Banyak metode pembelajaran yang dapat dipergunakan dalam pendidikan wirausahawan. Pada prinsipnya, dalam berbagai temuan bahwa metode pembelajaran harus beragam, dan tidak membatasi ruang bagi siswa untuk berkreasi baik dalam bentuk ide, dan perilaku. Karena dalam model pembelajaran yang dimaksudkan juga memberikan kebebasan guru untuk merumuskan metode pembelajaran sendiri, maka sebenarnya tidak ada suatu metode baku yang dapat kita tawarkan. Guru diberi kebebasan berkreasi dalam mendesain proses pembelajaran. Hanya yang terpenting diperhatikan oleh guru dalam mendesain proses pembelajaran adalah:
- Menghindari pengumpulan pengetahuan yang tidak ada manfaatnya bagi hidup sasaran didik;
- Mengarahkan belajar siswa untuk mendapatkan pengalaman belajar yang bermanfaat bagi hidup mereka, dengan memanfaatkan pengetahuan yang ia dapatkan;
- Tidak membatasi ruang yang dapat dimanfaatkan siswa untuk berfikir kreatif;
- Belajar siswa hendaknya tetap mengarah pada pemecahan problematic kehidupan, baik yang disampaikan guru maupun yang mereka temukan sendiri;
- Mempergunakan media, sumber informasi, dan metode pembelajaran yang bervariasi;
- Menciptakan suana lingkungan belajar yang menyenangkan dan dapat memotivasi belajar siswa.
Dengan demikian, sebenarnya tidak ada kunci yang bersifat deterministik bagi aktivitas guru untuk mendesain proses pembelajaran. Banyak model-model pembelajaran yang telah diciptakan dalam berbegai penelitian yang mungkin dapat diadopsi. Akan tetapi, itupun tidak merupakan suatu keharusan. Terdapat beberapa stretegi pembelajaran yang dapat dikembangkan oleh guru. Artinya, bahwa strategi pembelajaran merupakan kemungkinan strategi yang dapat diterapkan, akan tetapi jangan dianggap sebagai resep yang sudah pasti. Kreativitas guru untuk mengembangkan dan menyempurnakan strategi pembelajaran masih dibutuhkan. Dalam kesempatan ini penulis hanya mampu
untuk memberikan gambaran kasar tentang strategi umum, sekali lagi, yang sudah barang tentu belum operasional. Operasionalisasi dari strategi yang dirumuskan membutuhkan waktu banyak, dan mungkin menurut prinsip konstruktivis tetap tidak dibenarkan adanya standar strategi pembelajaran yang baku.
Penutup
Sikap dapat tumbuh selama manusia hidup. Sepanjang hidupnya, manusia belajar tidak pernah berhenti. Proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan, dan pengalaman, berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam proses yang panjang inilah nilai-nilai hidup didapatkan oleh manusia, yang kemungkinan besar akan dapat menumbuhkan sikap mereka terhadap subyek atau obyek. Periode kritis penumbuhan seseorang terjadi pada usia 12 tahun sampai 30 tahun (Sear dalam Morgan dan King, 1975).
Jika pendapat Sear ini dianut, maka penumbuhan sikap yang paling tepat ketika usia Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), sampai dengan Perguruan Tinggi (PT), setelah itu sikap akan tumbuh melalui belajar dan pengalaman pribadi masing-masing. Perlu dipahami, bahwa dalam hidup belajar lebih banyak ditentukan oleh diri sendiri dari pada di bangku sekolah. Namun demikian, sudah menjadi kewajiban bagi sekolah untuk menumbuhkan sikap dasar yang bermanfaat bagi hidup sasaran didik. Selanjutnya, di luar bangku sekolah, sikap akan dikembangkan sendiri oleh yang bersangkutan.
Lebih lanjut Sear mengatakan, bahwa setelah usia 30 tahun sikap relative permanen sehingga sulit berubah (dalam Morgan dan King, 1975). Dari sini terlihat betapa pentingnya peletakan sikap dasar di sekolah, mengingat bahwa usia pembentukan sikap dasar ketika siswa ada pada SLTP sampai dengan PT.
Oleh karena itu, jika kita sadar akan tanggung sebagai pendidik, dan menyadari usia yang memungkinkan sikap dapat ditumbuhkan, maka sudah seharusnya kita tidak menyia-nyiakan waktu tersebut untuk menumbuhkan sikap dasar siswa yang benar-benar ada manfaatnya bagi hidupnya maupun bagi bangsa dan negara.
Refrensi:
Gagne, Robert M., dan Leslie J. Briggs, 1974. Principles of Instructional Design. New York : Holt,
Rinehart and Winston, Inc.