Rapor Merah  Penegak Hukum
Kasus judi di lembaga kepolisian ini semestinya membuka mata publik bahwa lembaga penegakan hukum dalam sistem demokrasi tidak menjamin kepastian dan keadilan. Jika demikian, pada siapa publik menaruh kepercayaan atas jaminan penegakan hukum yang adil?
Lagi-lagi Ironi
Terkait kasus ini, Menko PMK Muhadjir Effendy berpendapat bahwa korban judi online dimasukkan ke Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai penerima bantuan sosial. Ia mengatakan dampak judi online mengakibatkan banyak masyarakat jatuh miskin. (Detik News, 14-6-2024).
Sepintas, pendapat itu menjadi alternatif solusi atas problem kesejahteraan. Sayangnya, solusi itu ibarat hanya memadamkan sesaat api yang sedang menyala, sedangkan sumber api tidak kunjung dipadamkan. Pun dengan sasaeqn tqng tidqk tepat.
Sehaarusnya menjadi hal yang mudah bagi kepolisian untuk menuntaskan masalah judi online. Bahkan bukan sekadar menangkap bandar judi dan menciduk para mafianya seraya menutup akses secara permanen semua aplikasi dan jaringan judi online.
Anehnya, penegak hukum seolah tak nerdaya menghadapi para bandar judi online. Â Diduga mereka memiliki sejumlah "back up" yang kuat yang berasal juga dari oknum terkait. Di sinilah nampak jelas kebusukan dari sistem Kapitalisme yang menghalakan segala cara, asalkan memperoleh keuntungan. Bila demikian, kapan lingkaran isetan ni bisa diputus?
Solusi Islam
Rusaknya suatu institusi tidak terlepas dari sistem yang diterapkan negara, yaitu Kapitalisme sekuler. Bila hendak, memperbaiki institusi kepolisian, harus haruslah dari perkara yang mendasar yaitu dengan menerapkan sistem Islam. Karena telah terbukti bahwa sistem kapitalisme adalah rusak dan merusak.
Pada sistem Islam, negara sangat selektif dalam merekrut seseorang menjadi aparat penegak hukum. Terdapat sejumlah syarat yang harus dipenuhi terutama perihal ketakwaan.
Tercatat dalam sejarah Kekhalifahan Abbasiyah. Kepolisian pada masa itu diangkat dengan dasar keilmuan, ketakwaan, penguasaan fikih, dan mereka yang menegakkan hukum Allah. Ada seorang kepala kepolisian bernama Ibrahim bin Husain. Ia orang mulia, baik, ahli fikih, dan menguasai tafsir. Kisahnya cukup mashur  dalam menghukum orang yang telah bersumpah palsu (lihat Kitab Tabshiratu al-Hukkam).