Mohon tunggu...
Marzuki Umar
Marzuki Umar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe

Penulis adalah Dosen STIKes Muhamadiyah Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ijazah dan Harapan Masa Depan

14 Desember 2023   12:07 Diperbarui: 14 Desember 2023   12:13 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
  Sumber gambar : Pixabay

 

Oleh : Marzuki Umar, M.Pd. 

Secara psikologis, pendidikan merupakan energi yang sangat mendasar bagi setiap insan. Dengan adanya pendidikan, setiap insan itu akan dapat membawakan diri ke trayek-trayek yang konstruktif dan kontributif. Jalur penempaan energi esensial ini dapat dijalankan melalui tiga wadah. Adapun wadah yang pertama dan utama adalah rumah tangga di bawah asuhan orang tua. Kemudian, wadah yang kedua adalah lembaga pendidikan (sekolah) di bawah pimpinan pendidik dan tenaga kependidikan. Sementara wadah pendidikan yang ketiga adalah masyarakat, yang dikawal dan diayomi oleh stiap masyarakat lingkungannya.

Melalui ketiga gerbang terapan ilmu pendidikan itu diharapkan setiap generasi akan menjadi insan kamil. Tentu, hal itu tidak hanya bagi dirinya tetapi juga bagi orang tua, agama, bangsa, dan negara. Guna memperoleh gelar pendidikan mendasar (insan kamil) ini harus dijalankan dengan berbagai proses. Pihak pengasuh pasti mempunyai metode dan strategi masing-masing di dalam menerapkan sikap, pengetahuan, serta keterampilan terhadap asuhannya itu. Demikian juga dengan anak asuh, mereka harus tetap mengikuti rambu-rambu pendidikan yang diterimanya sembari mengembangkan sayap prestasinya ke arah yang lebih potensial.Dengan begitu, kebermaknaan pendidikan akan dapat dirasakan oleh tiap persona yang menjalaninya.

Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, pendidikan formal sudah dijalankan mulai tingkat PAUD sampai dengan Perguruan Tinggi, baik Negeri maupun Swasta. Para tamatannya akan memperoleh sertifikasi atau ijazah sesuai dengan jenjangnya masing-masing. Dengan adanya lembar pengakuan akademik tersebut, setiap mereka akan dapat membawa diri ke hal-hal yang berguna bagi dirinya dan masyarakat. Lalu..., buat apa ijazah dan bahkan gelar yang yang telah disandangnya itu? Mungkinkah pekerjaan atau job yang menjanjikan akan segera didapatkannya? Untuk kedua hal ini mari kita teropong dengan saksama perkembangan demi perkembangan yang terungkap dalam masyarakat.

Kiranya sudah menjadi rahasia umum bahwa dengan ijazah itu diinginkan akan mendapatkan pekerjaan yang layak, termasuk menjadi pegawai negeri sipil atau ASN sebutan selama ini. Berbagai upaya dilakukan dengan berbagai dalih agar cita-citanya itu berhasil suka. Namun, pengalaman membuktikan bahwa tidak semuanya dapat menjangkau harapan, bahkan ada yang terpuruk dengannya. Ijazahnya hanya sebagai kenangan sejarah belaka, yang dikoleksikan di dalam albom bersama dokumen-dokumen lainnya.

Guna mengkhatamkan pendidikan idolanya itu, tidak sedikit biaya, tenaga, bahkan perasaan yang dikorbankannya. Hal itu semata-mata agar bisa membahagiakan nantinya. Bagi yang terwujud sudah dan akan menikmatinya dengan aman dan nyaman, sementara bagi yang tidak, duka lara mencacah jiwanya. Tak tertutup kemungkinan penyesalan terbersit dalam dada dengan ungkapan "Buat apa sekolah dan kuliah tinggi kalau akhirnya begini!" Muzakarah akan ketimpangan-ketimpangan yang berbalut duka di balik prasasti yang diraih melalui jalur pendidikan formal, para pemilik sertifikat itu jauh-jauh hari wajib memikirkan secara matang terhadap perkembangan zaman serta peluang-peluang yang akan bergulir pada zamannya itu.

Menindaklanjuti kebimbangan dan ketidakjelasan penghidupan dan penghasilan yang bakal dirasakan, para pecinta ilmu ini harus lebih waspada serta berhati mulia dalam memilih dan memilah keotentikan ijazah perolehannya itu. Dengan begitu, kesusahan  akan berbuah serta berganti dengan keberkahan. Memang hal tersebut adakalanya sulit dimanifestasikan tetapi pepatah jadul "Di mana ada kemauan di situ ada jalan" adalah kata-kata bijak yang tak hilang ditelan zaman. Banyak celah dan sisi yang dapat dimanfaatkan untuk berpikir ke arah yang lebih menguntungkan. Kiranya, jalan mana saja yang perlu ditempuh? Berhasilkah melalui jalan itu sampai ke tujuan? Untuk menjadi bahan pertimbangan terhadap kebermaknaan piagam atau tanda lulus yang akan diraih, penjelasan berikut ini setidaknya akan menjadi pencerahan ke arah yang lebih berguna. 

Tidak Terlalu Berharap Jadi PNS atau ASN

Pendidikan mutlak dibutuhkan dan diperlukan. Hal itu dikarenakan pendidikan adalah fondamen kehidupan dan penghidupan seseorang. Dengan adanya payung pendidikan dalam diri seseorang itu akan memudahkan dirinya di dalam bertindak seirama dengan ilmu pengetahuan yang digandrunginya. Terlebih di era digitalisasi, yang di dalamnya dipenuhi oleh generasi Y dan generasi Z, pendidikan itu maha penting rasanya. Bagaimana jika setelah tamat pendidikan akan menghadapi yang namanya generasi Alfa dan Boomer nantinya, apabila sang pengelola dan pengayom minim ilmu pengetahuan.

Guna mencapai sasaran yang diinginkan, setiap orang yang akan dan telah mengukir keberhasilan melalui jalur pendidikan, hendaknya tidak terlalu berharap akan diangkat menjadi PNS atau ASN. Berusaha adalah fitrah tetapi terlalu ambisi tergapainya usaha itu akan menjadi resah. Berdiri di jalur tengah akan lebih mengarah.

Sekilas pernyataan di atas bertolak belakang dengan arus peradaban yang menjiwainya. Akan tetapi, kepemilikan ilmu pengetahuan yang diasah dan diasuh dalam lingkup poendidikan itu bukan semata ditempa untuk menjadi PNS atau ASN. Bahkan, kedua pos ini secara umum tidak dijanjikan oleh setiap lembaga. Kecuali, terdapaat lembaga-lembaga pendidikan tertentu yang dari rekrut siswa dan mahasiswanya telah diinformasikan.

Dengan adanya akta di tangannya, setiap pemilik tidak mesti memacu pada jalur tersebut. Gunakanlah akta tersebut untuk membuka lahan kerja sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada secara perlahan. Konon saat ini penduduk bertambah ramai, kebutuhan bertambah banyak, sarana-prasarana akses mudah didapatkan.

 

Pilih Jurusan yang Tepat Guna

Kini aroma pendidikan kian dirasakan oleh semua masyarakat. Kehadirannya menjadi dambaan semua pihak. Khususnya di Perguruan Tinggi atau Universitas, berbagai jurusan dan program studi pun dimunculkan dengan tidak menghilangkan jurusan atau program studi yang telah ada. Hal itu terjadi hampir semua lembaga. Pihak terkait kian berlomba-lomba di dalam mengadakan program studi baru. Tentu upaya ini tidak terlepas dengan pola menarik minat masyarakat serta akreditasi kampus yang terus membaik.

Berkaitan dengan hal itu, calon mahasiswa seyogianya lebih cermat dan hemat di dalam menentukan pilihannya. Selain itu, mereka juga harus membayangkan atau memiliki persepsi jauh ke depan saat telah menyelesaikan studinya kelak. Dengan begitu, calon ilmuan ini tidak hanya sekadar ekor-mengekor atau membeo tanpa memikirkan kebermaknaan hasil yang akan dicapai nanti. Contoh akurat yang dapat kita amati dalam tiga tahun terakhir ini, masyarakat berlomba-lomba mengajukan putra-putrinya itu ke lembaga PGSD. Harapan muluk agar nantinya akan bisa menduduki jabatan sebagai guru SD. Padahal, bila kita selidiki saat ini sungguh banyak tenaga guru SD yang belum diangkat walau kadang-kadang ia telah berbakti lima sampai puluhan tahun. Belum lagi yang masih di bangku kuliah. Nasib miris sebenarnya masih bisa saja kita jangkau dengan jurusan-jurusan lainnya.

Mengantispasi ketidakberuntungan semacam di atas, para calon mahasiswa harus peka di dalam menetapkan pilihannya. Di samping itu, mereka juga harus jeli membaca aturan (UU) serta kebijakan demi kebijakan yang sama sekali tidak kekal tapi sering berubah-ubah. Dengan rasa ingin tahu yang cerdik, penetapan jurusan akan efektif dan efisien.          

 

Kukuhkan IES (Q) dengan Baik

Pendidikan dan program studi apa pun yang digelutinya harus bersandar pada tiga hal, yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). Sekalipun harus menyatu, masing-masing kecerdasan ini memiliki rambu-rambu tersendiri yang wajib diikuti dan dijaga dengan sebaik-baiknya. Berbekal dengan ketiga kecerdasan ini, setiap lulusan atau ilmuan yang telah bergelut sekian lama dalam dunia pendidikan, akan dapat berbagi dan berkontribusi dengan tangguh.

Ketiga piranti pendidikan ini harus dipahat dengan kuat dalam hati sanubari para pecinta ilmu (mahasiswa). Kalau tidak, aktivitas apa pun yang ingin digelarnya pasti tidak atau kurang sempurna. Seseorang yang kecerdasan intelektualnya cukup kredibel, sementara kecerdasan emosionalnya bobrok, kesuksesan akan jauh dari dirinya. Bila kecerdasan intelektual dan emosionalnya prima tetapi kecerdasan spiritualnya kosong, ini pun akan jadi mala petaka baginya. Jadi, sebaiknya ketiga kecerdasan tersebut harus saling melengkapi di dalam diri seseorang untuk dapat membangun kinerja yang lebih baik pula.

Jadilah Jati Diri dalam Berusaha

Tak berarti ijazah besar dan gelar membahana bila keterampilan tak dimiliki. Hidup ini harus punya prinsip. Tanpa adanya prinsip, tata kelola hidup kacau-balau. Saat menjalani kuliah misalnya, tentu banyak tugas yang perlu diselesaikan, baik tugas individu maupun kelompok. Hal ini benar-benar dibawa ke dalam prinsip yang tangguh, sehingga bagaimanapun peliknya tugas tersebut tidak boleh ditinggalkan, apalagi untuk diupahkan. Akan tetapi, dengan prinsip yantg utuh, hal itu akan tertap diselesaikan dengan bijak. Begitu juga dengan usaha lainnya, baik usaha mandiri maupun usaha kolaborasi atau bersama. Oleh sebab itu, menjadi jati diri di dalam bertindak atau berusaha adalah suatu yang mutlak.

Bukti konkret dapat kita lihat dalam keseharian. Seseorang yang tidak mempunyai prinsip atau jati diri, pembawaannya tidak tentram. Sudut pandang dan persepsinya akan ngawur. Saat mendengar sesuatu harus "begini" maka itu diikutinya dan kala melihat "begitu" ia juga bersandar kepadanya. Sosok semacam ini hidupnya linglung. Sehingga, titik harapan akan sulit dicapainya.  

Simpulan

 

Menjaring berbagai informasi beserta data dan fakta lapangan dapatlah dinyatakan bahwa ijazah bukanlah satu-satunya tumpuan masa depan seseorang. Namun, ilmu pengetahuan dari jejaringan berbagai penjuru akan lebih menguntungkan. Terlebih apabila ketangguhan ilmu yang dicetak melalui lembaga serta dikukuhkan dengan sikap dan keterampilan, ini akan mendatangkan hasil yang maksimal. Semoga...!

Penulis adalah : Dosen STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun