Mohon tunggu...
Martinus Jaha bara
Martinus Jaha bara Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Menyediakan informasi wisata Sumba dan kejadian fakta, politik, hukum, puisi dan artikel lainnya, Follow akun media sosial lainnya FB:Martinus Jaha Bara IG:martinjb98 YouTube:Martin J bara

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Dirut PT PSS, Martinus Jaha Bara: Mengecam Keras Kawin Tangkap di SBD! Biarkan Para Perempuan Menentukan Pilihannya!

22 September 2023   07:51 Diperbarui: 22 September 2023   08:03 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menulis dalam bentuk apapun merupakan sublimasi dari jati diri sang penulis yang bersangkutan, meski tinggal besar atau kecil kadar kandungan yang ada di dalamnya itulah jatinya seorang penulis, dengan satu kata bisa menebus ribuan kepala manusia.

Menulis bagian dari menjaga akal sehat, kegiatan tulis menulis itu bisa menjadi ladang usaha, seperti jasa penulisan biografi, buku, novel, atau semacam rekonstruksi sejarah dari silsilah keluarga, kampung asal muasal, suatu komunitas yang perlu diabadikan dalam bentuk catatan yang kelak bisa menjadi bagian dari sejarah yang dapat dijadikan rujukan oleh banyak orang yang memerlukannya.

Catatan yang bisa menjadi bagian dari sejarah itu bisa saja meliputi berbagai hal. Mulai dari sebuah kampung di Pulau Sumba umpamanya, bisa dipahami bahwa penduduk setempat awal mulanya dari perkawinan antara suku dari beberapa kabupaten dengan warga masyarakat yang ada di sekitarnya.

Demikian juga dengan seni dan budaya, mulai dari warna tari-tarian yang khas, hingga bentuk panggung pementasan drama, atau tatanan adat perkawinan yang dikombinasikan antara tradisi, dan suku berbangsa dan negarawan di NKRI.

Dari penelusuran tradisi seni dan budaya hingga adat perkawinan antara suku bangsa yang ada di Nusantara ini, sangat mungkin bisa diketahui lebih banyak ikhwal kekayaan model seni dan budaya suku bangsa Nusantara yang cukup dominan berbasis pada keraton.

Tradisi dan budaya tulis menulis pun dapat dipahami keselarasan-nya berkembang dengan budaya berpantun. atau semacam tercatatnya petuah-petuah sejarah yang bijak bestari. Atau sejenis nasehat yang bijak dan santun yang dikemas dengan pantun yang santun hingga terkesan juga sebagai penghibur, karena jelaka dan menggembirakan hati bagi masanya.

Sementara itu, Salah satu contoh yang paling dekat adalah, bagaimana kawin tangkap di Pulau Sumba beberapa hari lalu pada tanggal (07/09/2023). Semua penulis akan jadi sejarah masa depan bahwa ada beberapa yang tidak menyetujuinya dengan adanya kawin tangkap secara paksa kepada pihak perempuan di kabupaten sumba barat daya (SBD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kawin Tangkap tersebut terjadi di kecamatan Wewewa Barat (SBD-NTT) Hal ini banyak tokoh publik, tokoh agama dan bahkan beberapa tokoh masyarakat Sumba itu sendiri mengomentari, dengan tidak sepakat bahkan mengecam keras mengenai kekerasan terhadap perempuan di SBD.

Seperti dalam pantauan publik, dimna kawin tangkap ini yang memang bagian dari tradisi sumba yang dulu, tapi karena saat ini sudah memasuki era reformasi mederen dan digital yang artinya dari masa kegelapan sudah memasuki era terang dan saatnya para perempuan merdeka untuk bersaing di dunia maya dan pantas mendapatkan kebebasan ekspresi memilih orang yang dicintainya melainkan di paksa begitu saja, saatnya perempuan bebas melihat.

Perempuan Sumba adalah wanita yang hebat, Dimana mereka berperan sebagai seorang ibu yang tangguh, mengandung anak-anak, serta menanggung beban keluarga, jika sudah berumah tangga dan banyak kriatifitas yang mereka lakukan untuk nama baik Sumba, seperti yang di ketahui bersama, kain sarung Sumba yang terbentuk dari benang dan proses yang begitu lumayan lama, dan masih banyak hal lain belum disebutkan.

Tarian tarian adat Sumba, dimana mereka di gunakan setiap adanya pesta adat Sumba dan segala bentuk acara yang perlu diisikan kriatif tarian di negara kesatuan Republik Indonesia, terlebih khususnya di kepulauan sumba Indonesia, umumnya se Nusantara.

"Saya sebagai Pemuda asal Sumba Barat daya, Sangat tidak Setuju dengan adanya kawin tangkap terhadap perempuan, Karena ternilai bagian dari pelesehan seksual secara paksa, pemerkosaan, perampokan, sebagaimana yang kita ketahui bersama sebagai berikut," Tegasnya.

Pasal 454 KUHP melarang membawa pergi perempuan dengan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan maksud untuk memastikan penguasaan terhadap perempuan tersebut, baik di dalam maupun di luar perkawinan. Tindakan ini termasuk dalam tindak pemaksaan perkawinan yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU TPKS),"Bunyinya.

Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menegaskan, bahwa pelaku perkawinan paksa dapat dipidana penjara paling lama sembilan tahun dan denda maksimal dua ratus juta rupiah.

"Harapan", Agar pelaku kekerasan terhadap perempuan seperti kawin tangkap, diskriminasi, dan kekerasan lainnya tidak terulang lagi terjadi di kepulauan sumba, dan hal ini menjadi terakhir kali dilakukan terhadap perempuan pada umumnya di negara republik Indonesia yang merdeka ini, khususnya di Sumba Barat daya yang telah terjadi beberapa hari lalu yang menghebohkan warganet," Tegasnya.

Pasalnya, Nilai-nilai kearifan lokal serupa itu seperti tentang burung Tempuak tak mungkin bersarang rendah. Atau dalam ungkapan untuk seseorang yang tak pandai mengukur baju di badan, hingga slogan yang menandai suatu sikap merdeka.

Tentang raja alim raja di sembah, raja alim raja disanggah. Ungkapan ini sesungguhnya mengekspresikan sikap budaya perlawanan dari warga masyarakat terhadap penguasa yang tidak boleh bertindak dan berlaku semena-mena terhadap punggawa atau rakyatnya.

Jadi budaya tulis menulis pun dapat diposisikan dalam upaya membuat pertahanan budaya terbaik dari masyarakat, agar tingkat kepunahannya bisa dicegah kalau pun tidak bisa sama sekali dihentikan akibat arus zaman dan hentakan global yang mengguncang segenap sendi kehidupan kita di dunia.

"Artinya", melalui aktivitas tulis menulis, baik yang bersifat informasi, komunikasi bahkan publikasi, pada era milineal sejarang ini telah menjadi kekuatan tersendiri yang tidak bisa lagi diabaikan.

Kelak itu, Karena pengaruh media sosial yang telah menumbangkan media mainstream sungguh dahsyat dan mampu membuat banyak orang tercengang takjub mampu membuat perubahan perkembangan dalam waktu sekejap.

Sebagaimana mestinya, Semua yang kita lakukan lewat media sosial yang berbasis internet, akan permanen meninggalkan rekam jejak digital, sehingga kelak dapat menjadi semacam batu nisan dimana setiap orang bisa berziarah kapan pun dalam waktunya yang dikehendaki.

Karena itu, indah dan kekayaan nilai sejarah dari jejak digital yang kita tuliskan di atas batu nisan digital ini, akan memberi arti sesuai dengan kandungan nilai mutiara yang kita tatakan di batu nisan diri kita sendiri, mulailah menulis karena menulis itu baik untuk Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun