi, apa yang terungkap? Sebagian pengendara, baik motor maupun mobil besar atau kecil, itu sering mengutamakan kepentingan pribadinya. Kendaraan diarakkannya secara semrawut. Yang penting baginya dapat melalui kendaraan lain walau harus sikut kiri sikut kanan. Misalnya, dari arah yang berlawanan juga banyak kendaraan yang sedang melaju, sementara di depan pengendara yang tidak sopan ini pun ada beberapa kendaraan lainnya, sehingga untuk mendahuluinya agak sulit. 

Ee...tanpa mikir panjang, sang pengendara ini ngegas yang dapat membawa kepanikan pengendara lainnya, baik yang searah dengannya atau yang berlawanan. Andaikan, dia ini mau bersabar hanya tiga atau lima menit, perjalanannya sudah normal. 

Penggunaan Lampu Kendaraan Semena-mena

Setiap kendaraan pasti dilengkapi dengan lampu, baik lampu depan-belakang, maupun lampu sein. Seyogianya lampu-lampu itu digunakan dengan tepat oleh sang pengendara, sehingga lebih efektif dan efisien. Lampu sein dan lampu stop/rem digunakan siang hari, sementara secara keseluruhan lampunya dimanfaatkan malam hari. 

Namun, hal itu kadang-kadang bertolak belakang dengan harapan. Adakalanya mau belok ke kiri tapi lampu seinnya yang hidup sebelah kanan atau sebaliknya. Yang lebih brutal lagi lampu seinnya itu dihidupkan pas ketika mau belok, sehingga orang lain di depan dan di belakangnya kalang kabut menghindarinya agar tidak terjadi kecelakaan. Kalau kita tegur, ianya bukan malu dan minta maaf tapi malahan memaki-maki yang menegurnya. 

Saat malam hari, kriminalisasi berkendara bagi sebagian orang pun cukup memprihatinkan. Sebagian kecil anak remaja tidak menyalakan lampu kendaraannya, baik di area yang terang dengan lampu jalan atau di area gelap. Mereka terus menerjunkan kendaraannya dengan tajam dan bangga di celah-celah kendaraan lainnya, yang membuat orang tersentak dan meng geleng-geleng kepala karenanya.

Selain itu, bagi pengguna mobil seringkali menggunakan lampu kendaraannya itu tanpa peduli kepada lawannya, baik motor atau mobil. Lampu yang digunakan dengan sengaja adalah lampu sorot jarak jauh, yang dapat membuat mata pengendara lawan arahnya itu gelap atau kabur dengannya. Yang diutamakannya adalah kendaraannya itu dapat menyeberangi dengan gagah dan cepat. Soal orang lain tidak bisa aman, tidak menjadi pertimbangannya. 

  • "High beam digunakan untuk menarik perhatian pengguna jalan lain agar mengetahui keberadaan kita. Tapi begitu kendaraan lain di depan dan mendekat, high beam harus diturunkan ke low beam," kata Jusri kepada Kompas.com, Selasa (17/7/2018).

Jadi, sebenarnya semua lampu tersebut memiliki fungsinya masing-masing sesuai kebutuhannya. Cuma saja penggunanya ini yang kurang atau tidak memanfaatkan secara tepat guna, sehingga dapat membuat orang lain berdosa karenanya.

Parkiran Tak Menentu

Setiap perjalanan membutuhkan perhentian atau peristirahatan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan pada saat itu. Untuk kepentingan sesaat, maka sepeda motor atau mobil tentu butuh perhentian, sedangkan untuk peristirahatan atau kepentingan yang agak lama ini membutuhkan parkiran. Baik untuk berhenti dan parkir tentu membutuhkan tempat yang strategis untuk kepentingan tersebut. Para pengendara perlu memperhatikan tempat yang cocok untuk kedua maksud itu. 

Bila hal tersebut dapat dilakukan dengan tepat, maka itu menunjukkan etika berkendara sangat diindahkan dengan baik. Akan tetapi, dalam kenyataan sehari-hari kondisi ini sangat memprihatikan. Sebagian pengendara baik pengendara sepeda motor maupun sopir mobil, menghentikan kendaraannya itu sesuka hatinya. Kadang saat berjalan, pas dekat tikungan ingin membeli penganan atau kue, saat itu pula terus berhenti di tikungan tersebut tanpa memikirkan untuk kendaraan lain yang akan melewati tikungan tersebut. 

Kesimpulan

Kendaraan memang suatu kebutuhan. Sementara perjalanan ada yang termasuk kebutuhan dan ada yang termasuk kepentingan, sedangkan prasarana lalu lintas jalan adalah milik bersama. Penggunaan prasarana jalan tanpa etika sangat berbahaya, baik untuk diri pengendara maupun bagi pihak lainnya, yang sama-sama memanfaatkan jasa jalan. 

Ini baru sebagian kecil barangkali yang digambarkan. Mungkin masih banyak perilaku demoralisasi berkendara lainnya yang kian terjadi di lapangan. Bila hal ini semakin menjadi-jadi, apa gunanya jalan itu dibangun sedemikian rupa. Bukannya bertambah bahagia tapi malah bertambah celaka atas kenistaan yang dilakonkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. 

Semoga...! 

Penulis adalah: Dosen STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun