Mohon tunggu...
Marwan
Marwan Mohon Tunggu... Penulis - Analis sosial dan politik

Pembelajar abadi yang pernah belajar di FISIP.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Melarang Gatot, Memperkuat Pengaruh Amerika di Indonesia

24 Oktober 2017   07:22 Diperbarui: 31 Oktober 2017   11:33 1234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indikasi itu bisa dilihat bagaiamana dokumen CIA beberapa hari yang lalu dibuka ke publik terkait peristiwa G30S/PKI yang ternyata melibatkan TNI dan beberapa ormas besar islam sehingga pelanggaran HAM terjadi. Dalam dokumen itu justru secara jelas mengatakan Amerika juga terlibat membantu TNI dalam pelanggaran HAM. Pertanyaan kemudian muncul: Kenapa Amerika membuka aibnya sendiri? Jawabannya jelas: Karena Amerika tidak mendapat efek negatif dari dipublikasikannya dokumen rahasia itu meskipun membuka boroknya sendiri, malah mereka memiliki agenda terhadap Indonesia yakni merusak citra TNI dan menciptakan instabilitas sosial.

Ini sekaligus pesan bagi militer Indonesia agar tetap setia menjalin kerja sama dengan Amerika, jika tidak ingin hal yang buruk lebih besar terjadi. Tidak bisa dimungkiri banyak petinggi militer Indonesia punya hubungan khusus dengan Amerika terutama bagiamana para petinggi itu pernah belajar keterampilan militer dan bersekolah di negeri super power ini. Hal itu bisa dilihat dalam sejarah dua presiden Indonesia, Jendral Suharto dan Jendral SBY ketika menjadi nahkoda negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia ini. Arah kebijkan luar negeri dua Presiden berlatar belakang militer ini sangat akrab dengan Amerika bahkan bisa dikatakan tidak ada tempat yang banyak untuk kepentingan negara yang berhaluan "kiri" seperti china di Indonesia.

Jadi sebenarnya dibukanya dokumen CIA tentang peristiwa G30S/PKI dan sempat dilarangnya jendral Gatot untuk memasuki wilayah Amerika adalah sebuah pesan politik yang ingin disampaikan oleh Amerika agar Indonesia terutama militer tetap menjaga ikatan yang kuat dengan Amerika.

Mungkin banyak orang yang melihat bahwa kasus ini merugikan jendral Gatot, tapi faktanya malah berkebalikan. Situasi ini justru menguntungkan pimpinan TNI ini yang menurut suvey-survey terakhir ditempatkan sebagi kandidat pontensial dan kuat untuk bertarung di pilpres 2019 nanti. Nama Gatot semakin melambung tinggi dan konsolidasi dukungan terhadapnya semakin kuat pasca kasus pelarangan ini. Inilah yang diinginkan Amerika.

Jendral Gatot sangat diinginkan Amerika untuk menjadi pemimpin Indonesia kedepan untuk membendung pengaruh China di Indonesia demi memenangkan pertarungan hegemoni di kawasan Asia pasifik, karena seperti disebutkan di awal bahwa Indonesia adalah negara yang penting dan strategis dalam keberlangsungan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas keamanan di kawasan ini. Singkatnya ini taktik Amerika untuk menguatkan posisi Gatot di kancah politik Indonesia. Apalagi tidak ada penjelasan terkait alasan pelarangan dan akhirnya pelarangan itu pun dengan sendirinya dicabut. Hubungan jendral Gatot dan panglima angkatan bersenjata AS pun disebut-sebut memiliki hubungan yang cukup dekat bahkan sebagai junior-senior.

Bukan alasan HAM dan demokrasi

Sebenaranya beberapa jendral Indonesia telah masuk dalam daftar pelarangan untuk memasuk wilayah Amerika. Biasanya karena keterkaitannya dengan pelanggaran HAM atau sejenisnya. Amerika melakukannya demi menjaga citra dan mengklaim diri sebagai negara pengaplikasi demokrasi dan HAM di dunia. Tapi benarkah demikian? Faktanya adalah Amerika berwajah ganda jika dihadapkan pada penerapan demokrasi dan HAM.

Jika ada yang mengatakan pelarangan jendral Gatot disebabkan kedekatannya dengan organisasi islam yang dilabelkan oleh banyak kalangan sebagai organisasi garis keras, misalnya FPI dan kawan-kawannya, maka ini bukalah alasan utama. Amerika dalam masalah HAM dan demorkasi adalah negara yang tidak konsisten. Mari buka lembar sejarah, tentang pemberontakan PRRI di Sumatrah terhadap Indonesia saat itu. PRRI mengusung ideologi islam yang selama ini diantisipasi oleh Amerika, namun justru mendapat dukungan dari negeri pemimpin blok barat saat itu.

Amerika melakukannya karena ingin menyingkirkan Sukarno yang cukup dekat dengan blok timur. Artinya ini bukan persoalan idealisme tapi ini persoalan kepentingan politik, yang tidak peduli apakah kucing hitam atau putih, asalkan bisa menangkap tikus. Tidak pedulil melanggar HAM atau tidak yang penting kepentingan bisa tercapai. Inilah prinsip politik luar negeri yang dimainkan Amerika selama ini.

Dengan kata lain insiden pelarangan yang kemudian telah dicabut pada jenderal Gatot untuk memasuki wilayah AS hanyalah pesan yang ingin dikirimkan oleh Amerika pada Indonesia terutama militer dan sekaligus menguatkan posisi jendral Gatot dalam konstalasi politik nasional.

~SK, 23 Oktober 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun