Mohon tunggu...
Marulam Nainggolan
Marulam Nainggolan Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuluh

Kementerian Agama Kota Medan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Pemimpin dalam Memberdayakan Aset Sekolah

16 Mei 2023   23:12 Diperbarui: 16 Mei 2023   23:15 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu materi dalam pendidikan guru penggerak adalah Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya. Materi ini merupakan bagian dari Modul 3 yang secara khusus berbicara tentang peran pemimpin dalam komunitas pendidikan yang berpusat pada murid. Pada modul ini, peserta diberi masukan untuk memanfaatkan atau memberdayakan berbagai aset atau modal yang ada di sekitar sekolah untuk sebesar-besarnya mendukung proses pembelajaran yang berdampak para murid.

Sekolah dapat menjadi kawah candradimuka pembentukan manusia yang sesungguhnya apabila tumbuh menjadi sebuah ekosistem pendidikan. Sebagai ekosistem, sekolah merupakan sebuah tata interaksi antara makhluk hidup (biotik) dan unsur yang tidak hidup (abiotik) yang ada di dalam jangkauannya. Unsur biotik dan abiotik berkontribusi terhadap proses pembelajaran dan pendidikan murid, baik langsung maupun tidak langsung. Kedua unsur tersebut adalah modal baik bagi sekolah.

Sebagaimana dijelaskan dalam modul 3.2 pendidikan guru penggerak, modal atau aset sekolah ada tujuh, yaitu:

  • Modal Manusia

Dalam konteks sekolah, yang termasuk modal manusia adalah kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan, serta para murid. Selain itu ada juga orang tua peserta didik dan orang-orang yang ada di lingkungan sekitar sekolah. Mereka semua dapat berperan dalam peningkatan kualitas pendidikan di sekolah.

  • Modal Sosial

Sekolah dapat berkembang menjadi campus academicus apabila melibatkan berbagai kelompok sosial yang ada di tengah masyarakat. Komunitas masyarakat dapat berasal dari berbagai bidang profesi, keyakinan, hobi, dan sebagainya. Mereka dapat memberi warna proses pembelajaran baik secara formal maupun non-formal.

  • Modal Politik

Yang dimaksud modal politik di sini adalah lembaga-lembaga struktural dalam negara yang berkaitan dengan kebijakan, bukan aktivitas politik praktis atau pragmatis. Sekolah terikat atau berjalan-berpadu dengan unsur-unsur pembuat kebijakan demi peningkatan kualitas pendidikan di sekolah.

  • Modal Agama dan Budaya

Masyarakat kita sangat lekat dengan unsur agama dan budaya. Agama dan budaya dapat menuntun manusia berperilaku sesuai moral dan norma yang dianut dan diyakini di tengah masyarakat. Ornamen-ornamen dalam agama dan budaya, seperti dogma, ritus, adat-istiadat, hasil karya, sangat bermakna dan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan peserta didik.

  • Modal Fisik

Sekolah tanpa modal fisik akan menyulitkan proses pembelajaran yang berkualitas. Sekolah, melalui kepemimpinan di dalamnya, dapat memaksimalkan penggunaan sarana fisik. Yang termasuk dalam hal ini adalah gedung dan berbagai sarana di dalamnya. Tak bisa diabaikan juga sarana fisik di luar sekolah, seperti jalan raya, alat transportasi, taman, pendopo kelurahan, dan sebagainya.

  • Modal Lingkungan/Alam

Modal lingkungan terdiri dari bumi, udara, laut, taman, danau, sungai, tumbuhan, hewan, dan sebagainya. Semua hal itu dapat diberdayakan untuk mendukung pembelajaran berkualitas dan meningkatkan kompetensi murid. Dengan kepemimpinan sekolah yang mumpuni, murid-murid bisa lebih dekat dengan alam lingkungannya dan belajar dari realitas kehidupan.

  • Modal Finansial

Uang bukan segalanya, tetapi tanpa uang banyak hal kurang maksimal. Sekolah juga mengalami hal serupa. Sebagai komunitas, sekolah membutuhkan dana untuk menggerakkan proses pendidikan dan pembelajaran. Dukungan finansial dapat diperoleh melalui partisipasi murid, investasi, kreativitas, hibah, sumbangan, dan lain-lain yang mendukung proses belajar.

Peran Pemimpin

Roda proses pembelajaran dapat berputar dengan baik dan menghasilkan lulusan yang hebat apabila semua modal yang dibutuhkan tersedia. Ketersediaan secara mumpuni aset-aset yang disebut di atas tentu saja akan memudahkan sekolah membuat kebijakan, merancang program kerja, dan mengimplementasikannya dalam kegiatan riil. Ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas, misalnya, memungkinkan kadar pendidikan berjalan lebih maksimal dan bergerak efektif.

Ketersediaan lembaga-lembaga sosial atau asosiasi profesi, seperti asosiasi advokat, notaris, akuntan, dokter, dll, tentu dapat menggerahkan proses pembelajaran lebih menarik. Modal politik yang membuat kebijakan ada pada dinas pendidikan. Modal agama antara lain bisa diwakili oleh agama-agama melalui tokoh-tokohnya. Lembaga adat yang ada di lingkungan sekolah mewakili modal budaya. Peran aset ini dapat diwujudkan dalam program intra, ekstra, kokurikuler, dan non-kurikuler.

Modal fisik dan lingkungan alam penting sekali dalam mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas. Ketiadaan ruang belajar yang terstandar dapat mengakibatkan defisit hasil belajar bagi murid. Sarana fisik dan lingkungan hidup yang baik memungkinkan bagi murid untuk memperoleh pengalaman belajar yang nyata atau aktual. Ditambah adanya modal finansial yang cukup, pengalaman belajar yang mengesankan dan meninggalkan dampak maksimal dalam diri murid lebih terjamin.

Akan tetapi, bagaimana apabila aset-aset yang dibutuhkan sekolah tidak serta-merta tersedia atau terjangkau sekolah, atau perlu upaya lebih kuat untuk memperolehnya? Di sinilah peran pemimpin menjadi krusial. Sebaik-baiknya aset fisik, finansial, alam lingkungan, politik, dan sosial yang dimiliki sekolah sangat tergantung pada keadaan modal manusia yang kuat dan berdaya. Demikian juga keadaan defisit aset sekolah juga dapat diatas dengan sikap dan pikiran positif manusia di dalamnya.

Kepala sekolah dan guru adalah pemimpin dalam komunitas ekosistem sekolah. Yang harus mereka lakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran kepada murid sebagaimana diamanatkan oleh Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara adalah menggunakan segala aset yang tersedia semaksimal mungkin. Kepemimpinan sekolah diharapkan menggunakan pendekatan berbasis aset (asset-based approach). Pemimpin bukan mengeluh, bahkan menangisi, keterbatasan yang dihadapi sekolah untuk menjalankan proses pembelajaran (deficit-based approach).

Pengembangan sekolah menggunakan pendekatan berbasis aset dapat ditingkatkan apabila kepala sekolah dan guru yang melihat segala sesuatu sebagai peluang. Dalam berbagai sumber daya dicoba ditemukan hal-hal positif melalui pola berpikir ikuiri apresiatif. Inkuiri apresiatif adalah suatu filosofi, suatu landasan berpikir yang berfokus pada upaya kolaboratif menemukan hal positif dalam diri seseorang, dalam suatu organisasi, dan dunia di sekitarnya baik di masa lalu, masa kini maupun masa depan (Cooperrider & Whitney, 2005). Guru dan kepala sekolah fokus pada kekuatan.

Proses berpikir, bersikap, dan bertindak yang mengandalkan kekuatan yang tersedia, alih-alih berdalih atas nama keterbatasan, akan mendorong kepemimpinan sekolah menciptakan komunitas belajar yang menggembirakan, positif, konstruktif, dan menyenangkan. Dalam memanfaatkan aset yang tersedia, pendidik dan tenaga kependidikan dapat membuat prakarsa menggunakan tahapan B.A.G.J.A: Buat pertanyaan utama, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, dan Atur eksekusi.

Dapat dikatakan, kehendak kepemimpinan sekolah untuk menggunakan aset sedemikian rupa untuk sebesar-besarnya demi perbaikan proses pembelajaran yang berpusat pada murid merupakan visi pendidik dan tenaga kependidikan. Guru hendaknya senantiasa berpikir dan merasa bagaimana memberikan pembelajaran kepada muridnya yang dari hari ke hari semakin baik. Harapan itu tentu saja dapat terwujud apabila kepala sekolah, guru, dan karyawan berpikir berbasis aset.

Ciri-ciri kepemimpinan di sekolah sudah mengiptimalkan aset antara lain adalah aset manusia di sekolah fokus pada aset dan kekuatan bukan pada masalah; yang dibayangkan selalu masa depan dan bukan berkutat pada masalah utama, berpikir tentang kesuksesan yang telah diraih dan bukan mengidentifikasi kebutuhan karena kekurangan, diutamakan mengorganisasi sumber daya atau kompetensi dan bukan fokus mencari bantuan; rencana dirancang berdasarkan visi atau kekuatan dan bukan membuat program untuk menyelesaikan masalah; rencana aksi yang sudah diprogram dilaksanakan dan bukan meminta orang lain melaksanakan program.

Selain visi, membuat perubahan di sekolah berbasis aset hanya dapat diwujudkan apabila kepemimpinan sekolah  menghayati budaya positif. Budaya positif harus menjadi paradigma setiap guru dan tenaga kependidikan. Budaya positif yang dapat mengantar guru tidak larut dalam kelemahan adalah menghayati nilai-nilai Pancasila, yaitu beriman dan bertakwa, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Di sini terkandung karakter berpikir positif, optimistis, ulet, kerja keras, terbuka.

Pengembangan komunitas berbasis aset merupakan pendekatan yang digerakkan oleh seluruh pihak yang ada di dalam sebuah komunitas atau disebut sebagai community driven development. Model ini menekankan dan mendorong komunitas untuk dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta membangun keterkaitan dari aset-aset tersebut agar menjadi lebih berdaya guna. Pendekatan ini memberikan nilai lebih pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan potensi yang dimiliki oleh komunitas. Pendekatan ini berprinsip komunitas sebagai pencipta dari kesehatan dan kesejahteraan, bukan     sebagai sekedar penerima bantuan.

Karakteristik pengembangan komunitas sekolah berbasis aset adalah sebagai berikut (PGP Modul 3.2):

  • Mempraktikan dialog berkelanjutan dan partisipasi anggota masyarakat. Bagaimana dialog berkelanjutan terjadi yang sekaligus mendorong perilaku yang menghargai keragaman antarwarga sekolah demi masa depan murid-murid.
  • Menumbuhkan komitmen terhadap tempat, yaitu perilaku akan memperkuat koneksi warga baik komunitas, lingkungan, dan ekonomi lokal mereka. Bagaimana memperkuat komitmen warga sekolah untuk saling bergotong royong  demi kemajuan murid-murid.
  • Membangun koneksi dan kolaborasi. Bagaimana sekolah mendorong perencanaan dan tindakan dilakukan secara  Kolaboratif dan melibatkan warga sekolah, masyarakat sekitar, organisasi yang  ada, dan aset lainnya.
  • Mengenal dirinya sendiri dan membangun aset yang ada. Bagaimana sekolah bisa fokus pada pembangunan sumber daya yang tersedia,  kapasitas yang kita miliki, serta kekuatan dan aspirasi yang sudah ada.
  • Membentuk masa depannya. Bagaimana sekolah menciptakan visi sebagai perwakilan dari cita-cita yang ingin  diwujudkan pada murid-muridnya.
  • Bertindak dengan obsesi ide dan peluang. Bagaimana sekolah mendorong pencarian tanpa akhir untuk ide-ide baru dan tepat, kemungkinan pengembangan dan  sumber daya internal dan eksternal. Dari pada menanyakan "Ada masalah apa?" dan "Bagaimana memperbaikinya?",  lebih baik bertanya "Apa yang telah berhasil dilakukan?" dan "Bagaimana mengupayakan agar lebih baik lagi?"
  • Merangkul perubahan dan bertanggung jawab. Titik awal perubahan pada sekolah selalu pada perubahan pola pikir  (mindset) dan sikap yang positif.
  • Menghasilkan kepemimpinan. Faktor utama dalam perubahan yang berkelanjutan di sekolah adalah  kepemimpinan lokal dan pengembangan dan pembaharuan kepemimpinan itu  secara terus menerus.

Komunitas Belajar

Tugas kepemimpinan di sekolah adalah mengembangkan komunitas sekolah berbasis aset, terutama aset manusia. Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengembangkan aset manusia di sekolah. Sekolah dapat melakukan pelatihan di luar sekolah, mentoring, in house training, komunitas belajar, coaching, dan workshop. Komunitas belajar merupakan strategi pengembangan SDM yang sangat baik dilakukan di sekolah. Peran pemimpin sangat menentukan untuk menyukseskan komunitas belajar sebagai sarana pemberdayaan aset.

Ada tiga ide besar yang menjadi landasan dalam kegiatan komunitas belajar di sekolah, yaitu berfokus pada pembelajaran, membudayakan kolaborasi dan tanggung jawab kolektif, dan berorientasi pada hasil (pembelajaran murid). Untuk itu, pemimpin perlu membentuk tim kecil, menata lingkungan belajar yang ramah guru, merealisasikan belajar bersama dan berbagi praktik, melakukan penguatan, membuat komitmen bersama, dan menyepakati tata nilai, serta memasukkan jam wajib belajar di komunitas ke dalam jam efektif guru di sekolah.

Memberdayakan komunitas belajar para guru di sekolah saya yakini akan membuat sumber daya manusia di sekolah dapat menggunakan dan memberdayakan aset-aset lain di sekolah. Muaranya tentu saja terwujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid sehingga murid tumbuh menjadi anak-anak yang mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat, sebagaimana disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara (Dasar-Dasar Pendidikan, 1936).***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun