Aku yakin,aku pasti bisa tanpa sosok seorang Papa. Bukan berarti aku melupakanmu,Papa akan menjadi orang yang akan ku sebut dalam bait doaku,dalam kalimat rinduku,serta orang yang akan ku simpan dihati kecilku. Pa,tunggulah aku. Aku sangat mencintaimu " ku kecup keningnya lama dan kututup kainnya dengan segala keikhlasanku.
Ku menatap iba adikku,ia masih terlalu kecil untuk kehilangan sosok seorang ayahku. Jika adikku masih bisa tegar,kenapa aku tidak? Aku pun harus berusaha untuk tegar,meskipun kesedihan mendominasiku. Beberapa hari lagi,aku akan menghadapi Ujian Nasional. Dimana aku harus belajar tanpa seorang penyemangat dalam hidupku. Cinta pertamaku telah pergi,salah satu kebahagiaanku hilang,entah bagaimana aku mrncoba menghadapinya. Ujian hidupku sedang diuji,membuatku sempat kehilangan arah.
Ayah,damailah disana. Doakan saja aku menjadi anak yang berbakti kepadamu. Aku berjanji ketika aku sukses nanti aku akan menunjukkan kepada dunia bahwa aku bisa meskipun tanpa dirimu.Â
Seiring waktu berlalu,aku perlahan mulai bangkit dari keterpurukan. Aku menyusun langkahku tuk menggapai masa depan. Besok adalah Ujian Nasional yang akan ku hadapi. Sebelumnya,aku berkunjung ke rumah ayahku. Meminta izin agar aku dilancarkan dalam menghadapi Ujian ini. Tak lupa aku membaca ayat-ayat al-qur'an di depan makamnya. Aku berbisik tepat dihadapan nisannya.
"Pah,ini aku anakmu. Besok adalah akhir dari perjuanganku di SMP,bertepatan dengan hari ke tujuh Papa meninggalkan kami semua. Damailah disana Pah. Tunggu kami,kami mencintaimu."Â
Bagaikan dejavu,akupun mengecup nisannya dan pulang meninggalkan makamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H