Penulis yang pernah tinggal hampir 9 tahun di benua Kangguru, Australia merasakan betul bahwa bicara politik adalah sesuatu yang tidak populer disana. Suatu ketika saat diajak makan bersama dengan pemilik rumah dimana kami sekeluarga tinggal sementara, seorang warga Australia dimana  penulis mencoba bertanya sesuatu yg berbau pemerintahan dan arah politik.Â
Mengejutkan sekali respon mereka. Mereka berusaha mengalihkan isi pembicaraan, ke arah lain seperti bertanya tentang makanan atau tempat yg menarik di Indonesia.
Demikian juga saat penulis makan bersama anak dan istri di suatu waktu. Saat itu, bicara tentang kondisi politik di tanah air. Putri saya bilang, bapak jangan bicara politik di meja makan.Â
Mengapa saya balik bertanya. Kalau di Australia, tabu bicara hal hal berbau politik dan arah politik kita. Baru saya sadar seperti pepatah 'Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung'.
Mungkin budaya tersebut, sudah ditanam sejak sekolah dasar. Dan itu yang dialami putri saya selama dia sekolah di sana. Perbedaan arah politik, mungkin juga ras dan religi bukan untuk dipertentangkan atau dikemukakan kepada teman bicara.
Untuk itulah selama bekerja disana, saya tidak pernah bicara tentang hal itu khususnya politik. Hal menarik yang penulis alami, kolega kerja penulis seorang berasal dari Afganistan saat kenalan dan mengetahui saya berasal dari Indonesia.Â
Setelah berkenalan nama dan berapa lama sudah di Australia. Kamu agama ini ya. What? Kok bisa bisa bertanya tentang agama. Tapi saya hanya berpikir positif, mungkin dia baru datang dan belum mengenal betul negara yang dia datangi.
Suatu ketika, saat jam rehat kerja. Saya bicara santai dengan supervisor saya, saat itu menjelang pemilihan umum Australia. Saya bertanya, sepertinya kamu dan teman sekantor kita tidak terlalu peduli siapapun dan partai apapun yang menang di pemilu ya.Â
Tapi yang membuka pembicaraan dia, karena sebelumnya dia bertanya tentang negara Indonesia. Mungkin ini saat yg tepat saya sedikit nyerempet bicara politik ke orang Australianya sendiri.
Jawaban sang supervisor sangat mengherankan saya saat itu. Dia bilang, saya tahu teman kantor kita, si A itu partai X, si B itu condong ke Y, kalau si C ke arah X. Saya kejar terus bertanya berharap dia tidak tersinggung.Â
Kamu kok tahu, kan kamu tidak pernah bertanya kepada mereka, dan mungkin tidak bicara politik selama kerja. Dia menjawab, tidak perlu kita tanya atau bicara sama seseorang untuk tahu dia milih kandidat Perdana Menteri A atau B dan partai X, Y atau Z.Â
Dari cara mereka donasi, dan setuju dengan kebijakan contohnya pengurangan tarif pajak (isu ini diperjuangkan A dan partai Y) dan tidak setuju dengan kebijakan pelonggaran masuknya imigran (hal yang didorong oleh B dan partai X) kita bisa tahu bahwa dia lebih condong dan memiliki preferensi dukungan ke calon perdana menteri dan partai yang mana.
Ini sebenarnya yang kita tidak miliki. Fanatisme kita terhadap seorang Calon Presiden dan pilihan kita terhadap Partai Politik jangan dipertontonkan dan diperdebatkan kepada orang lain. Lama kelamaan inilah yang ditakutkan menjadi polarisasi dalam masyarakat.
Kita bukan negara kerajaan tapi negara demokrasi. Seseorang menjadi pemimpin di batasi 2 kali masa jabatan. Walau partai politik punya ideologi yang bersifat permanen, namun isu apa yang ingin partai itu perjuangkan pasti berubah seiring waktu.Â
Visi dan misinya pasti berbeda beda diantara partai itu. Itulah yang harusnya kita sebagai pemilih sebagai dasar mengapa kita memilih A dan bukan B.
Semoga tahun 2024 demokrasi kita naik kelas. Sehingga kita bisa cepat move on, saat pilihan kita kalah. Kita tidak cepat terprovokasi saat pilihan kita tidak terpilih.
Buatlah hidup lebih mudah, karena perjalanan mengisi kehidupan kita tidaklah mudah.
Saatnya katakan 'Tidak' bicara politik saat dimeja makan, ber chatt di group, dikantor, dikeluarga.
Biarlah itu kerjaan para politisi dan pengamat, karena itu adalah pekerjaan mereka.
Salam Damai. Kembali Merajut Kebangsaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H