Mohon tunggu...
Marzuki Umar
Marzuki Umar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe

Penulis adalah Dosen STIKes Muhamadiyah Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Antara Karsa dan Karya dalam Menulis

9 Desember 2023   10:18 Diperbarui: 9 Desember 2023   11:04 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Sumber gambar: Dokumen Pribadi 

 

Oleh : Marzuki Umar, M.Pd. 

Istilah "karsa dan karya" merupakan dua kata yang selalu hidup berdampingan. Keduanya laksana dua sisi mata uang yang tidak boleh dipisahkan. Bila salah satu sisi di antaranya sirna, boleh jadi uang tersebut tidak berlaku atau tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya. Alhasil, tindak jual-beli terputus. Uang tetap pada pembeli dan barang juga tetap dalam pemeliharaan dan pengawasan penjualnya. Demikian juga dengan karsa dan karya. Wujud dan eksistensinya harus selalu seayun-selangkah untuk memberi konstribusi yang sama, terutama di dalam rangkaian menulis. Tanpa adanya karsa, karya tulisan jelas tak akan termaktub. Sebaliknya, tanpa adanya karya, butiran-butiran karsa tidak akan mencuat bahkan tidak tertutup kemungkinan keinginan ini akan terkubur dalam-dalam di lubuk jiwa sang penulisnya. Akhirnya, karya-karya nyata tak kan pernah mengemuka.

Kondisi lara tersebut tentu tidak asing lagi di dalam kehidupan dewasa ini. Di satu sisi, banyak tulisan yang telah ningbrung di berbagai situs, yang dihasilkan oleh ratusan penulis profesional dan penulis pemula. Apakah itu dalam bentuk berita, artikel, dan sebagainya. Di sisi yang lain, ribuan insan terduduk kaku dan tersipu malu di tengah-tengah hamburan karya tulis. Kadang, hanya gerakan hatinya sebatas mengonsumsi tulisan-tulisan yang berwujud berita belaka. Mereka tak mampu berbuat apa-apa, bahkan selalu bercermin pada kaca yang buram. Yang lebih memilukan lagi bahwa sosok yang terpating langkahnya sehingga enggan menulis bukan saja  masalah yang tidak nyata, hal-hal yang tampak di mata kepala pun sangat sulit diungkapkannya ke dalam sebuah tulisan.

Yang paling memprihatinkan lagi bahwa ketidakmampuan memunculkan karsa dan karyanya itu bukan hanya sebatas pada orang awam, yang hanya memiliki sedikit ilmu. Akan tetapi, perilaku miris ini secara umum terjadi pada sosok yang mempunyai segudang ilmu dan wawasan, alias orang-orang yang berpendidikan tinggi dan menengah. Berapa banyak orang yang bergelut dalam lembaga pendidikan, yang setiap tahunnya generasi-regenerasi terus silih berganti, tapi yang menulis karya nyata dapat kita hitung dengan jari. Jika kita telusuri hal-hal yang diungkapkan secara lisan di dalam kehidupan sehari-hari, ide-idenya itu sebanding dengan penulis profesional. Namun, itu semua hanya sebatas omongan dengan bahasa-bahasa figuratif. Akan tetapi, menampilkan omongan tersebut ke dalam bentuk tulisan, apalagi karya (ilmiah) yang nyata, akan mengakibatkan mala petaka bagi dirinya.

Menyelisik kegamangan dan ketidakberdayaan para cendekia di dalam menumbuhkan karsa dan karya dalam dirinya, kiranya perlu adanya pemahaman dan pencerahan yang lugas. Jika tidak, ilmu menulis yang diterima sejak Pendidikan Dasar sampai Pendidikan Tinggi, bahkan dalam berorganisasai sekalipun itu hanya sebatas slogan saja. Tulisan orang lain terus bergulir sepanjang masa mengelilingi kehidupannya, sementara aksi menulis dalam dirinya berjalan di tempat. Artinya, tulisan-tulisan yang ditampilkan hanya sebatas catatan biasa seperti ketika guru mengimla bahan ajarnya. Untuk menghasilkan karsa dan karya tulis sendiri hanya sebatas mimpi.

Estimasi terhadap keganjilan daya menulis para pemilik ilmu semacam itu perlu segera diminimalisirkan. Mengapa demikian? Hal itu disebabkan semua hal yang akan diungkapkan sebenarnya tidak jauh dalam dirinya, bahkan melekat. Tinggal saja cara mensiasati terhadap munculnya ide yang harus didalaminya. Lalu...tindakan apa saja yang mesti digerakkan oleh penulis atau calon penulis pemula, sehingga semuanya nanti akan menjadi barometer baginya untuk meramu kata-kata menjadi sebuah tulisan yang bernas? Mungkinkah karsa dan karya itu akan dapat dimaniferstasikan secara runtut? Jawaban atas pertanyaan ini akan dapat memberi penanganan terhadap kekalutan yang dirasakan terutama oleh penulis pemula. Kiat penganan dimaksud dapat diperhatikan dalam pembahasan berikut ini.

Pemahaman Karsa dan Karya

Segala sesuatu yang akan diperbuat seseorang pasti tidak akan dapat dilakukannya dengan baik tanpa dimodali oleh ilmu pengetahuan atau pemahaman terhadap subjek dan objek yang digelutinya. Demikian juga dengan menyusun sebuah tulisan untuk berbagai keperluan. Sang calon penulis harus membekali diri terlebih dahulu dengan poin atau bahan yang akan ditulis. Jika tidak, nantinya akan sulit baginya, dan tidak tertutup kemungkinan perjalanan menggores gagasan berhenti di tengah jalan, bahkan tidak tuntas sama sekali. Akhirnya, kekecewaan menghantui dirinya.

Baca juga: Aksi Meraih Mimpi

Untuk itu, pemahaman terhadap "Karsa dan Karya" wajib diketahuinya. Dalam hal ini pihak STIKes  Buleleng dalam situsnya menyatakan bahwa "... Karsa adalah kehendak/tekad yang menggerakkan segala cipta dan rasa itu terlaksana", https://stikesbuleleng.ac.id. Sementara karya adalah hasil perbuatan atau hasil ciptaan (KBBI). Diakses dan dikutip 8 Desember 2023 pukul 08.00 WIB.

Kedua sumber tersebut memberi pemahaman singkat terhadap karsa dan karya. Sungguhpun begitu, kita dapat menyatakan bahwa yang dimaksud dengan karsa adalah suatu kehendak atau keinginan yang harus diukir dalam diri penulis. Dengan adanya kehendak yang membaja akan dapat menimbulkan energi ke arah terciptanya karya. Demikian juga dengan karya/hasil ciptaan. Ini benar-benara terwujud sesuai dengan jenis dan ragam tulisan yang diharapkan. Semua itu harus diusungkan secara sistematis dengan bahasa yang efektif.

Senantiasa Bersikap Positif

Sikap merupakan modal utama dalam berbuat. Setidaknya terdapat tiga sikap di dalam diri seseorang, yaitu sikap positif, sikap negatif, dan sikap manasuka. Guna dapat memanifestasikan karsa dan karya ke lingkup yang baik dan sempurna, maka sang calon pengarang harus menunjukkan sikap positif. Bahkan, dia harus optimis terhadap keberhasilan yang akan dilakukannya.

Sikap positif ini akan muncul secara fundamental apabila sosok pribadi juga berpikiran positif. Kejernihan pikiran akan berdampak positif terhadap sikap yang ditimbulkannya, yaitu bersikap yang jernih jua. Demikian juga sebaliknya, bila pikiran selalu dalam kondisi kacau-balau apalagi brutal, maka sikap pun akan terungkap semacam itu. Secara kasat mata, sedikit mengulang kaji pengalaman penulis ketika berada di bangku kuliah. Sebagian rekan kadang menunjukkan perasaan mendongkol terhadap tugas menyusun makalah yang disampaikan oleh Dosen pengampu mata kuliah tertentu. Mereka menganggap itu merupakan suatu beban yang terpaksa dipikulnya. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan tugas tersebut akhirnya harus diminta tolong kepada orang lain atau mengupahkannya. Alhasil, karsa dan karya yang syogianya dapat ditumbuhkannya, ternyata tak dapat bersahabat dengannya.

Mengapa begitu? Ini dikarenakan "sikap positif" dikesampingkan di dalam berkarya. Intinya, dalam mengharapkan kehadiran karsa dan karya, sikap positip syarat yang patut dibina. Apabila sebaliknya yang terjadi, jangan bermimpi keduanya dapat berpaut secara sinergi.

Siasat Penumbuhan Karsa 

Segala sesuatu yang akan dikreasikan perlu memiliki dasar yang kokoh. Terlebih bila ingin berinovasi dalam bentuk karangan atau tulisan. Para penulis senantiasa mengasah, mengasih dan mengasuh kebulatan hatinya itu (tekad) di dalam mengukir karya yang diinginkannya. Mau berinovatif tentu harus berpikir secara inovatif pula. Kalau tidak, segalanya akan buyar dan takkan mencuat ke permukaan. Untuk itu, membangkitkan dan menyuburkan "karsa" suatu keharusan yang tidak boleh tawar-menawar.

Terus..., apa yang menjadi kunci di dalam usaha menumbuhkan karsa itu? Selain yang telah penulis paparkan pada bagian sebelumnya (bersikap positif), berwawasan nusantara adalah cara eksklusif tumbuh-kembangnya karsa tersebut. Kita boleh beroimisili di mana saja, termasuk di kampung misalnya. Akan tetapi, pikiran dan cara pandang tidak boleh kampungan. Wawasan sesering mungkin kita perluas. Perhatikanlah fenomena yang terjadi di sekeliling kehidupan kita. Tataplah dan tangkaplah kemajuan-kemajuan yang terukir pada diri pengusaha, penggembala, pemelihara, baik secara lokal, nasional bahkan internasional dan lembah-lembah kesuksesan lainnya. Dengan begitu, pundi-pundi karsa itu akan hadir secara otomatis ke dalam jiwa kita, yang akan dapat kita jadikan pilar dalam berkarya.

 

Langkah Melahirkan Karya 

Guna mengembangkan karsa ke arah terwujudnya karya tulis memang tidak seperti membalik telapak tangan. Dalam hal ini tentu ada sisi cerah dan ada sisi gelapnya yang tak dapat dipungkiri. Saat menemukan kecerahan, menghasilkan sesuatu itu cukup mudah. Namun, ketika dibentang dengan kegelapan, sekuat apa pun tenaga jiwa raganya akan terkulai. Mendatangkan dan menghidupkan karsa ke arah terciptanya karya tulis yang baik dan benar, hendaklah mencermati langkah-langkah akurat yang dapat dikucurkan secara pro-aktif.

Adapun langkah-langkah yang mesti dibudayakan pada diri penulis antara lain adalah: Pertama, memperbanyak kosa kata yang berkenaan dengan masalah yang akan diungkapkan ke dalam tulisan. Dengan terkumpulnya perbendaharaan kata-kata yang relevan dengan tema yang akan diusung, maka sang penulis tidak akan terbata-bata di dalam menuntaskannya. Tulisan akan cerah karena kayanya khazanah kosa kata yang didambakan. Untuk itu, iqrak satu-satunya jalan pengumpulan kosa kata. Kedua, mengutamakan yang aktual. Apabila sang penulis ingin memproduksikan artikel populer misalnya, penulis harus jeli dalam membidik masalah-masalah baru yang kian mengudara dalam berbagai aspek kehidupan. Dengannya, keinginan pemabacanya meninggi dibandingkan dengan hal-hal yang telah berlalu.

Seterusnya yang ketiga, penulis hendaklah memperteguh keberanian untuk mencoba mencipta. Dalam hal ini, percaya diri atau optimis harus dikedepankan daripada ragu-ragu atau pesimis. Manakala rasa percaya diri itu telah tersemat di dalam jiwanya, tantangan apa pun akan dihadapinya dengan bijak, yang penting tujuannya tercapai. Keempat, sang penulis penting menjaga fokus saat menciptakan karyanya itu. Masalah apa saja yang akan diungkapkan, fokus lumrah dijadikan teman setia. Bila fokusnya hilang, daya cipta akan terbang melanglang buana ke arah yang tak diharapkan. Ini menandakan bahwa fokos itu menjadi patokan di dalam menulis. Kelima, memotivasi diri. Agar penulis mampu bergerak ke arah lahirnya tulisan/karangan, dia wajib memotivasi dirinya untuk menulis. Secara psikologis, tak kan berarti motivasi dari luar andaikata motivasi dari dalam  dirinya tak pernah ada.

Selain kelima  langkah tersebut, yang tak kalah penting diacu adalah berlapang dada. Perkara kritikan mungkin akan dilontarkan oleh pembaca nantinya. Pemilik karangan atau tulisan jauh-jauh hari layak untuk mewanti-wanti akan adanya bisikan pro dan kontra terhadap tulisannya itu. Sehingga, apabila memang itu terjadi ketimpangan dalam diri pembaca, kita sebagai pemiliknya akan merasa aman menghadapinya.

Kritikan apa pun yang bakal muncul, kita harus waspada dan dapat menerima dengan senang hati. Karena sesungguhnya, kritikan itu biasanya wujudnya bersifat konstruktif. Penulis yang kritis adalah pembaca yang kritis. Sudah pasti kritikan tersebut bertujuan agar sang penulis lebih berhati-hati di dalam menalar ke dalam semua alur yang dikreasikan. Mungkin yang dikritisi itu masalah data atau fakta, bahkan juga kata-kata yang kurang relevan dengan objek atau subjek yang disuguhkan atau diunggah dalam karya dimaksud. Andaikan memang terjadi seperti usutan/hasutan pembaca, menunjukkan bahwa karya kita memang diminatinya. Hanya saja rubrik atau artikel-artikel selanjutnya akan lebih potensial, baik dari bahasa, data, dan fakta yang objektif.

Harmonisasi daripada paduan langkah-langkah konkret di atas di dalam menulis, kehadiran karya nyata tidak dapat diragukan. Gagasan demi gagasan setiap sub pokok bahasan akan dapat dikendalikan secara logis dan sistematis. Penulis akan merasa lega karena angan-angan meraih mimpi di dalam merangkai ide telah dapat dijangkau dengan baik.  

Simpulan

Karsa adalah modal petualangan sementara karya merupakan hasil dari berpetualang dalam hiruk-pikuk kata-kata. Bila niat petualangnya bersih, hasil yang didapatkan pasti jernih. Derap langkah akan terus terpaku apabila enggan berguru dan berburu dalam lingkup karya. Akhirnya, bekal yang terselubung dalam jiwanya  serta devisa dilema sekelilingnya tak kan mampu dikreasikannya. Mari...untuk mencoba berubah...!

Penulis adalah: Dosen STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun