Mohon tunggu...
MARUNTUNG SIHOMBING
MARUNTUNG SIHOMBING Mohon Tunggu... Guru - Menyaluarkan bakat

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tugas 3.1.a.9 Koneksi Antar Materi - Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

29 April 2022   11:05 Diperbarui: 29 April 2022   11:08 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

1. Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil? 

Jawab :

Ki Hajar Dewantara mengggaas Pratap Triloka yang yang kita kenal dengan semboyan Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa dan  Tut Wuri Handayani yang berarti di depan memberi teladan, di tengah membangun motivasi/dorongan, di belakang memberi dukungan. Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil. Pemimpin pembelajaran harus melihat secara utuh sebuah keputusan berdasarkan Pratap Triloka ini. 

Guru harus bisa menjadi coach atau penuntun untuk murid dalam mengambil sebuah keputusan sehingga dia bisa mandiri dan merdeka dalam menyelesaikan masalahnya sendiri. Tentu, dalam hal ini harus mengikuti dan menerapkan 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip penyelesaian dilema, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Sehingga keputusan yang diambil sesuai dengan prinsip KHD. 

2. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan? 

Jawab :

Setiap guru, tentu saya juga, sudah memiliki nilai-nilai kebajikan yang sudah tertanam dalam diri sejak lama. Walau beragam dan tidak banyak, tetapi sangat besar dampaknya. Nilai-nilai itu tentu saja akan sangat memengaruhi kepada prinsip-prinsip yang saya ambil dalam mengambil sebuah keputusan. 

Nilai-nilai positif tersebut seperti mandiri, jujur, tanggung jawab, toleran, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta berpihak pada murid. Nilai-nilai tersebut merupakan prinsip yang dipegang teguh ketika kita berada dalam posisi yang menuntut kita untuk mengambil sebuah keputusan dari dua pilihan yang secara logika dan rasa keduanya benar, berada situasi dilema etika (benar vs benar) atau berada dalam dua pilihan antara benar melawan salah (bujukan moral). 

Dengan adanya nilai-nilai kebajikan diatas, maka tentu saja dalam mengambil sebuah keputusan, resikonya akan semakin kecil. Keputusan yang diambil juga menjadi lebih baik dan bijaksana. 

3. Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah       dibahas pada modul 2 sebelumnya. 

Jawab :

Coaching adalah cara dan teknik untuk menggali masalah pada diri seseorang sehingga bisa melejitkan potensi yang ada pada diri seseorang. Dengan menggunakan model TIRTA, yakni dengan mengidentifikasi persoalan dan memecahkan masalah dengan sistematis, dimana kita coach hanya menuntun tanpa harus memberi keputusan, maka keputusan yang diambil menjadi tepat. Hanya, jika disandingkan dengan pengujian pengambilan keputusan yang ada pada modul 3, tentu saja keputusannya akan semakin akurat, efektif, bijak dan minim resiko. 

TIRTA, sebagaimana yang kita pahami bersama, merupakan model coaching yang dikembangkan dengan semangat merdeka belajar. Model TIRTA menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan coaching, yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. TIRTA adalah satu model coaching yang diperkenalkan dalam Program Pendidikan Guru Penggerak saat ini. TIRTA dikembangkan dari Model GROW. GROW adalah akronim dari Goal, Reality, Options dan Will.

  1. Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini,
  2. Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee,
  3. Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sei yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi.

4. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan? 

Jawab :

Seorang guru dituntut untuk memiliki kompetensi Pembelajaran Sosial dan Emosional dalam dirinya. Karean dalam melaksanakan proses pembelajaran di dalam kelas,  guru harus mampu memetakan lalu memahami kebutuhan belajar muridnya serta mampu mengelola kompetensi sosial dan emosional yang dimiliki dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. 

Dalam proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dan bijaksana, diperlukan kompetensi sosial emosional yakni kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills). Sehingga diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindfullnes), terutama sadar dengan berbagai pilihan , konsekuensi yang akan terjadi, dan meminimalisir kesalahan dan resiko dalam pengambilan keputusan.

5. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.?

Jawab :

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, seorang guru harus mampu membedakan permasalahan yang dihadapi apakah termasuk  dilema etika atau bujukan moral. Tahap ini dulu yang pertama harus dilakukan. Kemudian setelah tahu dan paham, maka kemudian kita kaitkan dengan nilai-nilai yang kita miliki baik nilai inovatif, kolaboratif, mandiri dan reflektif. Dengan berlandaskan pada  nilai tersebut, seorang guru akan mampu menuntun muridnya untuk dapat mengenali potensi yang dimiliki dalam mengambil keputusan dan mengatasi masalah yang dihadapi secara mandiri dan merdeka. 

6. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman?

Jawab :

Bisa dipastikan, jika keputusan diambil secara tepat tanpa ada intervensi maupun pengaruh kepentingan lainnya, maka akan terwujud lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Namun sebaliknya, jika keputusan masih cenderung asal-asalan tanpa diuji terlebih dahulu melewati tahapan yang sudah ditentukan, maka keputusan nya akan timpang dan miring. Resikonya tentunya sangat besar sekali. Bisa menimbilkan konflik dan pertikaian yang tidak ada habisnya. 

Maka itu, jika pengambilan keputusan ingin diambil secara tepat, maka ujilah dia terlebih dahulu mengikuti 9 tahapan yang sudah ada. Bebaskan dari berbagai kepentingan dan intervensi lain. 

7. Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda? 

Jawab :

Tentu saja, iya. Kesulitan-kesulitan di lingkungan sekolah saya yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini disebabkan  kurangnya melibatkan warga sekolah secara utuh dalam mengambil sebuah keputusan. Masih cenderung pengambilan keputusan dilakukan sepihak. Serta kurangnya komitmen bersama dalam menjalan keputusan tersebut. Ini karena kultur sekolah yang sudah menahun terjadi. 

8. Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? 

Jawab :

Menurut saya, semua tergantung pada gurunya, apakah sudah memfasilitasi muridnya dengan media pembelajaran yang berdiferensiasi, metode pembelajaran yang variatif dan intrumen penilaian yang benar, serta pendekatan yang humanis. Ditambah memahami tahapan dalam pengujian pengambilan keputusan, serta mempraktikkan coaching. Jika sudah, maka tentu saja akan memerdekakan para murid-murid kita. 

9. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya? 

Jawab :

Ketika seorang guru sudah mengambil sebuah keputusan dan melakukan pembelajaran yang berpihak pada muridnya, maka itu menjadi salah satu jalan menuju tangga masa depan anak yang lebih baik. Seorang guru juga dituntut harus benar- benar memperhatikan kebutuhan belajar muridnya dan dapat menggali potensi yang ada dalam dirinya  dan menuntun murid dalam mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga  berpengaruh terhadap keberhasilan dari murid di masa depannya nanti. Tanpa memaksakan dan membentuk si anak seperti yang kita ingingkan. 

10. Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya? 

Jawab :

Kesimpulan akhir yang dapat saya  tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya adalah bahwa pengambilan keputusan adalah suatu kemampuan  yang harus dimiiki oleh guru dan harus berlandaskan dan mencerminkan kepada filosofi Ki Hajar Dewantara. Serta, pengambilan keputusan harus dilakukan berdasarkan pada budaya positif dan menggunakan alur BAGJA yang akan mengantarkan pada lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman (well being). 

Dalam pengambilan keputusan, seorang guru juga harus memiliki kesadaran penuh (mindfullness) untuk menghantarkan muridnya menuju profil pelajar pancasila. Dalam perjalanannya menuju profil pelajar pancasila, ada banyak tantangan dan masalah yang akan dihadapi murid, maka guru juga harus punya kemampuan coaching dalam menggali dan membuang hambatan yang ada pada diri si anak sehingga melejitkan potensi yang dia miliki. 

Dalam perjalanannya menuju Profil Pelajar Pancasila, tentu juga akan menemui banyak masalah yang mengharuskan dia untuk mengambil keputusan. Maka dalam pengambilan keputusan harus mampu juga membedakan apakah termasuk dilema etika dan bujukan, dan memutuskannya berdasarkan panduan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan untuk memutuskan dan memecahkan suatu masalah agar keputusan tersebut berpihak kepada murid demi terwujudnya merdeka belajar dan murid yang merdeka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun