Pasukan yang besar tidak selalu membuahkan kemenangan. Semakin besar koalisi, tidak menjamin kemenangan. Hari ini, masyarakat Indonesia masih lebih memilih figur, bukan partai politik.Â
Apalagi tingkat kepercayaan terhadap partai politik dan anggotanya di parlemen tidak signifikan. Berbagai skandal korupsi dan transaksi politik untuk tujuan pihak tertentu (bukan untuk rakyat pada umumnya) membuat dua institusi tersebut (baca: partai politik dan parlemen) kurang membuat masyarakat bersimpati.Â
Rakyat lebih suka memilih figur. Sehingga menjadi hal yang wajar bahwa penentuan Capres dilihat berdasarkan hasil survei figur.
Hal ini bisa dilihat dalam Pilpres tahun 2019. Koalisi Parpol pengusung pasangan Prabowo-Sandiaga Uno adalah koalisi terbesar mengalahkan pengusung Koalisi Parpol Jokowi-Ma'ruf Amin. Akan tetapi hasil Pilpres dimenangkan oleh pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Hanya saja keuntungan koalisi besar adalah membuat Capres dan Wakilnya akan terbantukan dalam kampanye, baik dari segi pendanaan dan juga tim di lapangan sehingga mempermudah sosialisasi atas figur yang diusung.
Koalisi Besar Penting Dalam Pembentukan Pemerintahan
Pohon akan kokoh dan kuat jika akar-akar penyokong kuat. Koalisi besar sebenarnya akan sangat penting ketika Pilpres telah usai yakni dalam pembentukan Pemerintahan yang kuat. Karena dalam sistem presidensial seperti yang berlaku di Indonesia, kekuatan partai politik besar di parlemen akan mendukung jalannya pemerintahan.
Pentingnya hal tersebut dapat dilihat pada Era Jokowi-Ma'ruf sekarang ini dimana mayoritas anggota DPR yang mewakili partainya masing-masing bergabung dalam barisan partai pendukung pemerintah. Jadi wajar kalau UU Cipta Kerja mudah diloloskan yang kemudian bermetamorfosis menjadi Perpu Cipta Kerja karena UU tersebut dibatalkan oleh MK.
Terlepas dari itu semua, kondisi politik tanah air masih akan berdinamika. Iklim politik masih sangat mungkin akan berubah bahkan hingga di detik-detik penentuan Capres dan Cawapres.
Â