Mohon tunggu...
Marzuki
Marzuki Mohon Tunggu... Guru - Guru sains di Dinas Pendidikan Kabupaten sumenep

Senang berkolaborasi dan berguru kepada siapa saja.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Pemimpin Pembelajaran yang Adil Sesuai Wasiat Ki Hadjar Dewantara

21 Oktober 2022   13:33 Diperbarui: 21 Oktober 2022   13:37 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Para pembaca yang budiman, Dari pengalaman bekerja pada institusi pendidikan, memang dilema etika adalah tantangan berat yang harus dihadapi dari waktu ke waktu, seorang guru yang masuk kelas dengan rancangan pembelajaran seadanya atau semau gurunya, secara aturan tentu sah-sah saja karena tidak ada aturan yang dilanggar namun dari kebermaknaan pembelajaran akan terasa kering, pertanyaan selanjutnya adalah apakah kita akan mengajar semaunya atau mencari bentuk lain agar hadir kebermaknaan pembelajaran? Semua kembali kepada hati nurani kita masing-masing.

Ketika kita menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasar yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup. Selanjutnya jika berangkat dari contoh diatas maka seorang pemimpin pembelajaran dituntut untuk membuat keputusan yang terbaik seadil-adilnya.

 "Dan apabila kamu berkata maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat[mu]"(Qur'an Surat Al-An'am: 152) Lebih lanjut Quraish Shihab menjelaskan kata 'adl di dalam kalimat diatas mengandung arti "perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan hak-hak itu kepada setiap pemiliknya". Pengertian inilah yang didefinisikan dengan 'menempatkan sesuatu pada tempatnya' atau 'memberi pihak lain terhadap haknya melalui jalan yang terdekat. Lawannya adalah 'kezaliman', yakni pelanggaran terhadap hak-hak pihak lain.

Agar keputusan dari seorang pemimpin pembelajaran yang adil atau minimal mendekati keadilan maka dasar pengambilan keputusannya harus jelas. Ada tiga prinsip dasar dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran dalam menghadapi bujukan moral atau dilemma etika yaitu pertama harus sesuai dengan kebenaran universal, kedua berdasar kebutuhan murid, dan yang ketiga adalah  tanggungjawab.

Kemudian yang penting untuk diketahui adalah Secara umum paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini: 1. Individu lawan kelompok (individual vs community) 2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy), 3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) 4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term).

Dari keempat paradigma tersebut mari kita telaah paradigma yang terakhir yaitu jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term), boleh jadi sebuah keputusan sangat cocok pada keadaan zaman dan keadaan alam saat itu tetapi mengalami "penyusutan" pada saat ini atau yang akan datang, contoh Kurikulum KBK, KTSP dan Kurikulum 2013 tentu cocok dengan zaman dan alamnya pada waktu itu yang menitikberatkan pada konten materi, tetapi hari ini dimana kita berjalan pada era industri 5.0 maka harus ada paradigma baru pembelajaran yang memerdekakan yaitu pembelajaran yang tidak hanya menitikberatkan pada selesainya konten materi pembelajaran tetapi lebih kepada kemerdekaan murid berproses membangun pengetahuannya dan mengembangkan diri sesuai potensi mereka.

Memang berat mengambil keputusan untuk berubah mengingat pembelajaran pada tiga kurikulum sebelumnya yang telah "mendarah daging", guru terbiasa memberikan pembelajaran dengan murid-murid duduk manis di bangku dan guru berceramah, namun pada kurikulum paradigma baru hari ini semuanya seolah dibalik, pembelajaran yang berpusat kepada murid dan sesuai kebutuhan mereka, dimana murid perlu terlibat dalam perencanaan, proses, refleksi dan evaluasi pembelajaran.

Pertanyaannya adalah apakah kita akan memakai pola lama atau mengikuti perubahan? Apakah kita akan keluar dari zona nyaman kemudian move-on menuju paradigma baru yang sesuai dengan perubahan zaman dan keadaan alam? Ingatlah bahwa murid akan menghadapi zaman dan keadaan alam yang berbeda dengan kita hari ini.

Untuk mewujudkan pemimpin pembelajaran yang adil sesuai wasiat Ki Hadjar Dewantara diperlukan kerja kolaboratif semua pihak khususnya pemangku kepentingan dalam hal ini para pemimpin negeri ini perlu bahu membahu memberikan dukungan lahir dan batin karena di tangannyalah palu kebijakan pendidikan ditentukan.

Para kepala sekolah sebagai pemimpin institusi dan pengawas bina sebagai mitra kepala sekolah juga perlu melakukan  supervisi akademik dengan gaya coaching berdasar pada kemitraan sehingga guru sebagai coachee merasa nyaman karena komunikasi yang terbangun berdasar asas kesetaraan. Keterampilan coaching akan membantu karena dalam proses coaching seorang Coach akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mampu membangkitkan potensi coachee, kemudian memprediksi hasil, dan melihat berbagai opsi sehingga dapat mengambil keputusan dengan baik.

Kemudian yang tidak kalah penting adalah dalam pengambilan keputusan diperlukan kompetensi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills) untuk mengambil keputusan, diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindful), sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun