Mohon tunggu...
Makruf Amari Lc MSi
Makruf Amari Lc MSi Mohon Tunggu... Guru - Pengasuh Sekolah Fiqih (SELFI) Yogyakarta

Alumni Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta, melanjutkan S1 di LIPIA Jakarta dan S2 di UII Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Panduan Shalat Berjama'ah di Rumah

27 April 2020   15:15 Diperbarui: 27 April 2020   15:22 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar: timesindonesia.co.id

Oleh : Ma'ruf Amari, Lc., M.Si.

Selama masa pandemi Covid-19, masyarakat di daerah zona merah dihimbau untuk melaksanakan ibadah di rumah. Shalat lima waktu dikerjakan di rumah, shalat Jumat diganti Duhur di rumah, dan shalat Tarawih dikerjakan di rumah. 

Islam mendorong ummatnya untuk shalat berjama'ah, karena di antara keutamaannya adalah mendapatkan duapuluh tujuh derajat dibandingkan dengan shalat sendirian.

Rasulullah saw bersabda, "Shalat berjama'ah lebih utama dibandingkan shalat sendiri dengan duapuluh tujuh derajat". HR. Al-Bukhari no 645 dan Muslim no 650.

Shalat berjama'ah dapat dikerjakan di mana saja termasuk di rumah bersama keluarga, sekalipun shalat jama'ah di masjid tentunya lebih afdhal dengan sederat keutamaan-keutamaannya.  

Terkadang satu keluarga yang akan melaksanakan shalat berjama'ah di rumah mengalami beberapa kendala terutama siapa imamnya. Karena dalam keluarga tidak ada ustadz, tidak ada muballigh bahkan mungkin pria yang ada di rumah baru saja mengenal Islam sehingga tidak banyak bacaan-bacaan surat yang dia hafal. Atau bahkan tidak ada pria satupun dalam keluarga terus bagaimana dengan imamnya?

Apakah menunjuk salah satu wanita yang ada atau mengundang imam laki-laki dari luar yang tidak bisa hadir setiap waktu shalat? Persoalan imam shalat inilah yang banyak menjadi kendala dalam melaksanakan shalat berjama'ah di rumah.

Dalam postingan kali ini, sedikit saya uraikan tentang ketentuan shalat berjama'ah di rumah. Harapan saya, bisa memberi motivasi masyarakat muslim melaksanakan shalat di rumah dengan berjama'ah selama masa pandemi corona saat ini. 

Jangan shalat di rumah tetapi sendiri-sendiri. Tetaplah berjama'ah, karena shalat berjama'ah di rumah itu mudah dilakukan, kuncinya hanya satu, yaitu 'mau'.

Ketentuan Imam Shalat Berjama'ah di Rumah

Ketika melaksanakan shalat berjama'ah di rumah dengan semua anggota keluarga, persoalan pertama adalah menentukan imam shalat. Ada beberapa ketentuan tentang imam shalat:

  • Wanita Tidak Menjadi Imam bagi Laki-laki

Bila dalam keluarga terdapat wanita yang hafalannya lebih banyak dan bacaannya lebih bagus dari laki-laki yang ada, tetap dilarang menjadi imam bagi laki-laki. Hal ini berdasarkan firman Allah swt:

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka". (QS. An-Nisa:34)

Juga sabda Nabi saw, "Tidak bahagia satu kaum yang urusannya diserahkan pada wanita". HR. Al-Bukhari no 4425.

  • Wanita Boleh Menjadi Imam Sesama Wanita

Jika yang ada di dalam rumah semuanya wanita, maka shalat berjama'ah boleh dengan imam wanita. Hal ini berdasarkan riwayat:

" "

"Bahwa Ummu Salamah mengimami wanita dan berdiri di tengah". HR. Al-Baihaqi dalam Al-Kabir no 5357. An-Nawawi mengatakan sandnya shahih (Nashbur Rayah juz 2 hal 31).

  • Utamakan yang Banyak Hafalannya dan Bagus Bacaannya

Ketika ada beberapa orang yang bisa menjadi imam di rumah, maka dipilih yang hafalannya lebih banyak dan bacaannya lebih bagus. Berdasarkan hadis shahih, Rasulullah saw bersabda:

"Yang mengimami suatu kaum adalah orang yang paling banyak (baik) bacaan Al-Qur'annya. Jika mereka semua sama dalam bacaan Al-Qur'an, maka yang paling paham sunnah Nabi. Jika kepahaman mereka tentang Sunnah Nabi sama, maka yang paling dahulu hijrahnya. 

Jika mereka sama dalam hijrahnya, maka yang paling dahulu masuk Islam". Dalam riwayat Al-Asyaj "yang paling tua usianya" sebagai ganti dari "yang paling dahulu masuk Islamnya". HR. Muslim no 673

  • Laki-laki Menjelang Baligh Boleh Menjadi Imam

Anak lelaki menjelang baligh, diperbolehkan menjadi imam shalat, berdasar penuturan Amr bin Salamah --- pada zaman Nabi saw, "Lalu mereka mendorongku ke depan -- menjadi imam mereka, (karena banyak hafalannya. Pent) dan saya berumur enam atau tujuh tahun". HR. Al-Bukhari no 4302.

Bila dalam keluarga hanya ada laki-laki yang hafalannya tidak banyak, maka dia tetap  yang menjadi imam berdasar hadits Muslim no 673 di atas.

Ketentuan Pelaksanaan Teknis

Selain ketentuan khusus terkait imam shalat, berikut beberapa ketentuan teknis dalam pelaksanaan shalat berjama'ah di rumah yang perlu diketahui.

  • Boleh Menjadi Imam dengan Membaca Mushaf Qur'an

Ketika memimpin shalat tarawih yang 11 atau 23 raka'at, kadang ingin membaca surat yang 'tidak biasa'. Karena biasanya, dalam shalat lima waktu cenderung banyak membaca surat-surat pendek. Saat Tarawih ingin membaca surat yang lebih panjang. Untuk antisipasi lupa bacaan, boleh menyiapkan lembar Al-Qur'an di depan imam, berdasarkan hadits, "Dzakwan --budak Aisyah-- mengimaminya dari mushaf (Al-Qur'an)". HR. Al-Bukhari diriwayatkansecara mu'allaq (tanpa silsilah sanad)

Untuk mempermudah pelaksanaannya, lembar surat-surat yang ingin dibaca bisa difoto copy atau diprint dengan ukuran besar agar mudah dibaca dari jarak agak jauh. Kemudian diletakkan agak miring di depan tempat imam dan jangan sampai terbang. Setiap akan memulai shalat lembar yang akan dibaca disiapkan terlebih dahulu.

  • Mengambil yang Mudah

Bagi imam yang tidak banyak hafalan Al-Qur'an, cukup membaca Al-Fatihah dan beberapa surat pendek seperti membaca surat Al-Ashr pada raka'at pertama dan Al-Ikhlash pada raka'at kedua.  Jika hanya hafal surat Al-Fatihah maka surat itu saja yang dibaca kemudian ruku' dan seterusnya.

Bagi imam yang tidak hafal do'a ruku', sujud dan yang lainnya, bisa membaca lafal-lafal sederhana seperti alhamdulillah, Allahu akbar, dan La ilaha illallah.  Islam memberikan kemudahan kepada ummatnya dan tidak membebani di luar kesanggupannya. Tentunya ada upaya untuk lebih baik untuk ke depannya.

  • Cara Niat

Terkadang sebagian orang tatkala akan melaksanakan ibadah shalat atau puasa tertentu mengalami kebingungungan tentang niatnya. Sebenarnya niat itu adalah keinginan dalam hati akan apa yang dilakukan. Pada saat seseorang berdiri di shaf dan sadar dirinya akan melaksanakan shalat dhuhur misalnya itu artinya dia sudah niat untuk shalat dhuhur.

Adapun melafalkan niat maka sebagian ulama menganjurkan -- sekali lagi sifatnya menganjurkan -- dan sebagian lagi tidak perlu melafalkan yang penting niat dalam hatinya, dan bisa dengan bahasa kita sendiri.

  • Jumlah Minimal Jama'ah

Minimal shalat berjama'ah jumlahnya dua orang, yaitu satu imam dan satu makmum. Dalam hadits shahih disebutkan, Ibnu Abbas mengatakan, "Saya menginap di rumah bibiku (Maimunah), kemudian Nabi melaksanakan shalat malam, kemudian saya shalat bersamanya, dan saya berdiri di sebalah kirinya, lalu Beliau memegang kepalaku dan menempatkanku di sebalah kanannya". HR Al-Bukhari no 699 dan Muslim no 763.

  • Mukena, Sarung dan Kopyah

Di antara kendala yang di alami satu keluarga untuk shalat berjama'ah adalah jumlah mukena, sarung dan kopyah lebih sedikit dari jumlah anggota keluarga yang akan mengguanakannya. Mengenakan itu semua adalah bagus sebagai kesiapan untuk melaksanakan shalat, tetapi tidak wajib. Artinya tatkala mukena, sarung dan kopyah tidak ada jangan sampai menghalangi shalat berjama'ah asalkan telah menutup aurat.

Aurat laki-laki dari pusar sampai lutut dan aurat perempuan seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya. Dengan demikian wanita bisa menggunakan pakaiannya yang biasa dipakai yang menutup tangannya  sampai pergelangan tangan dan menggunakan pakaian bawah yang menutup samapi telapak kaki dan berkerudung.

  • Iqamah

Sebelum shalat sebaiknya -- tidak harus -  dikumandangkan iqamat terlebih dahulu oleh keluarga laki-laki. Bila semua jama'ahnya wanita maka untuk menandai shalat akan dimulai sebagian ulama membolehkan salah satu jama'ah wanita mengumandangkan iqamat atau bisa juga dengan aba-aba yang lain.

  • Shaf Shalat Berjama'ah di Rumah

Apabila keluarga baru, belum dikaruniai keturunan, maka suami menjadi imam dan istri sebagi makmum berdiri di belakang suami. Apabila keluarga kecil yang terdiri dari bapak, ibu dan anak laki-laki dan anak perempuan, maka bapak sebagai imam, anak laki-laki berdiri di samping kanan bapak dan ibu serta anak perempuan berdiri di belakangnya.

Apabila keluarga agak besar dengan dua anak laki-laki dan istri beserta dua anak perempuan, maka anak laki-laki yang masih kecil berdiri di belakang bapak dan istri serta anak perempuan berdiri satu shaf di belakang anak laki-laki.

Apabila anak laki-laki ada beberapa yang besar dan ada beberapa yang kecil, dan beberapa anak perempuan yang masih kecil dan beberapa sudah mulai besar, maka beberapa anak laki-laki yang besar berdiri di belakang bapak (Imam), dan beberapa anak laki-laki yang masih kecil di belakang kakak-kakanya. Sementara beberapa anak perempuan yang masih kecil berdiri di belakang saudaranya yang laki-laki, dan beberapa anak perempuan yang agak besar bersama ibunya berdiri di belakang adik-adiknya yang perempuan.

Apabila dengan pola seperti ini terjadi kegaduhan maka anak laki-laki bisa di jadikan satu dengan yang sudah beranjak besar secara selang-seling, begitu juga yang perempuan. Seperti yang dikatakan oleh Syaikh Al-Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti' 'Ala Zadil Mustanqi', Dar Ibnul Jauzi, Cet 1, th 1422 H. Jilid 4, hal 279

Apabila semua anggota keluarganya perempuan maka salah satunya yang banyak hafalan dan bagus bacaannya menjadi imam dan berdiri di tengah,  satu shaf dengan saudara-saudara perempuannya yang di shaf pertama, berdasarkan riwayat bahwa Ummu Salamah mengimami wanita dan berdiri di tengah. HR. Al-Baihaqi dalam Al-Kabir no 5357. An-Nawawi mengatakan sandnya shahih. (Nashbur Rayah juz 2 hal 31).

  • Apabila Ruang Sempit

Apabila ruangan sempit, dan ada satu anggota keluarga yang tidak biasa masuk ke dalam shaf, maka tidak mengapa dia berdiri di belakang atau sebagian ulama' membolehkan menarik salah satu jama'ah di depannya membersamainya berdiri di belakang.

Apabila ruangan untuk shalat sempit dan semua keluarga tidak mungkin shalat berjamama'ah di tempat tersebut maka bisa nyambung dengan ruangan sebelahnya atau di lantai atas, dengan tetap mengupayakan shafnya bersambung -- untuk menghindari perbedaan pendapat dalam masalah ini -- atau minimal dapat mengetahui gerak-girik imam shalat.

  • Tempat Shalat Berjama'ah di Rumah

Pada dasarnya shalat boleh dilakukan dimanapun asalhkan suci dan bersih. Ruang kosong atau yang luang di rumah, bisa digunakan untuk shalat, langsung di atas lantai boleh, bahkan terpaksanya di atas kasur juga boleh asalkan suci. Jika ruangan tersebut khusus untuk shalat maka jadikan lebih nyaman dan bersih sehingga bisa menghadirkan kekhusyu'an saat shalat.

  • Shalat dengan Duduk

Jika seseorang tidak mampu shalat dengan berdiri maka boleh untuk shalat dengan duduk, berdasarkan hadits shahih Rasululah saw bersabda, "Shalatlah dengan berdiri jika tidak mampu maka dengan duduk, jika tidak mampu maka dengan berbaring miring". HR. Al-Bukhari no 1117. Duduk di sini bisa di atas lantai bisa juga di atas kursi.

  • Doa Setelah Shalat

Terkadang seseorang tidak mau jadi imam shalat karena terkendala tidak bisa memandu do'a setelah shalat. Perlu diketahui do'a setelah shalat itu memang diperintahkan tetapi hukumnya shunnah sehingga tatkala tidak hafal do'a-do'a itu jangan jadikan kendala untuk menjadi imam keluarga di rumah. Shalat berjama'ah tentu lebih besar nilainya dibandingkan do'a setelah shalat.

Do'a setelah shalat itu ragamnya sedikit, lafalnya juga sederhana seperti "subahanallah", "Alhamdulillah" dan "Allahu Akbar", dianjurkan dibaca masing-masing tigapuluh tiga kali. Masing-masing anggota keluarga membaca sendiri-sendiri kemudian bisa dilanjutkan do'a sesuai keinginannya dengan bahasanya masing-masing termasuk dengan bahasa daerah.

Yogyakarta, 3 Ramadhan 1441 H/27 April 2020 M

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun