Kekaisaran Romawi kuno pada puncaknya merupakan negara adidaya yang menguasai 25% populasi dunia. Perbatasannya dari Skotlandia Selatan hingga Palestina. Pada tahun 395 M, negara adidaya ini dibelah menjadi Kekaisaran Romawi Barat dan Kekaisaran Romawi Timur oleh Kaisar Theodosius I. Kekaisaran Romawi Timur terus bertahan hingga 1453 M ketika kota Konstantinopel akhirnya berhasil dikuasai oleh Sultan Mehmed II dari Turki Usmani. Namun, Kekaisaran Romawi Barat hanya bertahan hingga tahun 476 M (Gibbon dan Womersley, 2000).Â
Penyebab Keruntuhan Kekaisaran Romawi Barat
Menurut para ahli, tidak dapat ditentukan hanya satu penyebab keruntuhan Kekaisaran Romawi Barat. Ada beberapa faktor yang menyebabkan keruntuhan Kekaisaran Romawi Barat, baik faktor ekonomi akibat inflasi, faktor internal akibat konflik internal seperti perang sipil, maupun faktor eksternal seperti invasi kaum barbar. Namun, salah satu faktor penyebab keruntuhan Kekaisaran Romawi Barat yang jarang dibahas adalah penyakit malaria (Gibbon dan Womersley, 2000).Â
Malaria sebagai Penyebab Keruntuhan Kekaisaran Romawi Barat
Menjelang keruntuhan Kekaisaran Romawi Barat, terjadi banyak bencana alam dalam wilayahnya baik gempa bumi maupun wabah. Salah satu wabah yang terjadi di Kekaisaran Romawi Barat adalah malaria. Menurut penelitian Profesor Mario Coluzzi dari Universitas Roma, penyakit malaria memang sudah ada di wilayah Kekaisaran Romawi Barat khususnya wilayah Timur Tengah dan Afrika Utaranya  sejak abad pertama masehi, tetapi menjelang akhir Kekaisaran Romawi Barat, frekuensi malaria mulai meningkat. Hal ini ditunjukkan melalui ekskavasi situs arkeologis di sebuah desa kecil bernama Lugnano di utara Roma oleh David Soren, seorang arkeolog Amerika. Dalam situs dari tahun 450-an M ini ia menemukan 47 mayat bayi di dalam guci tanah liat yang terkubur dalam suatu rumah. Ia berteori bahwa kematian bayi-bayi tersebut disebabkan oleh wabah malaria, tetapi banyak arkeolog dan sejarawan lain yang tidak setuju dengan teorinya. Namun, ia bersama dengan Robert Sallares, seorang ahli DNA dari UMIST (University of Manchester, Institute of Science and Technology) kemudian melakukan tes DNA terhadap sebagian tulang yang ditemukan. Hasilnya menunjukkan bahwa mayat bayi yang diuji meninggal akibat malaria yang cukup mematikan yaitu Plasmodium falciparum. Wabah malaria dapat menyebabkan menurunnya populasi sehingga berkurang jumlah orang yang dapat bekerja di ladang dan berperang demi Kekaisaran Romawi Barat, yang tentunya berkontribusi terhadap keruntuhan Kekaisaran (Gibbon dan Womersley, 2000).
Teori Dr. Roy Casagranda
Para sejarawan telah mendiskusikan hal yang mungkin menyebabkan peningkatan malaria tersebut. Dr. Roy Casagranda mengemukakan sebuah teori unik tentang mengapa jumlah kasus malaria meningkat dalam Kekaisaran Romawi Barat. Teori yang ia kemukakan ternyata mengusulkan penduduk Nusantara Kuno sebagai salah satu penyebab keruntuhan Kekaisaran Romawi Barat.
Dr. Roy Casagranda mengungkapkan bahwa para nelayan Nusantara Kuno menemukan bahwa ketika berlayar ke arah barat menuju Samudera Hindia, dapat ditemukan pulau-pulau kecil untuk menyinggah sebelum melanjutkan perjalanan ke barat. Akhirnya, ada beberapa nelayan ini yang berhasil berlayar ke barat dari pulau ke pulau hingga mendarat di Madagaskar. Para nelayan kemudian menetap pada pulau tropis besar ini. Hingga kini dalam DNA penduduk Madagaskar masih dapat ditemukan DNA asal Nusantara.
Para nelayan yang telah menetap dan kini menjadi penduduk Madagaskar membawa budaya agrikultur mereka dari Nusantara, yakni budidaya padi. Padi dari Madagaskar ini kemudian menyebar melalui jalur dagang hingga ke Mesir, yang pada waktu itu merupakan salah satu provinsi Romawi Timur, kemudian menyebar ke wilayah Afrika Utara Kekaisaran Romawi Barat. Namun, diketahui bahwa budidaya padi memerlukan banyak air yang tidak mengalir sebagai tempat pertumbuhan padi tersebut. Air tidak mengalir tersebut merupakan tempat yang cocok untuk nyamuk berkembang biak (Chan et al., 2023). Akibatnya, jumlah nyamuk di Kekaisaran Romawi meningkat drastis dan penyebaran malaria terjadi di seluruh Kekaisaran. Wabah malaria yang terjadi di seluruh kekaisaran Romawi menyebabkan penurunan populasi (Gibbon dan Womersley, 2000).
Kelemahan Teori Dr. Roy Casagranda
Namun, tidak semua ahli setuju dengan teori yang dikemukakan oleh Dr. Roy Casagranda. Ahli seperti Profesor Mario Coluzzi setuju bahwa malaria pertama kali memasukki wilayah Eropa Kekaisaran Romawi pada abad pertama masehi akibat perdagangan dengan wilayah Afrika. Para ahli juga menyetujui bahwa malaria dapat berkembang pesat dalam sawah padi (Chan et al., 2023). Namun, tidak cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa perkembangan sawah padi di wilayah Kekaisaran Romawi dan Timur Tengah adalah akibat datangnya para nelayan Nusantara kuno. Pada dasarnya terdapat dua jenis padi yang pada masa itu sering dibudidayakan. Jenis yang dibudidaya di Asia adalah Oryza sativa sedangkan jenis yang dibudidaya di Afrika adalah Oryza glaberrima (Choi dan Young, 2019). Jenis padi yang masuk dan mulai dibuidaya di  wilayah Romawi kemungkinan besar adalah  Oryza glaberrima, bukan Oryza sativa. Selain itu, banyak sejarawan yang berpendapat bahwa penduduk Nusantara baru mulai migrasi ke Madagaskar pada abad pertengahan, yakni sekitar abad ke-10 M (Beaujard dan Phillipe, 2011), jauh setelah Kekaisaran Romawi Barat sudah runtuh. Dengan demikian, keruntuhan Kekaisaran Romawi belum tentu disebabkan oleh nenek moyang orang Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H