Mohon tunggu...
Maruhum Sanni Sibarani
Maruhum Sanni Sibarani Mohon Tunggu... Akuntan - NIM: 55522120005 - Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Welcome !

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Aristotle: Ide-Pemikiran dan Kaitannya dengan Pajak

4 Juni 2024   15:17 Diperbarui: 4 Juni 2024   16:18 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aristotle; Ide, Pemikiran dan Kaitannya dengan Pajak

Aristoteles, yang nama lengkapnya adalah Aristoteles dari Stagira, adalah seorang filsuf Yunani kuno yang lahir sekitar tahun 384 SM di kota Stagira, sebuah kota kecil di wilayah Chalcidice di utara Yunani. Dia merupakan murid dari filsuf terkenal Plato dan menjadi tutor dari Aleksander Agung, raja Makedonia yang kemudian menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah.

Setelah belajar di Akademi Plato selama sekitar dua puluh tahun, Aristoteles mendirikan sekolah filsafatnya sendiri di Athena yang dikenal sebagai Lyceum. Di sana, dia mengembangkan pemikirannya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, termasuk filsafat, logika, etika, politik, biologi, dan metafisika. Aristoteles dianggap sebagai salah satu filsuf paling berpengaruh dalam sejarah, dan kontribusinya mencakup hampir setiap bidang filsafat.

Karya-karya utama Aristoteles termasuk "Metafisika," "Etika Nikomakea," "Politika," "Fisika," "De Anima" (Tentang Jiwa), dan "Logika Organon." Karyanya mencakup berbagai topik, mulai dari logika formal hingga ilmu alam, politik, dan etika, dan telah memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan pemikiran Barat.

Selama hidupnya, Aristoteles juga terlibat dalam urusan politik di Athena, meskipun dia tidak memegang posisi politik yang tinggi. Setelah kematian Aleksander Agung pada tahun 323 SM, dia mengalami pengasingan karena hubungannya dengan keluarga Aleksander Agung. Aristoteles meninggal pada tahun 322 SM di Euboea, Yunani. Meskipun demikian, warisan pemikirannya terus berlanjut dan menjadi salah satu pijakan utama dalam perkembangan filsafat Barat.

Aristoteles adalah salah satu filsuf Yunani kuno yang memiliki kontribusi besar dalam berbagai bidang, termasuk filsafat politik dan etika. Pemikiran dan ide-idenya memiliki kaitan yang relevan dengan konsep pajak, terutama dalam konteks filsafat politik dan keadilan.

1. Pemikiran tentang Keadilan: Salah satu konsep sentral dalam pemikiran Aristoteles adalah konsep keadilan. Menurutnya, keadilan terbagi menjadi dua jenis: keadilan distributif dan keadilan komutatif. Keadilan distributif berkaitan dengan pembagian sumber daya dan keuntungan dalam masyarakat, sementara keadilan komutatif berkaitan dengan hubungan antarindividu dalam pertukaran ekonomi. Dalam konteks pajak, pemikiran ini dapat dihubungkan dengan pertanyaan tentang bagaimana sumber daya dan beban pajak harus didistribusikan secara adil di antara anggota masyarakat.

2. Konsep Kehidupan Berkecukupan: Aristoteles juga memperjuangkan konsep kehidupan berkecukupan (eudaimonia), yang merupakan bentuk kehidupan yang baik dan bahagia. Bagi Aristoteles, kehidupan yang bahagia tidak hanya berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan material, tetapi juga dengan pemenuhan kebutuhan spiritual dan intelektual. 

Dalam konteks pajak, ide ini dapat menyoroti pentingnya menggunakan pendapatan pajak untuk mendukung kesejahteraan dan keberlanjutan masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya untuk kepentingan ekonomi semata.

3. Fungsi Negara: Aristoteles mengemukakan bahwa negara (polis) memiliki fungsi untuk memajukan kebaikan bersama dan mempromosikan keadilan sosial. Dalam hal ini, pajak dipandang sebagai instrumen yang diperlukan untuk mendukung fungsi-fungsi negara, seperti penyediaan layanan publik, perlindungan keamanan, dan pembangunan infrastruktur. Namun, Aristoteles juga menekankan pentingnya agar pajak dikenakan dengan cara yang adil dan proporsional.

Dengan mempertimbangkan pemikiran dan ide-ide Aristoteles, kita dapat melihat bahwa konsep pajak tidak hanya terkait dengan aspek praktis atau ekonomi semata, tetapi juga memiliki implikasi filosofis yang mendalam tentang keadilan, kesejahteraan, dan peran negara dalam masyarakat. Dalam menerapkan kebijakan pajak, penting untuk mempertimbangkan nilai-nilai etis dan prinsip-prinsip keadilan yang diwariskan oleh pemikiran Aristoteles dan filsuf-filsuf lainnya.

Pemeriksaan pajak adalah proses yang dilakukan oleh otoritas pajak untuk memeriksa dan meninjau catatan keuangan dan informasi perpajakan yang disampaikan oleh wajib pajak untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku. Tujuan dari pemeriksaan pajak adalah sebagai berikut:

1. Memastikan Kepatuhan Perpajakan: Tujuan utama dari pemeriksaan pajak adalah untuk memastikan bahwa wajib pajak telah melaporkan dan membayar pajak dengan benar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Hal ini bertujuan untuk menjaga integritas sistem perpajakan dan mencegah pelanggaran serta penghindaran pajak yang tidak sah.

2. Mengidentifikasi Ketidaksesuaian dan Kesalahan: Pemeriksaan pajak bertujuan untuk mengidentifikasi ketidaksesuaian antara informasi yang dilaporkan oleh wajib pajak dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, serta untuk menemukan kesalahan atau kekurangan dalam catatan keuangan dan pelaporan pajak. Hal ini dapat meliputi kesalahan perhitungan, pengabaian terhadap kewajiban perpajakan, atau penghindaran pajak yang tidak sah.

3. Menetapkan Kewajiban Pajak yang Benar: Berdasarkan hasil pemeriksaan, tujuan selanjutnya adalah untuk menetapkan kewajiban pajak yang benar yang harus dibayarkan oleh wajib pajak. Ini dapat mencakup pembayaran pajak yang belum disetor, denda dan bunga atas keterlambatan pembayaran, serta pengajuan tuntutan pajak tambahan jika ditemukan ketidakpatuhan yang signifikan.

4. Mendorong Kepatuhan Pajak: Selain itu, pemeriksaan pajak juga bertujuan untuk memberikan sinyal kepada wajib pajak lainnya tentang pentingnya kepatuhan perpajakan. Dengan melakukan pemeriksaan secara adil dan efektif, otoritas pajak dapat menciptakan deterrensi bagi wajib pajak yang cenderung untuk melakukan pelanggaran atau penghindaran pajak yang tidak sah.

Dengan demikian, pemeriksaan pajak merupakan instrumen yang penting dalam menjaga kepatuhan perpajakan, menjaga integritas sistem perpajakan, serta memastikan bahwa sumber daya publik digunakan secara adil dan efisien untuk kepentingan masyarakat secara luas.

Dok. Pri Prof. Apollo_HKI
Dok. Pri Prof. Apollo_HKI

Penerapan pemikiran Aristotle tentang kerangka substansi dan aksiden dalam konteks pemeriksaan penagihan pajak dapat memberikan beberapa manfaat yang signifikan. Berikut adalah beberapa poin yang dapat diambil:

1. Pembedaan Antara Substansi dan Aksiden: Aristotle membedakan antara substansi (essence) dan aksiden (accidents). Substansi merupakan inti atau esensi dari suatu entitas, sedangkan aksiden adalah atribut atau karakteristik tambahan yang melekat pada substansi tersebut. Dalam pemeriksaan penagihan pajak, pemahaman yang jelas tentang substansi pajak (misalnya, jenis pajak yang dikenakan, dasar perhitungan, dan tarif) dan aksiden (misalnya, waktu pembayaran, fasilitas keringanan pajak) penting untuk memastikan kepatuhan pajak yang tepat.

2. Identifikasi Prioritas Substansi: Dengan memahami substansi pajak, otoritas pajak dapat mengidentifikasi prioritas dalam pemeriksaan penagihan pajak. Fokus utama akan diberikan pada aspek-aspek substansi pajak yang paling penting dan memiliki dampak signifikan terhadap kepatuhan perpajakan.

3. Pengelolaan Aksiden yang Berkaitan dengan Substansi: Dalam pemeriksaan penagihan pajak, penting untuk memastikan bahwa aksiden yang berkaitan dengan substansi pajak juga dikelola dengan baik. Misalnya, pemahaman yang tepat tentang batas waktu pembayaran pajak (aksiden) dapat membantu memastikan bahwa pembayaran pajak (substansi) dilakukan secara tepat waktu.

4. Analisis Kausalitas: Aristotle menekankan pentingnya analisis kausalitas dalam memahami hubungan antara substansi dan aksiden. Dalam konteks pemeriksaan penagihan pajak, pemikiran ini dapat digunakan untuk mengevaluasi penyebab ketidakpatuhan perpajakan dan mengidentifikasi tindakan yang diperlukan untuk memperbaikinya.

5. Penerapan Prinsip Proporsionalitas: Aristotle juga mengemukakan prinsip proporsionalitas, di mana setiap aksiden harus sesuai dengan substansi yang mendasarinya. Dalam pemeriksaan penagihan pajak, prinsip ini dapat diterapkan untuk memastikan bahwa tindakan penagihan yang diambil oleh otoritas pajak sebanding dengan pelanggaran atau ketidakpatuhan perpajakan yang terjadi.

Dengan menggunakan kerangka pemikiran substansi dan aksiden dari Aristotle, pemeriksaan penagihan pajak dapat dilakukan dengan lebih terstruktur, efisien, dan efektif. Ini memungkinkan otoritas pajak untuk lebih memahami esensi dari kewajiban perpajakan dan mengelola aspek-aspek tambahan yang terkait dengannya dengan lebih baik.

Meskipun pemikiran Aristotle memberikan kerangka kerja yang kuat untuk diterapkan dalam pemeriksaan pajak, ada beberapa kritik yang dapat diberikan terhadap model ini:

1. Keterbatasan Relevansi Kontemporer: Pemikiran Aristotle dikembangkan pada zaman kuno, dan konsep-konsepnya mungkin tidak sepenuhnya relevan atau dapat diterapkan secara langsung dalam konteks pajak modern. Lingkungan pajak saat ini sangat kompleks dan terus berkembang, dan mungkin memerlukan pendekatan yang lebih kontemporer dan fleksibel.

2. Kurangnya Fleksibilitas: Model Aristotelian cenderung bersifat kaku dan terstruktur, yang mungkin tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan dinamika dalam pemeriksaan pajak yang kompleks. Dalam praktiknya, pemeriksaan pajak sering kali memerlukan respons yang cepat dan adaptasi terhadap perubahan situasi yang cepat, yang mungkin tidak selalu mungkin dengan pendekatan yang sangat terstruktur.

3. Keterbatasan Dalam Memperhitungkan Konteks Modern: Model Aristotelian mungkin tidak selalu mempertimbangkan secara memadai kompleksitas dan variasi dalam sistem perpajakan modern, termasuk berbagai jenis pajak, struktur perusahaan yang kompleks, dan peraturan perpajakan yang berbeda di berbagai yurisdiksi.

4. Kritik Terhadap Konsep Keadilan: Meskipun konsep keadilan dalam pemikiran Aristotle dapat memberikan landasan yang kuat untuk mempertimbangkan aspek keadilan dalam pemeriksaan pajak, ada juga kritik terhadap subjektivitas konsep keadilan itu sendiri. Konsep keadilan dapat ditafsirkan berbeda oleh berbagai pihak, dan penilaian tentang apa yang adil dalam konteks pajak dapat bervariasi tergantung pada sudut pandang dan nilai-nilai yang dianut.

5. Tidak Memadainya untuk Aspek Teknis Modern: Pemikiran Aristotelian cenderung berfokus pada aspek-aspek konseptual dan etis, dan mungkin kurang memperhatikan aspek-aspek teknis modern dalam pemeriksaan pajak, seperti analisis data, penggunaan teknologi, dan peraturan perpajakan yang kompleks.

Meskipun demikian, meskipun terdapat kritik terhadap penggunaan pemikiran Aristotle dalam pemeriksaan pajak, ada juga manfaat dalam mempertimbangkan konsep-konsep filosofis yang mendasarinya. Integrasi antara pendekatan filosofis dan pendekatan teknis modern dapat memberikan pendekatan yang lebih komprehensif dan seimbang dalam pemeriksaan pajak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun