Adapun langkah-langkah yang mesti dibudayakan pada diri penulis antara lain adalah: Pertama, memperbanyak kosa kata yang berkenaan dengan masalah yang akan diungkapkan ke dalam tulisan. Dengan terkumpulnya perbendaharaan kata-kata yang relevan dengan tema yang akan diusung, maka sang penulis tidak akan terbata-bata di dalam menuntaskannya. Tulisan akan cerah karena kayanya khazanah kosa kata yang didambakan. Untuk itu, iqrak satu-satunya jalan pengumpulan kosa kata. Kedua, mengutamakan yang aktual. Apabila sang penulis ingin memproduksikan artikel populer misalnya, penulis harus jeli dalam membidik masalah-masalah baru yang kian mengudara dalam berbagai aspek kehidupan. Dengannya, keinginan pemabacanya meninggi dibandingkan dengan hal-hal yang telah berlalu.
Seterusnya yang ketiga, penulis hendaklah memperteguh keberanian untuk mencoba mencipta. Dalam hal ini, percaya diri atau optimis harus dikedepankan daripada ragu-ragu atau pesimis. Manakala rasa percaya diri itu telah tersemat di dalam jiwanya, tantangan apa pun akan dihadapinya dengan bijak, yang penting tujuannya tercapai. Keempat, sang penulis penting menjaga fokus saat menciptakan karyanya itu. Masalah apa saja yang akan diungkapkan, fokus lumrah dijadikan teman setia. Bila fokusnya hilang, daya cipta akan terbang melanglang buana ke arah yang tak diharapkan. Ini menandakan bahwa fokos itu menjadi patokan di dalam menulis. Kelima, memotivasi diri. Agar penulis mampu bergerak ke arah lahirnya tulisan/karangan, dia wajib memotivasi dirinya untuk menulis. Secara psikologis, tak kan berarti motivasi dari luar andaikata motivasi dari dalam  dirinya tak pernah ada.
Selain kelima  langkah tersebut, yang tak kalah penting diacu adalah berlapang dada. Perkara kritikan mungkin akan dilontarkan oleh pembaca nantinya. Pemilik karangan atau tulisan jauh-jauh hari layak untuk mewanti-wanti akan adanya bisikan pro dan kontra terhadap tulisannya itu. Sehingga, apabila memang itu terjadi ketimpangan dalam diri pembaca, kita sebagai pemiliknya akan merasa aman menghadapinya.
Kritikan apa pun yang bakal muncul, kita harus waspada dan dapat menerima dengan senang hati. Karena sesungguhnya, kritikan itu biasanya wujudnya bersifat konstruktif. Penulis yang kritis adalah pembaca yang kritis. Sudah pasti kritikan tersebut bertujuan agar sang penulis lebih berhati-hati di dalam menalar ke dalam semua alur yang dikreasikan. Mungkin yang dikritisi itu masalah data atau fakta, bahkan juga kata-kata yang kurang relevan dengan objek atau subjek yang disuguhkan atau diunggah dalam karya dimaksud. Andaikan memang terjadi seperti usutan/hasutan pembaca, menunjukkan bahwa karya kita memang diminatinya. Hanya saja rubrik atau artikel-artikel selanjutnya akan lebih potensial, baik dari bahasa, data, dan fakta yang objektif.
Harmonisasi daripada paduan langkah-langkah konkret di atas di dalam menulis, kehadiran karya nyata tidak dapat diragukan. Gagasan demi gagasan setiap sub pokok bahasan akan dapat dikendalikan secara logis dan sistematis. Penulis akan merasa lega karena angan-angan meraih mimpi di dalam merangkai ide telah dapat dijangkau dengan baik. Â
Simpulan
Karsa adalah modal petualangan sementara karya merupakan hasil dari berpetualang dalam hiruk-pikuk kata-kata. Bila niat petualangnya bersih, hasil yang didapatkan pasti jernih. Derap langkah akan terus terpaku apabila enggan berguru dan berburu dalam lingkup karya. Akhirnya, bekal yang terselubung dalam jiwanya  serta devisa dilema sekelilingnya tak kan mampu dikreasikannya. Mari...untuk mencoba berubah...!
Penulis adalah: Dosen STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H