Mohon tunggu...
Makruf Amari Lc MSi
Makruf Amari Lc MSi Mohon Tunggu... Guru - Pengasuh Sekolah Fiqih (SELFI) Yogyakarta

Alumni Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta, melanjutkan S1 di LIPIA Jakarta dan S2 di UII Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Khusyu' Itu Hati atau Badan?

14 April 2020   09:18 Diperbarui: 14 April 2020   09:44 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: carljungdepthpsychologysite.blog

Oleh : Ma'ruf Amari, Lc., M.Si.

Pendahuluan

Seseorang tatkala melakukan shalat, sejatinya dirinya sedang munajat dan menghadap Allah Swt. Pada kondisi seperti itu yang diperlukan tidak hanya terpenuhinya syarat dan rukun, tetapi yang tidak kalah penting adalah melakukannya dengan penuh khidmat, konsentrasi dan khusyu'.

Sudah saya sampaikan dalam postingan sebelumnya (silakan simak kembali postingan tanggal 13 April 2020), bahwa usaha manusia untuk shalat dengan khusyu' dilakukan dengan berbagai macam cara. Ada yang mengulang-ulang lafal niat sebelum shalat. Ada yang memperbagus penampilan dan tempat. Ada yang dengan membuat ruang menjadi gelap, mematikan lampu, memejamkan mata, menutup pintu kamar shalat agar tidak ada anak-anak masuk, dan seterusnya. Padahal tuntutan untuk menjadi khusyu' tidaklah seperti itu[i].

 Pada postingan kali ini, akan lebih saya detailkan makna dan hakikat khusyu; menurut penjelasan salafus salih dan para ulama'.

 Definisi Khusyu'

 Saya akan ringkaskan pengertian khusyu' baik secara bahasa dan secara istilah, sebagaimana penjelasan para salafus shalih dan para ulama.

 1. Pengertian Khusyu' Secara Bahasa

 Secara bahasa; kata khusyu' dalam bahasa Arab berasal dari kata khasya'a -- yakhsya'u -- khusyu'an yang berarti tunduk, takluk, dan menyerah. Sedangkan kata khusyu' berarti kekhusyukan, ketundukan dan kekhidmatan[ii].

Allah Swt. berfirman, "Wa khasya'atil ashwatu lir Rahman. Dan merendahlah semua suara kepada Tuhan yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja" (QS. Thaha: 108).

Allah Swt. berfirman, "Khusysya'an absharuhum, sambil menundukkan pandangan-pandangan mereka keluar dari kuburan seakan-akan mereka belalang yang beterbangan" (QS. Al-Qamar: 7).

2. Pengertian Khusyu' Secara Istilah

Adapun khusyu' secara istilah akan saya sampaikan definisi dari para salafus shalih dan beberapa ulama.

  •  Menurut Ali ra.

Sahabat Ali ra. Ketika menafsirkan lafal khasyi'un dalam surat Al-Mu'minun ayat 2 mengatakan, "Khusyu' di dalam hati, dan tanganmu tidak gampang menyakiti seorang muslim serta tidak menengok dalam shalatmu."[iii] 

Tentang ucapan Ali ra. ini, para ulama berbeda pendapat. Al-Hakim mengatakan sanadnya shahih akan tetapi Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya[iv]. Al-Halwani dalam tahqiq Majmu' Rasail Ibnu Rajab mengomentari riwayat Al-Husain dari Ibnu Al-Mubarak ini dengan mengatakan, "Asy-Syaikh Muhammad Amr mengatakan isnadnya dha'if karena terdapat perawi yang mubham"[v]. Al-Hafizh Ibnu Hajar mengomentari riwayat Abdan dari Ibnu Mubarak dengan mengatakan: mauquf[vi].

Sahabat Ali r.a. juga mengatakan, "Khusyu' adalah kekhusyu'an hati dan tidak menengok kanan dan kiri"[vii]. 

  • Menurut Ibnu Abbas ra.

Sahabat Ibnu Abbas ra. menafsirkan firman Allah Swt. surat Al-Mu'minun ayat 2, alladzina hum fi shalatihim khasyi'un, mengatakan kha'ifun sakinun, yaitu takut ----merupakan aktivitas hati, dan tenang ---merupakan aktivitas anggota badan[viii]. 

  • Menurut Hasan Al-Bashri

Al-Hasan Al-Bashri mengatakan, "Kekhusyu'an mereka itu di dalam hati, maka mereka tundukkan pandangan dan rendahkan anggota badannya"[ix]. 

  • Menurut Syaikh As-Sa'di 

Syaikh Abdurrahman As-Sa'di dalam tafsirnya mengatakan, "Khusyu' dalam shalat adalah hadirnya hati (seorang hamba) di hadapan Allah Ta'ala dengan merasakan kedekatan-Nya, sehingga hatinya tenang dan jiwanya tenteram,  (sehingga) semua gerakan (angota badannya) menjadi tenang, tidak menoleh, beradab di hadapan Allah, dengan menghayati semua ucapan dan perbuatan di dalam shalatnya, dari awal sampai akhir".

"Maka dengan ini akan sirna bisikan-bisikan dan pikiran-pikiran yang buruk. Inilah ruh dan tujuan shalat, inilah (pahala) yang didapat seorang hamba. Maka shalat yang tidak terdapat kekhusyu'an dan kehadiran hati --sekalipun mendapatkan balasan dan pahala-- sesungguhnya pahala sesuai dengan apa yang dihayati hati"[x]. 

  • Menurut Ibnu Rajab

Ibnu Rajab mengatakan dalam Majmu' Rasailnya bahwa khusyu' berasal dari kelembutan, kepekaan, ketenangan, ketundukan dan kepatuhan hati. Apabila hati itu khusyu' maka seluruh anggota badan ikut khusyu' pula, karena anggota badan mengikuti hati[xi]. 

  • Menurut Ibnu Katsir

Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya mengatakan, "Khusyu' dalam shalat hanya diraih oleh orang yang mengkonsentrasikan hatinya dan menyibukkannya untuk shalat dan meninggalkan dari yang lainnya serta mengutamakan shalat mengalahkan yang lain. Dengan demikian shalat menjadi ibadah yang ringan dan menyenangkan"[xii].

  • Menurut Syaikh Utsaimin

Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin mengatakan, "Khusyu' itu adalah kekhusyu'an hati"[xiii]. 

Kesimpulan

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa makna khusyu' meliputi hal-hal berikut ini.

Pertama:

Khusyu' bersumber dari hati yang mempengaruhi ketenangan anggota badan termasuk di antaranya adalah pandangan.

Imam Ibnul Qayyim berkata, "Para ulama sepakat bahwa khusyu' tempatnya dalam hati dan tandanya terlihat pada anggota badan."[xiv] 

Nabi saw. Bersabda, "Ketahuilah, bahwa di dalam badan terdapat segumpal darah, apabila baik maka seluruh badan baik pula, apabila rusak maka seluruh badan rusak pula. Ketahuilah segumpal darah itu adalah hati". (HR. Bukhari no 52 dan Muslim no 1599)

Salah satu doa yang diucapkan Nabi saw. saat ruku' adalah, "Allahumma laka raka'tu wa bika amantu walaka aslamtu, khasya'a laka sam'i wa bashari wa mukhkhi wa 'azhmi wa 'ashabi. Ya Allah kepada-Mu aku ruku', kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku berserah diri, dan kepada-Mu pendengaranku, panglihatanku, otakku, tulangku dan urat sarafku tunduk" (HR. Muslim no 771).

Oleh karenanya Sa'id bin Musayyib tatkala melihat seseorang yang iseng memegang-megang jenggotnya dengan tangan saat shalat, beliau mengatakan, "Lau khasya'a qalbu hadza lakhasya'at jawarihuhu. Sekiranya orang tersebut hatinya khusyu' maka anggota badannya pun juga khusyu"[xv]. Ibnu Rajab dalam Majmu' Rasailnya mengatakan: Ini diriwayatkan dari Hudzaifah dan Sa'id bin Musayyib, dan diriwaytakan secara marfu' akan tetapi dengan sanad yang tidak sah[xvi]. 

Adapun yang marfu' kepada Nabi saw. adalah hadits yang dha'if. Abdurrazzaq Al-Mahdi saat mentahqiq tafsir Ma'alimut Tanzil (Tafsir Al-Baghawi) mengatakan: Batil, hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hakim At-Tirmidzi dalam Nawadirul Ushul"[xvii]. Al-Albani dalam Irwa'nya mengatakan: Maudhu'[xviii]. 

Ibnul Jauzi mengatakan, "Asal makna khusyu' adalah tunduk dan tawadhu'. Dan yang dimaksud di sini terdapat tiga pendapat: tidak menengok saat shalat, tenang saat shalat, dan ini pendapat Mujahid, memandang tempat sujud, dan ini pendapat Qatadah"[xix]. 

Kedua:

Tatkala seseorang memberat-beratkan dirinya untuk melaksanakan kekhusyu'an pada anggota badannya sedangkan hatinya kosong dari kekhusyu'an maka itu adalah khusyu' kemunafikan atau khusyu' pura-pura, berdasarkan dua riwayat yang isinya senada.

Hadits Riwayat Al-Baihaqi[xx] dan Ahmad[xxi] dari Abu Darda yang mengatakan, "Mintalah perlindungan kepada Allah dari khusyu' kemunafikan". Abu Darda ditanya, "Apa khusyu' kemunafikan itu?" Beliau menjawab, "Badan terlihat khusyu' tetapi hati tidak." Syaikh Al-Albani saat mentahqiq hadits tersebut dalam kitab Al-Iman karya Ibnu Taimiyyah mengatakan, "Riwayat Abu Darda adalah mauquf"[xxii]. 

Adapun Riwayat Al-Baihaqi[xxiii] dan Al-Hakim At-Tirmidzi[xxiv] dari Abu Bakar Ash-Shiddiq bahwa Rasulullah saw. mengatakan, "Berlindunglah kepada Allah dari khusyu' kemunafikan". Mereka bertanya, "Ya Rasulullah apakah khusyu' kemunafikan itu?" Beliau menjawab, "Badan khusyu' dan hati munafik (tidak Khusyu')", adalah hadits dha'if dikarenakan Al-Harits bin Ubaid didha'ifkan oleh Ahmad dan Ibnu Ma'in[xxv]. 

Ketiga:

Dari definisi yang dikatakan oleh Ibnu Katsir di atas, bahwa seseorang yang sedang melaksanakan shalat dengan khusyu' dia tetap mendengar, melihat dan merasakan  apa yang terjadi di sekitarnya serta memahami seluruh aktivitas shalat dan bacaannya. Kekhusyu'an dalam shalat menghilangkan perasaan dan pikiran-pikiran serta gerakan yang tidak berhubungan dengan shalat yang sedang ia lakukan.

Kalaulah seseorang melakukan gerakan di luar gerakan shalat maka hal itu untuk menjaga kekhusyu'annya. Seperti menggaruk badan karena gatal, karena kalau dia tidak menggaruknya maka akan terus mengganggu kekhusyu'annya, begitu pula gerakan-gerakan yang lain asalkan tidak sampai membatalkan shalatnya.

Wallahu a'lam bish shawab.

Catatan Kaki

i Sebagai contoh, Ibnul Qayyim menyatakan,

ولم يكن من هديه صلى الله عليه و سلم تغميض عينيه في الصلاة

”Bukan termasuk sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, memejamkan mata ketika shalat.” (Zadul Ma’ad, 1/283)

ii Kamus A.W.Munawwir, Pustaka Progresif, cet 14, th 1997, hal 341

iii Waki’, Az-Zuhd, maktabah Ad-Dar, cet 1 th 1984 hal 599 no 328 dan Ibn Al-Mubarak, Az-Zuhd wa Ar-Raqaiq, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, juz 1 hal 1148 dan Al-Hakim, Al-Mustadrak juz 2 hal 426 no 3482

iv Al-Hakim, Al-Mustadrak, juz 2 hal 426 no 3482

v Majmu’ Rasail Ibnu Rajab juz 1 hal 291

vi Ibnu Hajar, Ithaful Maharah, Majma’ Al-Malik Fahd, cet 1 th 1994 juz 11 hal 562

vii Al-Marwazi, Ta’zhim Qadrish Shalah, Maktabah Ad-Dar, cet 1 juz 1 hal 188 no 139, Ibn Rajab, Fathul Bari, Maktabatul Ghuraba’ Al-Atsariyyah cet 1 th 1996 juz 6 hal 366

viii Ibnu Katsir, Tafsir Alquran Al-Adzim, Tahqiq Salamah, Dar Thayyibah, Cet 2 th 1999, juz 5 hal 461

ix Ibnu Katsir, Tafsir Alquran Al-Adzim, Tahqiq Salamah, Dar Thayyibah, Cet 2 th 1999, juz 5 hal 461

x Abdurrahman As-Sa’di, Taisirul Karimur Rahman, Mu’assasah Ar-Risalah, Cet 1, th 2000, hal 547-548

xi Ibnu Rajab, Majmu’ Rasail Ibnu Rajab, Al-Faruq Al-Haditsiyyah, juz 1 hal 290

xii Ibnu Katsir, Tafsir Alquran Al-Adzim, Tahqiq Salamah, Dar Thayyibah, Cet 2 th 1999, juz 5 hal 461

xiii Al-Utsaimin, Tafsir Al-Fatihah dan Al-Baqarah, Dar Ibn Al-Jauzi cet 1 juz 1 hal 165

xiv Ibnul Qayyim, Madarijus Salikin, Darul Kitab Al-Arabi, cet 3 th 1996, juz 1 hal 517

xv Mushannaf Ibnu Abi Syaibah no 6787

xvi Ibnu Rajab, Majmu’ Rasail juz 1 hal 291

xvii Al-Baghawi, Ma’alimut Tanzil, Dar Ihya At-Turats Al-Arabi, cet 1 juz 3 hal 358 no 1476

xviii Al-Irwa’ , Maktab Al-Islami, cet 2 th 1985, juz 2 hal 92 no 373

xix Ibnul Jauzi, At-Tabshirah, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, cet 1 th 1986, juz 1 hal 385

xx Al-Baihaqi, Syu’abul Iman, Maktabatur Rusyd, Cet 1 th 2003 juz 9 hal 220 no 6567

xxi Ahmad, Az-Zuhd, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, cet 1 th 1999 juz 1 hal 117 no 762

xxii Ibnu Taimiyyah, Al-Iman Ibnu Taimiyyah, tahqiq Al-Albani, Al-Maktab Al-Islami cet 4 th 1993, juz 1 hal 27

xxiii Al-Baihaqi, Syu’abul Iman, Maktabatur Rusyd, Cet 1 th 2003 juz 9 hal 220 no 6568

xxiv Al-Hakim At-Tirmidzi , Nawadirul Ushul Fi Ahaditsir Rasul, Darul Jil, juz 3 hal 210

xxv Al-Iraqi, Al-Mughni an Hamlil Asfar fil Asfar fi Tahriji ma fil Ihya’ min Akhbar,  Dar Ibnu Hazm, cet 1 th 2005 juz 1 hal 1243

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun