Diskursus mengenai kasus yang melibatkan HMI dengan Pak Thony Saut Situmorang (kedepannya saya menyebutnya: pak saut), wakil ketua kpk cukup mengemuka akhir-akhir ini. Sekali lagi, ini bukan antara HMI dan KPK, melainkan antara HMI dan pak saut sebagai pribadi meskipun pada diri beliau melekat posisi wakil ketua kpk. Jadi jangan artikan atau terjebak pada frame HMI vs KPK. Tapi HMI vs Pak Saut.
Saya tidak mau fokus pada perdebatan siapa yang salah atau respon dari anggota (kader) HMI atas pernyataan pak saut. Apalagi setelah pak saut menyampaikan permohonan maafnya secara terbuka dan tegas atas pernyataan yang dikeluarkannya. Ini sudah final, bahwa pak saut memang benar-benar salah dan mengakui kesalahannya. Tak perlu ada spekulasi lagi. Meskipun keterlambatan pak saut dalam penyampaian maaf terkesan kurang elok, baiknya sedari awal beliau sudah melayangkan permohonan maafnya. Apalagi ada kesan “terpaksa” memohon maaf, karena setelah ada desakan dari berbagai elemen terutama dari HMI dan alumni-alumni HMI yang tergabung dalam KAHMI. Bagaiamana jika tidak ada desakan? Entahlah. Tapi HMI, maafkanlah pak saut.
Baiklah, kita tidak perlu lagi terjebak pada diskusi itu. Terlepas dari kesalahan dan efek negatif atas pernyataan pak saut, Ada beberapa hal yang menurut saya, kenapa HMI harus berterimakasih pada pak saut. Berikut penjelasan saya:
Pertama, pak saut kembali memperkenalkan HMI secara nasional. Figure pak saut sebagai salah satu unsur pimpinan kpk sebagai lembaga yang selalu di wanti-wanti sebagai pahlawan dalam pemberantasan korupsi, merupakan sebuah “berkah” yang baik untuk HMI. Pernyataan pak saut dengan menyebut organisasi HMI semakin membuat nama organisasi mahasiswa tertua dan terbesar pasca kemerdekaan Indonesia ini semakin melambung tinggi. Apalagi dalam pernyataan yang kurang lebih “…….. mereka cerdas ketika kulia, kalau di HMI minimal yang ikut jejang pengkaderan LK 1…”.
Dari pernyataan ini pak saut memperkenalkan bahwa anggota-anggota HMI itu cerdas-cerdas meskipun baru mengikuti LK 1. Jika sudah LK 1 saja sudah sedemikian cerdasnya, apalagi jika sudah mengikuti tingkatan pengkaderan berikutnya LK 2 atau LK 3. Maka kecerdasannya akan lebih “gila” lagi. Karenanya berterimakasihlah pada pak saut.
Kedua, pak saut kembali memberitahukan kepada Publik (masyarakat) Indonesia bahwa jangan pernah menganggap remeh HMI atau hati-hatilah pada HMI. Jika HMI marah, Indonesia bisa bergejolak. Lihat saja, reaksi atas pernyataan pak saut yang menuduh secara over general bahwa anggota HMI ketika menjadi pejabat maka menjadi koruptor kelas kakap. Atas pernyataan itu tidak hanya anggota HMI yang masih aktif dalam kepengurusan di ratusan cabang di Indonesia yang marah, melainkan alumni-alumni HMI (KAHMI) yang jejaraingnya sudah tersebar di seluruh lapisan masyarakat se Indonesia juga tidak kalah “marahnya”, terutama oleh mereka yang tengah berada dalam jaringan elite pemerintahan atau partai politik.
Kita dapat melihat bagaiamana Prof. Mahfud md sebagai ketua majelis nasional KAHMI mengkritik itu. KH Din Syamsuddin mantan ketua Muhammdiyah juga melakukan hal yang sama. Serta banyak alumni-alumni lain yang kini menjadi tokoh politik maupun guru bangsa yang merawat NKRI yang tak mungkin disebut satu persatu namanya di sini. Jangan heran kemudian kasus “HMI vs Saut”, menjadi isu nasional yang cukup menyita perhatian banyak orang, tidak hanya di kalangan masyarkat, pemerintahan, media sosial, melainkan juga di media mainstream.
Sehingga secara tidak langsung pak saut ingin menyampaikan kepada Indonesia: Berhati-hatilah kepada HMI, jika anda “menggoyang” HMI sama saja anda “menggoyang” Indonesia karena kader-kadernya sudah tersebar diseluruh lapisan masyarakat dan pemerintah di seluruh Indonesia.
Ketiga, pak saut telah mengkonsolidasikan dan mengeratkan kekuatan para anggota dan alumni HMI. Ketika pak saut melakukan generalisasi keterkaitan koruptor dengan HMI, sontak membuat mereka (anggota dan alumni) solid untuk melawan pak saut. Mungkin sebelumnya kurang solid atau sedikit solid, kini semakin solid dan kekuatan semakin menguat. Ini menjadi modal yang besar bagi HMI untuk menjalankan dan meraih cita-citanya dalam bertanggung jawab atas terwujudnya masyarkat yang adil makmur.
Keempat, pak saut telah menghentakan anggota dan alumni HMI bahwa masalah bangsa yang kompleks ini perlu keterlibatan HMI dalam mencari jalan keluarnya. Masalah kewibawaan organisasi yang dituduhkan oleh pak saut terhadap HMI hanyalah kepingan kecil dari masalah bangsa yang multidimensional. Atas ulah pak Saut, selain semakin mengkonsolidasikan kekuatan HMI untuk melawan pak saut sebagai “musuh”, juga telah memberikan pesan pada HMI bahwa kekuatan HMI tidak boleh hanya di arahkan untuk melawannya melainkan perlu di arahkan dalam membrantas permasalahan bangsa lainnya. Lihat saja, otokritik dan kritik dari masyarakat pada HMI juga terbangun.
HMI diharapkan tidak hanya berhenti pada kasus “HMI vs saut”, karena sejarah HMI adalah sejarah perjuangan, sejarah mempertahankan NKRI, serajah merawat kebhinekaan, sejarah penciptaan pemikiran dan ide serta banyak lagi. Musuh HMI adalah bukan hanya mengembalikan marwah dan martabat organisasi melainkan lebih dari itu. HMI harus turut aktif dalam melawan musuh-musuh lain yang lebih besar seperti ketidak-adilan, kemiskinan, korupsi, kebodohan, ektrimisme, intoleransi, moralitas dan lainnya. Dengan itu martabat HMI akan semakin indah melebihi ketika hanya mengkritik pak Saut.