Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Humanis (13): Ekstrakurikuler, Sinergisnya Pembelajaran

13 September 2021   16:17 Diperbarui: 13 September 2021   16:16 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Illustrasi. www.self.com
Illustrasi. www.self.com
Guru hendaknya mengenali potensi anak-anak dalam pembelajaran. Hal ini penting bagi guru itu sendiri untuk mengakui potensi anak dan mendorongnya untuk pengembangan. Pengakuan potensi dari guru sangatlah memotivasi bagi anak-anak untuk bangga dengan kemampuannya dan terus bertekun untuk mengembangkannya. Bahkan, dorongan guru bagi anak-anak untuk fokus pada pengembangan potensi akan menjadi sebuah kekuatan sendiri bagi anak-anak serasa mendapat "sorak-sorai suporter" layaknya sedang memainkan pertandingan besar.

Seperti yang dilakukan sang guru suatu hari pada anak didiknya di kelas tatkala sedang membuat movie class sebagai tugas akhir tahun. Sang guru melihat seorang anak yang menjadi sutradara movie class begitu handal mengatur shooting teman-temannya dan hasilnya pun tidak mengecewakan. Sang guru pun tidak segan mengatakan bahwa anak itu bisa menjadi sutradara handal bahkan akan lebih baik jika mau kuliah di cinematografi. Anak itu pun mulai menekuni dan terlibat dalam beberapa kegiatan pembuatan film sekolah.

Tidak sedikit juga anak-anak yang bergabung dalam ekstrakurikuler jurnalistik seiring feedback dan pengakuan sang guru akan tulisan anak-anak itu di mana sang guru begitu memuji kelihaian mereka dalam tulis-menulis. Guru yang lain pun tampak mulai melihat potensi anak dan mendorong mereka untuk terlibat dalam ekstrakurikuler yang sesuai, seperti sepak bola dan basket oleh guru olahraga atau  melukis oleh guru seni, bahkan web desain oleh guru komputer.

Ikatan batin pembelajaran dan ekstrakurikuler benar-benar dibutuhkan dalam mengembangkan keduanya sehingga ada sebuah hubungan sinergis antara keduanya. Bahkan dalam pembelajaran pun dapat dilakukan sebuah proses refleksi atas proses keikutsertaan anak-anak dalam ekstrakurikuler. Pembelajaran agama tidak hanya berbicara melulu tentang Tuhan namun juga tentang hidup ini sendiri yang merupakan anugerah-Nya. Dalam sebuah subtopik pemaknaan atas hidup sebagai karunia Tuhan, sebuah refleksi tentang ekstrakurikuler pun menjadi topik yang menarik. Bagaimana anak-anak menjalani ekstrakurikuler dan nilai-nilai kehidupan apa di balik pengalaman itu menjadi sebuah permenungan yang dalam tentang mengembangkan anugerah yang ada. Refleksi benar-benar mampu mendarah-dagingkan ekstrakurikuler dalam pembelajaran akan hidup itu sendiri.

Budaya mengapresiasi hasil karya dan hasil kerja anak pun perlu dikembangkan sebagai school culture. Harus diakui bahwa banyak sekolah sangat lemah dalam apresiasi sehingga semua berjalan begitu saja bahkan jauh dari perhatian. Apresiasi bukan hanya pada hal-hal yang hebat seperti menjuarai lomba tertentu tetapi apresiasi dapat berupa perhatian dan pengakuan. Perhatian pada fasilitas dan kemajuan ekstrakurikuler menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi guru ekstra dan anak-anak. Pengakuan akan eksistensi mereka dalam sebuah kegiatan tertentu juga sangatlah mengesankan dan membahagiakan.

Sebuah sekolah di Semarang melakukan layaknya Ekstrakurikuler Fair, yakni semua ekstrakurikuler memiliki stan layaknya sebuah pameran atau bazar. Uniknya lagi, acara ini mengajak sekolah-sekolah lain untuk berpartisipasi sehingga perkawanan dan kebersamaan dapat terjalin antar sekolah. Selama satu hari penuh pameran atau Ekstarukrikuler Fair yang juga diikuti sekolah lain itu dilaksanakan. Dan memuncaknya adalah pada malam hari dalam pagelaran seni kolaboratif yang mereka sebut dengan Malam Budaya.

Uniknya, malam budaya ini layaknya pentas drama atau teater dengan tokoh-tokoh dan alur. Namun, pagelaran ini meng-cover begitu banyak ekstrakurikuler secara kolaboratif. Pemain dramanya adalah anak-anak yang tergabung dalam ekstrakurikuler teater. Pengiring musiknya adalah anak-anak dari kelompok gamelan Jawa dan kelompok band. Pemain figuran dan penari latar berasal dari ekstrakurikuler (kelompok) tari tradisional, tari modern, dan cheerleaders. Desain panggung dan animasi pendukung dari kelompok dekorasi dan komputer. Sebuah kolaborasi besar-besaran terjadi dalam malam budaya.

Akhirnya, kita semakin diyakinkan bahwa ekstrakurikuler bukanlah anak tiri dalam pendidikan. Ekstrakurikuler justru semakin menguatkan semakin kuatnya sinergis pembelajaran dalam proses pendidikan mendampingi anak-anak untuk maju dan berkembang. Selamat mengoptimalkan ekstrakurikuler!    

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
@ Pendidikan Humanis: diambil dari sebuah buku yang berjudul #The_Educatorship, Seni Memanusiakan Wajah Pendidikan, yang ditulis oleh FX Aris Wahyu Prasetyo, 2016, PT Kanisius, Yogyakarta. Nilai-nilai humanis yang sangat kental dalam kisah-kisah yang tertuang dalam buku ini patut untuk dibagikan ulang sebagai inspirasi dan motivasi mengembangkan pendidikan dewasa ini. Pendidikan sejatinya memanusiakan manusia menuju taraf insani, maka mari mengembangkan humanisme dalam dunia pendidikan secara kontekstual, bermakna, dan reflektif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun