Mohon tunggu...
Maryati
Maryati Mohon Tunggu... Lainnya - Selalu optimis dan menebar kebaikan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ibu dari 4 orang anak, sebagai sinden dan pemandu "Upacara Adat Sunda" di Kepri. Pernah menjadi guru les/privat di rumah sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Jodohku Bukan Orang Kaya namun Satu Suku

28 Januari 2021   01:14 Diperbarui: 28 Januari 2021   07:41 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jodohku Bukan Orang Kaya Namun Satu Suku

Oleh Maryati

Kisah yang mengharukan karena harus berjodoh dengan laki-laki yang baru kenal dan tidak memiliki pekerjaan ataupun uang. Juga harus merantau ke Batam  tanpa ada yang di tuju.

Cerita berawal dari hubunganku dengan seorang pria yang baik, orang tuanya baik, saudaranya juga pada baik, namun ibuku tidak setuju terhadapnya karena mereka berasal dari golongan orang kaya. Ibuku tidak mau lagi punya besan orang kaya karena sering merasa disepelekan dikucilkan dan kadang hinaan.  Jadi orang tuaku merasa trauma, makanya aku tidak diizinkan lagi berhubungan dengannya.

Lalu setelah lulus SMEA, aku lanjut ke jenjang Diploma satu (D1). Saat masih menempuh kuliah satu tahun entah apa yang terjadi pada diriku sehingga aku pernah bermimpi naik pesawat. Lantas itu aku melihat banyak orang berkerumun, tetapi rambut, warna kulit,  dan cara bahasa mereka berbeda-beda

Saat itu aku tidak menghiraukannya dengan mimpiku itu. Bahkan hampir melupakannya tapi dapat merasakannya naik pesawat  yang besar itu ternyata enak.

Kuliahku selesai, lalu aku bekerja dari satu PT ke PT lain. Tiba-tiba kawanku datang, dia adalah kawan waktu SD dan juga waktu kuliah. Dia mengajakku untuk mencari lowongan kerja ke Depnaker. ternyata di Depnaker banyak lowongan kerja yang penerimaan ke Batam bukan untuk di dalam  Kota.

Akhirnya aku berangkat ke Batam dengan masa kontrak kerja dua tahun, sementara kawan SD-ku tidak jadi berangkat lantaran Bapaknya tidak menyetujuinya secara mendadak. Dan akupun pergi  tanpa dia.
Aku berangkat bersama rombongan dari Bandung dan Cirebon, dengan menaiki pesawat Garuda. Setelah turun dari pesawat,  barulah teringat akan mimpiku tahun sebelumnya sewaktu kuliah.

Setelah hampir dua tahun kurang sebulan, tiba-tiba Ibu meneleponku lewat telepon rumah saudara depan rumah di kampung dengan cepat. Ibu memintaku untuk pergi ke Wartel malam pukul 21.00 biar agak murah bayarannya. Ternyata  Ibu mau menjodohkanku dengan seseorang yang bernama Sertu Asep.

Ibuku mengatakan bahwa aku harus segera pulang pada bulan Agustus 1998 sedangkan masa kerja habis kontrak di bulan September 1998. Lantas aku bingung mau ngomong apa pada ibuku, jika aku menerima lamarannya berarti aku harus menerima perjodohan. Sedangkan aku paling tidak suka kalau dijodohkan. Lalu aku mengakhiri telepon dengan mengatakan pada Ibuku bahwa aku bisa menjawabnya besok malam

Akhirnya aku bisa berpikir selama semalam bagaimana caranya supaya tidak menyakiti perasaan tiga pihak yaitu aku, Ibu, dan Sertu Asep. Aku mencoba memberanikan diri dan menghubungi Ibuku lagi. Aku memanggilnya Emak.

 "Assalamu'alaikum Ema"

"Wa'alaikumussalam, jawab Ibuku.

Sebelumnya saya mohon maaf ya mak,  bahwa saya tidak bisa pulang sebelum masa kontrak kerja habis, lagian saya harus diperpanjang lagi satu tahun. Jadi saya baru boleh pulang tahun depan Mak.

Oh, begitu, ya sudah kalau memang begitu Mak tidak bisa memaksa juga. Cuma Emak minta kalau bisa, usahakan sudah dapat calon suami pilihan sendiri ya! Kalau kamu tidak mau dijodohin.
Baik Mak, inshaallah saya bisa memenuhi pemintaan Ema. (Itu isi percakapanku ). Ternyata setelah kontrak kerja habis, aku betulan di suruh memperpanjang lagi setahun. Itupun hanya empat orang saja yang di suruh diperpanjang. Padahal teman-teman yang lain ingin diperpanjang juga.

Singkat cerita, aku mulai berdo'a  setiap habis melaksanakan Shalat lima waktu dengan dua permintaan kriteria pasanganku yaitu mendapatkan laki-laki yang satu suku dan satu agama. Pernah juga aku mengatakan pada Ibuku, bahwa aku punya teman cowok orang Sumatera. Namun Ibuku langsung membalasnya dengan penolakan dan berkata  "Kalau mendapatkan jodoh orang sebrang nanti susah pulang " kata Ibuku.

Suatu sore aku akan pergi mengaji ke luar kompleks bareng teman bekas  satu PT  dulu. Tapi kami ketinggalan bis jemputan,  jadinya kami pergi ke pengajian yang membahas pengajian umum, masjidnya berada di kawasan tempat kami bekerja. Bisa ditempuh dengan jalan kaki sekitar 10 menitan.

Setelah kajian umum selesai kami dengarkan,  kami berdua melirik jilbab yang dijual di Bazar bertempat di halaman masjid Nurul Islam. Entah apa maksud si penjual jilbab itu kok minta alamat Dormitory ku. Padahal tadi aku sudah mengomeli dia gara-gara kemahalan menjual jilbabnya. Aku mengatakan padanya bahwa "jilbab yang kaya ginianmah Aa, kalau di Bandung cuma 12.000an" kalau Aa jual 27.000 itu terlalu mahal Aa. Terus baru kali ini deh saya bertemu sama orang yang satu suku pelitnya seperti Aa.

Namun akhirnya aku beritahu juga alamat tempat tinggalku sambil cepat-cepat, tapi dia seperti tidak asing lagi mendengar alamat yang saya sebutkan dengan cepat banget. Dan meminta nama yang mau di kunjungi karena dia mau mencari tetangganya yang sama-sama dari Garut. Yang kebetulan ada angkatan Garut yang baru datang.

Cerita berlanjut setelah satu bulan aku memohon do'a, ternyata tiba-tiba aku dapat kabar dari tetangga Dormitory Muka Kuning Batam yang satu angkatan, bahwa tadi sore ada seorang laki-laki ganteng menanyakanku. Berhubung di Dormitory tempat tinggalku tidak ada yang  ke luar jadi tetanggakulah yang menerima sepucuk kertas yang bertuliskan alamat dari laki-laki itu. Tulisannya sangat rapi.

Akhirnya aku mencoba menghubungi nomor telepon tersebut sesuai jadwal yang dia minta. Alhamdulillah langsung menyambung. Dari obrolan tersebut dia akan menemuiku lagi. Diapun mengatakan padaku bahwa dia adalah orang yang berjualan jilbab di Masjid Nurul Islam sebulan yang lalu.(aku sempat gak percaya dan mengingatnya siapa dia).

Setelah tiba di Dormitory aku baru mengingatnya padahal sewaktu di wartel tidak ingat sama sekali. Dia adalah orang yang aku omeli saat dia jualan jilbab dengan harga yang terlalu tinggi. Tukang  jilbab itu pun berjanji mau menemuiku lagi pada hari Sabtu atau Minggu malam.

Akhirnya aku sempat menunggu dua pekan, tapi dia tidak kunjung datang. Aku masih tetap berdo'a supaya dapat jodoh pilihanku sendiri. Karena waktu habis kontrak tinggal 6 bulan lagi. Si tukang jilbab belum juga datang, padahal aku penasaran banget gantengnya seperti apa. Sebab waktu jumpa di Masjid itu, cahaya lampunya tidak terlalu terang jadi muka dia tidak begitu jelas.

Yang ditunggu si tukang jilbab tapi yang datang malam minggu malah tukang katering.   Katering bagian Adminnya. Aku mencoba menemuinya beberapa kali mana tahu itu jodohku, sambil  menguji kesabarannya. Ternyata dia sedikit tingkat kesabarannya, saat dia datang aku tidak mau menemuinya lagi. Akhirnya dia mundur dan tidak lagi mendekatiku.

Pucuk dicinta ulampun tiba, datanglah si tukang jilbab.

"Tok tok tok,  Assalamu'alaikum "

"Wa'alaikumussalam" siapa ya ?

Saya yang pernah di telepon itu, yang jual jilbab.

Oh, iya silakan duduk.
Akhirnya dia duduk di kursi yang berada di teras luar. Akhirnya kami mengobrol, dan aku sambil mengingat wajah dia yang sebelumnya  pernah bertemu. Aku mengingatnya dengan ada tanda di jidat  sama tahi lalat di atas bibir dan bulu matanya yang lentik. Tapi aku benar-benar lupa.

Waktu berlalu begitu saja,  empat bulan lagi habis kontrak kerjaku. Aku jatuh sakit, dan sekujur tubuhku rasanya hancur tapi aku tidak mau di rawat di RS. Si penjual jilbab pun tidak juga main ke rumah lagi. Di saat lagi parah-parahnya rasa sakitku. Tiba-tiba di luar ada yang ketul pintu, dia pun menanyakanku. Tapi aku tidak mau menerima dia kalau hanya untuk mempermainkan perasaanku.

Akhirnya aku menyuruh teman-temanku supaya dia pergi dari rumahku. Seperti apa yang aku lakukan ke tukang Catering itu. Namun orang ini sungguh berbeda. Dari pagi di usir hingga larut malam menjelang siang, dia hanya duduk terdiam sambil membaca koran diluar. Sesekali dia pamitannya untuk Shalat dzuhur, Ashar, dan magrib, lalu datang lagi dan duduk lagi di kursi teras.
 
Akhirnya aku yang luluh dan merasa bahwa dia adalah jodohku yang dikirim untukku. Kutemui dia setelah Shalat Isya sambil tergopoh-gopoh jalanku karena masih sakit. Setelah  10 menit kami mengobrol, tiba-tiba dia menawarkan jasa padaku untuk memijit tulang belakang dan tulang kaki. Namun aku menolaknya karena tidak biasa dipijit dan merasa risik. Tapi dia ngotot ingin menolongku sambil berkata" Anggap saja aku ini kakakmu."

Akhirnya aku mau setelah di bujuk teman-teman biar lekas sembuh . Di sela pijitan itu aku teriak-teriak kesakitan dan hanya ditertawai oleh kawan-kawan sekamarku. Malah setelah melakukan pijatan terhadapku, si tukang jilbab itu mengatakan suka padaku. Aku hanya terdiam.

Alhamdulillah keesokan harinya, seluruh rasa sakitku sudah hilang. Dan akupun kembali bekerja lagi selama 2 bulan karena satu bulannya lagi sisa cuti yang harus di rumahkan sebelum habis kontrak.

Akupun habis kontrak tepat tanggal 27-09-1999 langsung pulang ke Bandung naik pesawat Garuda lagi. Dia pun menyusul bulan November. Akhirnya kami langsung menikah tanpa tunangan pada tanggal 30-01-2000. Setelah tiga hari menikah suamiku bercerita tentang masa lalu padaku. Dia adalah orang yang aku omeli di tahun 1997 sewaktu dia jualan boneka. Suamiku juga membenarkan perkataanku tentang harga jilbab itu modalnya 12.000 dari Bandungnya. Aku hanya tersenyum mendengar ceeitanya dan mengatakan padanya"Pantesan kalau begitu aku memang merasa bahwa  kita pernah jumpa sebelumnya  sewaktu Aa bertamu pertama kali ke Dormitory."

Umur pernikahan kami baru tiga bulan, tapi kami bertekad untuk memulai hidup yang serba baru, pekerjaan mulai mencari yang baru,  rumah kontrakan yang baru, teman-teman baru dan tetangga baru. Merantau adalah solusinya, walau tanpa pekerjaan. Kami hanya membawa uang untuk makan sebulan. 

Tidak termasuk untuk bayar kos-kosan. Minta bantuan pun pada siapa karena tidak satu pun saudara di rantau. Teman kerjaku tidak ada yang diberi tahu bahwa aku ke Batam lagi. Kedua orang tua pun tidak di beri tahu kalau kami dua-duanya menganggur. Apalagi suamiku ternyata seorang pengangguran.

Sengaja memang aku tidak menanyakan kepada calon suamiku sebelum menikah, tentang hal duniawi. Karena takutnya batal pernikahan. Lagian aku cuma minta dua permintaan yaitu satu suku dan satu agama. Jadi aku harus konsisten atas permintaanku itu. Dan pastinya bakalan di beri restu kalau oleh orang tuaku, kalau calon suamimu orang miskin.

Tapi dengan niat yang tulus, walau perkawinan hanya dengan modal cinta dan keimanan,  alhamdulillah rumah tangga kami berjalan dengan lancar dan damai. Walau harus melalui jalan yang terjal dahulu di awal pernikahan. Kini kami dikaruniai dua pasang anak dan suamiku sekarang sudah menjabat  sebagai pemimpin perusahaan bahan bakar, tidak lagi pengangguran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun