Â
Oleh : Marzuki Umar
Â
Saat jalan kian berkabut
lampion disulut di pohon-pohon rindang
jiwa-jiwa lara jadi patokan piara seketika
tali persahabatan disampul erat
wajah-wajah asing dijadikan figur bayangan
samaran berperan mawar di siang bolong
Ketika purnama memancarkan sinarnya
pionir berdandan ria di hadapan massa
komunitas dirupakan bagai sempoa
coffee break herbal pelesir paut rasa
lembaran Soekarno-Hatta muncul bersahaja
mimik pelopor berbinar bak mutiara
Suatu sore menjelang senja
mentari memerah di ufuk barat
percikan sinar mengukir pelangi
angin sepoi-sepoi menyejukkan pelintas
pelesir penuh suka di jalan raya
tatapan umbul-umbul pembaharu jadi sulaman
Hujan rintik-rintik di malam buta
dalang bergelut suka cita
lubang-lubang sempit julukan area
batu loncatan penyuluh jiwa dan raga
momen sejahtera motivasi daya
semburan hujan diakui lentera
Di kala subuh buta tiba
diplomasi diusungkan bersahaja
masjid diasmakan bank muamalah
tabungan hulubalang dijelmakan devisa
para jamaah takjub mempesona
Menjelang rasa dan kata memberi tanda
bilangan sokongan kian jadi ukuran
samaran dan uluran tangan
menjadi petisi meraih kemenangan
potret misteri bola mata pilihan
Kala sayap kiprah tinggal sedepa
penghulu menimbang rasa
pemuda paruh paya jadi penyangga
master sekubu parameter kukuhannya
itulah suaka di ujung jembatan raya...!
Bireuen, 11 Desember 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H