Wahbah Az-Zuhaili mengatakan: "sunnah muakkad", Sayyid Sabiq dalam fiqih Sunnah mengatakan: "Sunnah bagi laki-laki dan perempuan". Jauh sebelum itu, Abu Bakar Al-Hishni dalam Kifayatul Akhyar mengatakan: "Adapun shalat Tarawih maka tidak ragu-ragu lagi dalam kesunnahannya, dan bukan hanya satu yang mengatakan telah terjadi ijma' terhadap itu, dan tidak ada pengaruhnya dengan pendapat-pendapat yang nyleneh". Â
Adapun dalil yang menunjukkan kesunnahan shalat Tarawih adalah hadits shahih dari Abu Hurairah.
"Rasulullah saw memberi motivasi untuk melaksanakan qiyamu Ramadhan (shalat Tarawih) tanpa memerintahkan mereka dengan kuat (wajib)". Nabi saw bersabda, "Barangsiapa yang melaksanakan qiyamu Ramadhan dengan iman dan ikhlas maka diampuni dosanya yang telah berlalu". HR. Muslim no 759
Dalam hadits shahih, Abu Dzar ra menceritakan pada saat Ramadhan tersisa tujuh malam --berarti malam ke 23-- Nabi saw shalat bersama kami sampai separuh malam, pada malam ke 25 sampai sepertiga malam, pada malam ke 27 para sahabat mengatakan, kami khawatir "al-falah" ---yakni waktu sahur, akan habis.
Kedua, Pelaksanaan Shalat Tarawih pada Zaman Nabi saw.
Terdapat dua kisah yang menceritakan pelaksanaan shalat Tarawih di zaman Nabi saw. Pertama, tarawih dilaksanakan pada dua malam pertama.
Dari Aisyah ra, Bahwa Rasulullah saw pada suatu malam di masjid, kemudian orang-orang shalat dengan shalat Nabi saw (berjama'ah. Pent), kemudian hari berikutnya shalat sehingga orang-orang banyak, kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau keempat tetapi Rasulullah saw tidak keluar ke mereka. Tatkala pagi hari Rasulullah saw mengatakan, "Saya melihat apa yang kalian lakukan, dan tidak ada yang menghalangiku untuk keluar kecuali saya khawatir diwajibkan pada kalian. Dan itu di bulan Ramadhan". HR. Al-Bukhari no 1129 dan Muslim no 761.
Kedua, shalat tarawih berjama'ah pada tiga malam ganjil terakhir. Disebutkan dalam hadits shahih, An-Nu'man bin Basyir mengatakan dari atas mimbar:
"Kami shalat bersama Rasulullah saw pada bulan Ramadhan malam ke duapuluh tiga sampai sepertiga malam pertama, kemudian kami shalat bersamanya pada malam duapuluh lima sampai separuh malam, kemudian kami shalat bersamanya pada malam duapuluh tujuh sampai kami mengira kami tidak mendapati al-falah (sahur), dan kami waktu itu mengatakan sahur sebagai al-falah". HR. Ahmad no 18402
Dari dua hadits di atas disimpulkan bahwa shalat Tarawih pada zaman Nabi saw tidak selamanya dikerjakan dengan berjama'ah. Saat Umar bin Khathab ra diangkat menjadi khalifah dan menyaksikan orang-orang shalat Tarawih semrawut dan terpencar-pencar, ada yang sendirian ada yang bergerombol. Lalu Khalifah Umar ra berinisiatif untuk mengumpukan dengan satu imam yaitu Ubai bin Ka'ab ra.
Dalam konteks inilah Umar ra mengatakan: "Ni'mal bid'atu hadzihi ---sebaik-baik bid'ah adalah ini". HR. Al-Bukhari no 2010