Mohon tunggu...
Marwan
Marwan Mohon Tunggu... Penulis - Analis sosial dan politik

Pembelajar abadi yang pernah belajar di FISIP.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dari Italia ke Indonesia: Cerita Perkawinan Politik dan Olahraga

1 April 2023   13:22 Diperbarui: 2 April 2023   15:42 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: kalaliterasi.com

Menjelang dan setelah putusan FIFA tentang dicabutnya status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20, narasi tentang "jangan campurkan olahraga (sepakbola) dan politik" semakin terdengar. 

Narasi ini sebagai ekspresi kekecewaan para pihak yang tetap ingin membiarkan Timnas Israel bermain di Indonesia. Pasalnya, dengan membiarkan Israel main di Indonesia maka kita akan terbebas dari dicabutnya status Indonesia sebagai tuan rumah. 

Tapi benarkah olahraga/sepak bola benar-benar tidak tercampur dengan politik? Mari kita lihat contoh dinamika olahraga dan politik di Italia dan kemudian kita mencermati Indonesia.

AC Milan dan Kejayaan Politik Berlusconi

Menurut Tamr Bar-On (2014) dalam buku The World Through Soccer The Cultural Impact of a Global Sport, kesuksesan Berlusconi dalam pentas politik Italia disebabkan oleh andil yang besar dari Klub sepak bola AC Milan yang dimilikinya. 

Saat itu Milan di tengah kejayaannya. Kejayaan Milan ikut memberi dampak pada keberhasilannya terpilih menjadi Perdana Menteri (PM) Italia. Dia menyakinkan rakyat Italia bahwa keberhasilan Milan disebabkan oleh keberhasilannya juga sehingga ke depan Italia akan berjaya seperti kejayaan Milan. 

Dia mengasosiasikan diri sebagai Milan. Milan adalah Berlusconi. Berlusconi adalah Milan. Slogan-slogan Milan diintegrasikan dalam slogan Kampanye partainya, Partai Forza Italia. Hasilnya ampuh. Dia berjaya.

Kepentingan Politik dan PSSI

Sekarang mari bergeser ke Indonesia. Bagi saya, sangat sulit untuk mengatakan sepak bola Indonesia independen dari politik. Dari dulu ketidakberesan sepak bola kita karena banyaknya kepentingan politik yang ikut terlibat. 

Hal itu berdampak pada kurang maksimalnya kompetisi liga sepak bola kita hingga salah satu puncaknya adalah Tragedi Kanjuruhan Malang yang menewaskan lebih dari seratus orang. Bahkan disinyalir juga, salah satu pertimbangan FIFA untuk membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 adalah karena tragedi kanjuruhan tersebut. 

Frase "Tragedi" ini disebut dalam surat resmi yang dikeluarkan oleh FIFA. Walakin, FIFA tidak menyebut secara spesifik penyebab gagalnya Indonesia sebagai tuan rumah tersebut. Namun, ini merupakan indikator tentang buruknya manajemen persepakbolaan Indonesia.

Hal lain yang bisa dilihat adalah fenomena perebutan ketua PSSI dan Wakilnya dua bulan lalu. Akan sulit untuk mengatakan tidak ada hubungan antara Erick Thohir yang berjuang merebut ketua PSSI dan niatnya untuk menjadi calon presiden atau wakil presiden pada 2024 nanti. 

Lihat juga bagaimana terpilihnya Menpora saat itu, Zainudin Amali, sebagai wakil ketua PSSI. Amali terpilih dalam pemilihan putaran kedua setelah putaran pertama dianulir karena permainan politik yang begitu tampak.

Adalah sepak bola sebagai cabang olahraga yang memiliki jumlah penggemar (fan) terbesar di Indonesia. Kemampuan memainkan strategi dan taktik untuk menggunakan PSSI sebagai tunggangan dalam meraih tujuan politik akan menjadi salah satu senjata pamungkas untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas. 

Secara politik, jika kita kritis maka cukup banyak intrik politik sedang bekerja dengan memainkan emosional massa rakyat Indonesia.

Dalam pengamatan saya, umumnya pihak ini dan pendukungnya adalah pihak yang mengatakan bahwa politik tidak boleh dicampuradukan dengan olahraga. Tapi di sisi lain, mereka mencampuradukan keduanya.

Politik, FIFA, JIS dan Formula E

Mari kita balik ke belakang sebentar. Jakarta International Stadion (JIS) yang merupakan stadion terbesar di Indonesia dan bertaraf internasional tidak ditunjuk sebagai salah satu stadion yang akan digunakan di Piala Dunia U-20 jika jadi terlaksana. 

Merespon ini, mantan gubernur Anies Baswedan yang diasosiasikan sebagai gubernur yang mewariskan JIS ini menyatakan bahwa nanti setelah 2024 JIS akan dipakai, seperti yang dilansir oleh Republika. Respon ini memberikan isyarat bahwa ada alasan politis mengapa JIS tidak dipilih.

Keputusan tidak menjadikan JIS sebagai salah satu stadion untuk pertandingan U-20 dapat dibaca sebagai upaya menghindarkan imajinasi publik Indonesia pada Anies Baswedan. Pasalnya, sekali lagi: ingat kemegahan dan kesuksesan JIS maka ingat Anies. 

Sementara itu, pemerintah di bawah Presiden Jokowi tampak memosisikan diri sebagai oposisi terhadap Anies. Umum diketahui bahwa Ketua PSSI sekarang merupakan bagian dari pemerintah.

Untuk mempertegas lagi bagaimana politik dan olahraga terintegrasi adalah pada Formula E yang dibuat oleh Anies. Aroma politik di sini sangat menyengat. Sejak perencanaan hingga sampai terealisasi perhelatan tersebut, upaya penjegalan sering dilakukan. 

Bahkan pasca kegiatan, menurut investigasi Majalah Tempo, ada upaya dari pihak tertentu yang terlalu memaksa agar Anies diadili karena dicurigai melakukan praktik KKN dalam penyelenggaraan kompetisi internasional tersebut.

Oleh karena itu, bagi pihak tertentu yang menuding bahwa pihak yang menolak kehadiran timnas Israel tersebut sedang mencampuradukan olahraga dan politik, maka ini pernyataan standar ganda (hypocrisy). 

Benar dan jelas terbaca bahwa beberapa politisi seperti Ganjar dan I Wayan Koster (Gubernur Bali) dan partainya yang menolak kehadiran Timnas Israel memiliki tujuan politik. Ini sulit untuk dihindari. 

Namun, narasi untuk menuduh pihak lain jangan bermain politik dalam olahraga sementara pihaknya sendiri menggunakan olahraga untuk kepentingan politik, adalah tindakan yang tidak bijak.

Bahkan FIFA sendiri pun sangat berpolitik. Rusia dicoret dari kompetisi sepak bola sementara Israel dibiarkan. Padahal Palestina pernah mengajukan ke FIFA untuk melarang Israel dari kompetisi sepak bola tapi gagal, seperti dilansir oleh AlJazeera.
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun