Mohon tunggu...
Marisa Dwi Kusuma Wardani
Marisa Dwi Kusuma Wardani Mohon Tunggu... Freelancer - Public Relation || Mantan Jurnalis

Tukang ngemil dan ngomel bagi sebagian orang. Sangat tertarik dengan tumbuh kembang anak, kesehatan serta sesuatu unik, bernilai dan viral.

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Mengenal Wongsonegoro, Tokoh yang Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional

20 November 2024   13:28 Diperbarui: 21 November 2024   09:31 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Narasumber dalam Seminar Nasional di FIB UI | Sumber : Humas Dinsos DKI

Kiprah di Kabinet Pemerintahan dan Kontribusi di Parlemen

Wongsonegoro memegang berbagai posisi penting dalam kabinet pemerintahan Republik Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri pada masa Kabinet Hatta II, Menteri Kehakiman di Kabinet Natsir, serta Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan dalam Kabinet Sukiman. Selama masa jabatannya, ia memperjuangkan integrasi pendidikan, pendirian Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN), dan mendukung inklusivitas pendidikan bagi penyandang disabilitas.

Sebagai Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo I, Wongsonegoro memainkan peran penting dalam stabilitas politik, termasuk dalam penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955. Setelah kabinet ini berakhir, ia mulai fokus pada spiritualitas dengan menginisiasi Kenduri Nasional Pertama pada tahun 1956.

Jelang Tutup Usia, Aktif Kegiatan Rohani

Tahun 1955, ia mendorong penyelenggaraan Kongres Kebatinan tingkat nasional di Semarang. Tak kurang dari 70 aliran kepercayaan dari seluruh Indonesia hadir dan menyepakati berdirinya Badan Koordinasi Kebatinan Indonesia (BKKI). Pada kongresi itu, Wongso diangkat menjadi ketuanya. Pada kongres itu, Wongso memberikan penegasan tentang kedudukan aliran kepercayaan (Subagya, 2002: 42):"Agama dan Kebatinan (Kepercayaan): Kedua-duanya mempunyai unsur yang sama yaitu panembah (kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa) dan budi luhur. Perbedaannya adalah hanya terdapat pada stress atau tekanannya. Bagi agama stressnya diberikan kepada panembah (Tuhan) sedangkan pada kebatinan memberikan tekanan pada tercapainya budi yang mulia dan kesempurnaan hidup". Kedekatannya dalam aliran kebatinan terlihat dari kepribadian sehari-harinya. Wongso selalu menunjukan sikap-perilaku terpuji seperti kesederhanaan, keselarasan, kejujuran, patriotisme, disiplin dan sangat religius hingga wafatnya pada tanggal 4 Maret 1978 dalam usia 81 tahun. 

Sikap perilaku semasa hidupnya dituliskan pada monumen makamnya di Astana Kandaran, Sukoharjo, yang berbunyi "Janma Luwih Hambuka Tunggal, " yang berarti orang yang mempunyai kemampuan lebih akan selalu mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. Selain itu, dituliskan juga "Haruming Sabda Haruming Budi," yang berarti orang yang selalu bertutur kata baik dalam arti yang benar, menggambarkan pribadi orang yang berbudi luhur.

Nama Wongsonegoro juga diabadikan sebagai sebuah nama rumah sakit di Semarang pada 2017 lalu, yakni RSUD KRMT Wongsonegoro, yang sebelumnya bernama RSUD kota Semarang. Hendrar Prihadi, yang saat itu menjabat sebagai Wali Kota Semarang, mengatakan, pengukuhan nama Wongsonegoro, dirasa sangat tepat, karena sosok Wongsonegoro, merupakan pembela rakyat kecil.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun