Oleh : Marzuki Umar, M. Pd.Â
Belum lama ini, penulis mendapat telfon dari sahabat sejati, Pak Mukhlis Puna, yang kini masih aktif menebar ilmu melalui salah satu lembaga pendidikan ternama di Lhokseunawe. Dalam kontaknya, beliau menginformasikan sebuah acara yang bertajuk silaturahmi. Rasanya detik itu pula gayung bersambut, apalagi tempat yang diusung boleh dikatakan area yang teduh dan sejuk, yaitu Gunung Salak, Aceh.Â
Bersilaturahmi bukanlah ajang komersial sebatas mempertontonkan pada orang lain, sehingga dengan begitu orang lain akan datang berduyun-duyun untuk menikmati sekaligus menirunya. Bersilaturahmi juga bukan sekadar hura-hura tanpa makna, yang dapat menguras energi termasuk waktu dan kesempatan yang ada.Â
Hal ini dapat kita saksikan sendiri perjalanan perdaban di era semrawut seperti sekarang ini. Ajang pertemuan yang dilaksanakan secara hura-hura oleh pihak-pihak tertentu tanpa nilai yang berarti. Anehnya, kadang-kadang temu ramah itu sampai larut malam cuma sekadar nongkrong-nongkrong saja di warung kopi atau coffee. Hasilnya lebih kepada gosip atau gunjingan. Kalaupun terdapat keceriaan hanya sebatas kesenangan sesaat.Â
Apabila kita tinjau lebih jauh, kumpul-kumpul semacam itu sia-sia. Lalu..., mengapa hal tersebut bisa terjadi, yang kadangkala bukan hanya pada diri kaula muda tapi juga orang dewasa? Secara kasar mata, perilaku itu suatu hal yang lumrah. Namun, jika kita tinjau lebih mendalam, budaya seumpama tersebut dapat mengemuka dikarenakan para pelakunya yang kurang paham akan faedah daripada temuan itu sendiri.Â
Oleh karena itu, alangkah bahagianya apabila sesuatu program yang akan dimanifestasikan itu bisa diwujudkan dalam bingkai silaturrahmi. Misalnya saja silaturrahmi antara guru aktif dengan sosok purna bakti. Terus, hasil positif apa saja yang dapat diambil manfaatnya dengan aktivitas silaturrahmi itu? Dapatkah hal itu terjalin dengan baik? Di manakah arena persahabatan itu bisa digelar?
Guna mendapatkan keuntungan yang maksimal, pencanangan program-temu harus lebih dahulu dimatangkan. Baik itu menyangkut dengan aktivitas, tujuan, waktu, dana, tempat, dan peserta serta transportasi harus benar-benar jelas. Itu semua adalah untuk melahirkan kebersamaan. Dengan demikian, tindakan yang akan dilaksanakan lebih terarah.Â
Bagaimana yang Dinamakan Silaturrahmi?Â
Sepintas, istilah silaturrahmi ini memang bukanlah kegiatan yang baru lahir dalam era-era terakhir ini. Akan tetapi, budaya ini sudah dikenal sejak zaman dahulu. Namun, berkat pengaruh teknologi beserta kemajuan di bidang lainnya, pranata silaturrahmi yang sesungguhnya ini kian sirna. Seolah-olah segala sesuatu hal dalam memenuhi tuntutan hidup dan kehidupan dapat dusalurkan melalui handphone.Â
Silaturrahmi sesungguhnya adalah suatu bentuk kasih sayang antarsesama dan meluas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), silaturahmi dapat bermakna hubungan tali persahabatan atau persaudaraan. Arti penting ini kiranya tidak sulit untuk kita makanai karena cukup lugas. Akan tetapi, mungkin implementasinya yang mesti dipahami dengan baik, sehingga pencapaiannya itu persis sebagaimana yang diinginkan.Â