Mohon tunggu...
Marsekal Vero Herivo
Marsekal Vero Herivo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa jurusan Sosiologi di UIN Walisongo Semarang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengkritisi Ulang Pernyataan Karl Marx: Agama adalah Candu Masyarakat?

7 Juni 2024   17:05 Diperbarui: 7 Juni 2024   17:27 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Handwritten graffiti Religion Is The Opium sprayed on the wall (sumber: AdobeStock by M-SUR)

Dari pernyataan ini menandakan bahwa Marx melihat agama sebagai pelarian sementara dari realitas keras yang dihadapi oleh masyarakat, hal ini mirip seperti opium yang digunakan dalam perang dunia sebagai penghilang rasa sakit. Menurut Marx, agama adalah respons terhadap penderitaan sosial yang nyata, tetapi juga merupakan hambatan bagi revolusi karena agama meredakan rasa sakit tanpa mengatasi penyebab yang mendasarinya.

Pemikiran Marx dalam Konteks Revolusi Industri

Pada masa Revolusi Industri, kondisi hidup dan sistem kerja sangat tidak manusiawi. Dari tidak adanya regulasi mengenai ketenagakerjaan yang menyebabkan para pekerja, termasuk anak-anak, harus bekerja dalam kondisi yang berbahaya dan upah kerja yang sangat rendah. Dari situasi ini menciptakan ketidakpuasan yang mendalam di kalangan kaum pekerja.

Marx percaya bahwa untuk mengatasi ketidakadilan sosial, kelas pekerja harus menyadari kondisi penindasan mereka (class consciousness) dan bersatu untuk menggulingkan sistem kapitalis. Dalam pandangan ini, agama menjadi salah satu hambatan utama bagi tercapainya kesadaran kelas karena ia menciptakan ilusi kebahagiaan dan mengalihkan perhatian dari realitas material yang keras.

Kritik terhadap Pandangan Marx

Pandangan Marx tentang agama telah dikritik dari berbagai sudut pandang. Salah satu kritik utama adalah bahwa Marx mengabaikan aspek positif dari agama yang memberikan harapan, komunitas, dan moralitas kepada pengikutnya. Studi menunjukkan bahwa agama dapat memiliki efek positif terhadap kesehatan mental dan fisik individu. Misalnya, penelitian dari Pew Research Center menemukan bahwa individu yang aktif dalam kegiatan keagamaan cenderung memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi dan merasa lebih puas dengan hidup mereka [2][3].

Disisi lain, agama juga memainkan peran penting dalam membentuk identitas budaya dan moral masyarakat. Nilai-nilai seperti keadilan, kasih sayang, dan solidaritas sering kali berakar dalam ajaran-ajaran agama. Seperti misalnya, gerakan hak-hak sipil di Amerika Serikat banyak dipimpin oleh tokoh-tokoh agama seperti Martin Luther King Jr., yang menggunakan ajaran agama sebagai landasan moral untuk memperjuangkan keadilan [4]. Ini menunjukkan bahwa agama bisa menjadi kekuatan positif yang mendorong perubahan sosial yang progresif.

Marx juga dikritik karena pandangannya yang terlalu deterministik dan ekonomistik, yang mengabaikan kompleksitas kehidupan manusia. Agama tidak hanya berfungsi sebagai alat opresi, namun juga sebagai sumber inspirasi, identitas, dan solidaritas sosial. Misalnya, dalam masyarakat-masyarakat yang terpinggirkan, agama sering kali memberikan dukungan moral dan psikologis yang penting bagi individu dan komunitas.

Relevansi Pandangan Marx di Dunia Modern
Di era modern, pernyataan Marx tentang agama sebagai candu mungkin tidak sepenuhnya relevan. Meskipun kritik terhadap agama masih ada, peran agama dalam masyarakat telah mengalami perubahan signifikan. Banyak organisasi keagamaan yang aktif dalam kegiatan sosial, pendidikan, dan kemanusiaan. Misalnya, Gereja Katolik Roma melalui Caritas Internationalis, aktif dalam memberikan bantuan kemanusiaan di berbagai belahan dunia [5].

Demikian pula, berbagai organisasi Islam seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di Indonesia memainkan peran penting dalam pendidikan dan bantuan sosial. Akan tetapi, ada juga argumen yang mendukung pandangan Marx, terutama dalam konteks penggunaan agama oleh kelompok-kelompok tertentu untuk mempertahankan kekuasaan dan mengontrol masyarakat. Misalnya, di beberapa negara agama digunakan sebagai alat politik untuk melegitimasi tindakan-tindakan pemerintah yang otoriter dan menekan hak-hak minoritas [6].

Di Indonesia, isu-isu agama sering kali dimanfaatkan oleh elit politik untuk mendapatkan dukungan massa dan melegitimasi kebijakan-kebijakan tertentu. Contoh nyata dari hal ini adalah penggunaan agama dalam kampanye politik dan legislasi yang diskriminatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun