Oleh: Ma'ruf Amari, Lc.
Pada pembahasan tentang hukum kurban telah dijelaskan bahwa para ulama kalangan Hanafiyyah mengatakan wajib dan jumhur ulama mengatakan sunnah muakkad. Pada pembahasan berikut akan dijelaskan siapa yang terkena hukum wajib berkurban atau sunnah muakkad berkurban tersebut.
Pendapat Kalangan Hanafiyyah
Menurut ulama Hanafiyyah, yang terkena hukum kurban selain merdeka, muslim, mukim juga memiliki kelonggaran (Al-Ghanimi, Al-Lubab fi Syarhil kitab juz 3 hal 232). Al-Kasani mengatakan dengan "al-ghina" atau kecukupan.
Yang dimaksud dengan "al-ghina" adalah memiliki 200 dirham atau 20 dinar (= zakat harta: 85 gr emas = 982.000x85=83.470.000 per 22 juli 2020) atau sesuatu yang nilainya setara dengan itu. Namun di luar tempat tinggal, beserta perabotannya, pakaian, pembantu, kendaraan dan peralatan perang serta segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokoknya. (Al-Kasani, Badai' juz 5 hal 64)
Pendapat Kalangan Malikiyyah
Menurut Malikiyyah seseorang disunnahkan untuk berkurban dengan syarat "adamul Ijhaf" (tidak memberatkan diri). Maksudnya harta yang senilai hewan kurban tersebut tidak dibutuhkan untuk kebutuhan pokok di tahn tersebut (Ad-Dardir, Asy-Syaul Kabir juz 2 hal 118).
Dalam Bulghatus Salik juz 2 hal 137, Ash-Shawi mengatakan: tidak disunnahkan bagi yang fakir. Ash-Shawi juga mengatakan: Bila masih membutuhkan (harta yang senilai harga hewan kurban) berarti dia fakir (Bulghah hal 137). Apabila seorang yang fakir mendapatkan orang yang meminjami maka dia pinjam dan dia belikan hewan kurban (Ibnu Juzai, Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah juz 1 hal 125)
Pendapat Kalangan Syafi'iyyah
Menurut Ibnu Hajar dan Ar-Ramli: memiliki kelebihan harta sehari semalam, dan menurut Az-Zayadi memiliki kelebihan harta pada hari Raya dan hari-hari Tasyrik. (Hasyiyatu Qolyubi, juz 4 hal 250)
Pendapat Kalangan Hanabilah
Siapa yang tidak memiliki hewan kurban, maka dia berhutang dan berkurban jika mampu melunasinya. (Al-Bahuti, Kasyaful Qanna' juz 3 hal 21)
Pendapat Syaikh Al-Qardhawi
Al-Qardhawi dalam makalahnya di web Al-Jazeera mengatakan, "Seorang muslim tidak dituntut untuk menyusahkan dirinya untuk berkurban sementara dirinya tidak mampu. Ini tidak dituntut, yang dituntut adalah apabila dia memiliki kemampuan dan kelonggaran. Oleh karenanya seseorang tidak dituntut untuk berhutang misalnya untuk berkurban.
Al-Qardhawi mendasarkan pendapatnya pada firman Allah swt, "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya" (QS. Al Baqarah : 286). Oleh karenanya Allah swt tidak membebaninya dengan perkara ini bahwa dia berhutang atau memaksakan dirinya lebih dari semestinya.
Berdasar riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa dia memberi dua dirham kepada bekas budak yang telah dimerdekakan dan mengatakan: "Belilah daging dengan dua dirham tersebut", dan katakan kepada orang yang berjumpa denganmu: "Ini adalah kurban Ibnu Abbas". (HR. Al-Baihaqi dalam Ma'rifatus Sunan wal Atsar no 8891 dan  Ibnu Hazm, Al-Muhalla juz 6 hal 10) Riwayat ini menurut Abu Zur'ah: " tidak kuat". (Al-Mazi, Tahdzibul Kamal juz 9 hal 328)
Perkataan sahabat Bilal ra, "Saya tidak peduli sekiranya saya kurban dengan seekor ayam" (Al-Muhalla juz 6 hal 9)
Sebuah riwayat menunjukkan bahwa Abu Bakar dan Umar tidak berkurban. HR. Al-Baihaqi dalam Ma'rifatus Sunan wal Atsar no 18893 dan Ibnu Katsir mengomentarinya dengan mengatakan: sanadnya shahih (Musnad Al-Faruq no 373)
Kesimpulan
Pertama, dari berbagai pendapat tersebut, terdapat titik kesamaan
- Kurban disyariatkan untuk mereka yang berkecukupan (Hanafiyah)
- Tidak memberatkan diri (Malikiyah)
- Memiliki kelebihan harta sehari semalam (Syafi'iyah)
- Memiliki kemampuan dan kelonggaran (Qardhawi)
Kedua, jika mampu hendaklah berkurban, dan jika tidak mampu maka tak ada kewajiban berkurban.
Wallahu a'lam bish shawab.
Catatan:
Per tanggal 22 juli 2020 harga 1 dirham (2.975gr)= Rp. 89.766Â
Referensi
Al-Ghanimi, Al-Lubab fi Syarhil kitab juz 3 hal 232
Al-Kasani, Badai' juz 5 hal 64
Ad-Dardir, Asy-Syaul Kabir juz 2 hal 118
Bulghatus Salik juz 2 hal 137, Ash-Shawi
Ibnu Juzai, Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah juz 1 hal 125
Al-Bahuti, Kasyaful Qanna' juz 3 hal 21
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H