Tujuan utama masyarakat dan orang tua mengantarkan buah hatinya itu ke dayah atau pesantren adalah untuk menjadi manusia yang berguna. Bila pun setelah tamat nanti tidak menjadi "Ulama Besar" bagi yang laki-laki atau "Ustazah" bagi yang perempuan, pancaran ilmu yang mereka bawa dari dayah itu kian menjelma.Â
Sekurangnya setiap santri itu akan menjadi imam shalat di kampung halamannya ketika mereka kembali. Bahkan, yang paling mendasar mereka akan dapat mengimami ketika orang tuanya atau saudara meninggal dunia sekaligus senantiasa memanjat doa kepada sosok yang dicintainya itu. Begitu juga bagi santriwati.Â
Lalu..., apa yang terjadi seiring dengan jalannya waktu, khususnya bagi sebagian santri? Mungkinkah harapan tersebut akan dapat dirasakan oleh masyarakat atau orang tuanya nanti? Rasanya hal tersebut "jauh panggang dari api" apabila santri datang ke tempat itu bukan semata untuk menuntut ilmu. Apalagi sebagian mereka diperuntukkan sebagai penopang jalannya roda organisasi dayah secara silih berganti.
Waktu terus berlalu. Harapan dan doa orang tua atau masyarakat terus menggebu, sehingga kelak jiwa buah hatinya itu sarat dengan ilmu. Â Namun, adakalanya tumpuan harapan itu menjadi sirna saat menemukan sebagian santri berkelana di jalanan. Mengapa demikian? Bukankah mereka memang sengaja digiring ke tempat ibadah itu untuk menjadi panutan masyarakat kelak? Apa yang mereka lakukan di lembaga dayah sehingga harapan orang tua dan masyarakat musnah di persimpangan jalan?Â
Nah ..., Guna merespons berbagai isu melalui berbagai pertanyaan, kupasan berikut akan dapat memberi gambaran nyata terhadap fenomena yang terjadi di lapangan. Dengan begitu, masyarakat dan orang tua akan memahami yang sesungguhnya keberadaan sang buah hatinya itu. Â Â Â
Kehadiran Calon SantriÂ
Nah ..., kehadiran para calon santri dari berbagai penjuru daerah merupakan harapan dan dambaan pendiri dan pemilik pesantren atau dayah dimaksud. Guna mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan, tentu berbagai upaya dilakukan oleh pihak lembaga.Â
Sarana-prasarana pondok ditingkatkan, pendekatan persuasif dioptimalkan, bahkan upaya menjemput bola pun tidak tertutup kemungkinan untuk dilakukan. Semua itu adalah bertujuan untuk meningkatkan kuantitas peserta santri yang meminati serta memondok di pesantren atau dayah yang dikelolanya.
Prinsip utama berkumpulnya para santri di suatu dayah sebagaimana upaya di atas adalah untuk menimba ilmu agama. Mereka dibekali dengan berbagai pengetahuan sesuai dengan kurikulum dayah masing-masing.Â
Pengasuh atau pengampu bahan pembelajaran pun sesuai dengan latar belakang ilmu yang mereka miliki. Sehingga, pewarisan pengalaman, pengetahuan, serta wawasan bernuansa agama pun kian disulutkan kepada para santri yang menekuninya. Hal tersebut dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan masing-masing jenjang, mulai tingkat dasar ke tingkat yang paling tinggi sebagaimana yang diprogramkan.
Petualangan menyantri dan memondok pun terus berjalan seiring dengan perputaran waktu sekaligus menikmati berbagai panorama dayah yang mereka gandrungi. Pengalaman mengayuh bahtera dayah juga kian mewarnai terhadap eksistensi lembaga yang dikayuhnya.Â