Yang lebih bepengaruh adalah hasil-hasil pertanian tersebut terkendala dengan tempat pemasokan komiditas pertanian. Beberapa peristiwa terjadi, dimana hasil-hasil pertanian melimpah namun terkendala oleh tempat pemasokan hasil, sehingga mengakibatkan harga anjlok, diluar dari harga ekspektasi yang diharapkan.
Dilihat dari jalur transportasi juga sangat disayangkan, akses keluar daerah dianggap tidak strategis, penghubung ke daerah-daerah tetangga masih terkendala, akses perputaran hasil pertanian kedaerah tetangga tersendat karena akses transportasi tertutup "tidak ada jalur-jalur alternatif yang layak".Â
Sebagai contoh Akses keluar ke Kabupaten Humbang Hasundutan, Delleng simpon. Dari generasi ke generasi, dari jaman ke jaman hingga kini akses itu tertutup tak tertembus, kadang jika dipikir-pikir, karakter nama akan mencerminkan situasi dan sifat, Delleng simpon jika analogikan dengan istilah Toba menjadi "Dolok sompolon", jika diterjemahkan dalam bahasa Pakpak artinya menjadi ditutup, ditempel atau diblok, barangkali dengan asumsi itu yang mengakibatkan akses itu sulit untuk dibuka, "sekedar asumsi"Â
Kemudian kita dapat melihat akses keluar kedaerah Kabupaten Singkil. Pembangunan jalan Salak-Pagindar yang tidak tuntas, hingga kini masih terseok-seok. Mengakibatkan transportasi sebagai penghubung antara daerah  benar-benar stagnan,  tidak terhubung dengan baik, fasilitas jalan yang tidak layak untuk jalur transportasi, khusus arus sirkulasi hasil komoditi Pertanian.
Hingga kini Kabupaten Pakpak Bharat mengandalkan jalur transportasi yang layak hanya menuju akses Kabupaten Dairi, digunakan satu-satunya core penggerak dan penghubung transportasi keluar dan masuk kawasan Pakpak Bharat.Â
Kabupaten Pakpak Bharat diibaratkan sebagai daerah buntu, tertutup akses jalan keluar. Tertutup hubungan dengan daerah tetangga, tidak ada jalur alternatif yang dapat digunakan untuk sirkulasi arus barang dan jasa, Â walaupun daerah tersebut saling berdekatan dan memiliki hubungan suku budaya, ras yang sama dengan Daerah tetangga.
Khusus sirkulasi hasil bumi dan pertanian, dari kajian hukum ekonomi, siklus pelaku ekonomi tidak berjalan dengan baik, pasar barang, pasar produksi dan pasar uang kelihatannya tidak berjalan normal.Â
Perputaran ekonomi kelihatan tidak berputar dengan baik, disaat peredaran uang cukup tinggi, transfer anggaran dari tahun ke tahun terus bergulir dari pemerintah pusat ke daerah, namun perputaran uang kelihatannya kosong melompong, loyo, sepertinya uang itu numpang lewat, bisa jadi perputaran uang berada di daerah tetangga bukan di dalam Daerah itu. "Sebatas asumsi juga".
Kabupaten Pakpak Bharat hanya diuntungkan kepada beberapa orang sepihak, masyarakat dengan identitas sebagai Pegawai Negeri Sipil, bekerja di kantoran Pemerintah, masyarakat yang terpilih sebagai Wakil rakyat, dengan honor dan tunjangan melimpah. Kepala dan pimpinan Lembaga, Organisasi dan Badan usaha  yang menerima sumbangan hibah Pemerintah. Â
Tenaga-tenaga honorer atau pihak ketiga yang ikut aktif dalam menjalankan tugas di perkantoran, diupah dan digaji perbulan sesuai dengan UMR daerah itu. Kepala desa dan perangkat desa yang mengurusi Pemerintahan desa, menyerap anggaran pemerintah yang dihibahkan berkisar milyaran rupiah tiap tahun setiap desa.Â
Kepala pemerintahan dan jajarannya di lingkungan vertikal digaji sesuai pangkat dan jabatan. Para pengusaha dengan rutinitas sebagai Pemborong pemilik proyek pemerintah, keuntungan yang cukup besar disedot dari proyek pemerintah. Bupati dan wakil Bupati yang dipilih oleh rakyat, dengan segala fasilitas dan gaji yang membuat kita terkesima.