Pastinya sekolah bukanlah sekedar urutan jam pelajaran dan kegiatan yang mengalir begitu saja dari hari ke hari. Saatnya menjadikan sekolah sebagai seni belajar untuk saling mendukung dan menginspirasi lewat kolaborasi.
Ekstrakurikuler sering menjadi "anak tiri" dalam proses pendidikan di sekolah. Serasa hanya menjadi pelengkap saja maka ekstrakurikuler menjadi aktivitas tambahan bagi anak-anak untuk mengisi waktu sepulang sekolah atau sore hari. Berbagai kegiatan olahraga, seni, budaya, dan ilmu pengetahuan coba ditawarkan pada anak-anak. Bahkan untuk membuat ekstrakurikuler marak diberi lebel "wajib" bagi anak-anak untuk mengikuti minimal satu ekstrakurikuler.
Sesungguhnya keberadaan ekstrakurikuler sangat baik bila diletakkan pada perannya dengan tujuan yang jelas. Kegiatan dalam ekstrakurikuler bukanlah hanya sebagai pelengkap atau anak tiri dari pembelajaran pagi hari namun justru menjadi sebuah pengembangan minat dan potensi anak secara lebih mendalam. Pembelajaran pagi yang begitu padat materi dan dilakukan secara klasikal, kadangkala anak-anak kurang memiliki kesempatan untuk mendalami minat dan potensinya.
Di samping itu, hobi anak-anak pun kurang di-cover dalam pembelajaran pagi sehingga memang dibutuhkan media untuk mengembangkan hobi itu. Seorang anak atau sekelompok anak yang sangat menyukai dunia tulis-menulis merasa bahwa pembelajaran pagi masih terlalu sedikit memberi peluang bagi mereka untuk mengekspresikan hobi tulis-menulis mereka sehingga mereka membutuhkan sebuah wadah untuk mengembangkannya, seperti ekstrakurikuler jurnalistik dengan majalah atau koran sekolah.
Atau, yang sedang nge-trend saat ini adalah maraknya anak-anak dan remaja menyukai olahraga seperti bulutangkis, sepak bola, dan bola basket. Rasanya pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan di pagi hari kurang meng-cover antusiasme anak-anak itu maka ekstrakurikuler olahraga dengan berbagai cabang menjadi media yang baik dalam menampung energi dan hobi mereka.
Bahkan ketertarikan anak yang ada kaitannya langsung dengan pembelajaran kadangkala membutuhkan waktu lebih bagi anak-anak untuk mendalaminya. Pembelajaran ilmu pengetahuan alam di kelas pagi kadangkala sangat terbatas dengan waktu yang ada. Praktikum di laboratorium pun hanya terbatas dengan ujicoba yang sudah terprogram oleh guru sehingga anak-anak tidak mempunyai peluang untuk melakukan penelitian atas inisiatif sendiri atau menguji hipotesisnya sendiri atas sesuatu hal. Kelompok karya ilmiah menjadi sebuah media yang luas dan bebas bagi anak-anak untuk menjadi "peneliti" pemula. Ilmu pengetahuan terus berkembang bukankah juga dari kemauan dan ketekunan untuk berujicoba seperti yang sudah banyak dilakukan para ilmuwan terdahulu.
Selain itu, anak-anak yang menyukai ilmu pengetahuan sosial pun bukan berarti tidak memiliki peluang mendalami minat dan potensinya. Kelompok film yang terdiri dari anak-anak yang gemar membuat film dapat menjadi media yang baik bagi anak-anak untuk mendalami ilmu pengetahuan sosial lewat film dokumentar yang mereka buat kemudian melakukan pemutaran film dan diskusi tentang film itu. Hal ini pun sama halnya dengan anak-anak pecinta sastra yang mulai gemar berlatih teater dan mementaskannya. Mereka mempunyai ruang dan waktu yang lebih banyak untuk mengekspresikan imaginasi dan interpretasinya atas karya-karya sastra yang ada.
Dengan demikian, jelaslah bahwa sesungguhnya ekstrakurikuler bukanlah anak tiri dari pembelajaran justru menjadi "saudara kandung" yang sangat erat ikatan batinnya. Esktrakurikuler justru bisa menjadi sebuah media mendewasakan apa yang anak-anak pelajari di pembelajaran reguler dan menjadikan mereka lebih produktif dan inovatif. Peran ekstrakurikuler ini mesti dipahami dan dihayati sungguh oleh sekolah sehingga tidak terjebak pada kesan hanya menambah kegiatan dan membebani anak-anak setelah pembelajaran reguler.
"Mendarah-dagingkan" Ekstrakurikuler
Sebagai saudara kandung antara pembelajaran reguler dan ekstrakurikuler, sudah waktunya ada semangat untuk saling mendukung satu sama lain. Pembelajaran sebagai saudara tua hendaknya mampu melindungi ekstrakurikuler untuk tetap eksis dan memiliki makna bagi para siswa. Di sinilah peran guru dalam memelihara dan memaknai ekstrakurikuler.
Guru hendaknya mengenali potensi anak-anak dalam pembelajaran. Hal ini penting bagi guru itu sendiri untuk mengakui potensi anak dan mendorongnya untuk pengembangan. Pengakuan potensi dari guru sangatlah memotivasi bagi anak-anak untuk bangga dengan kemampuannya dan terus bertekun untuk mengembangkannya. Bahkan, dorongan guru bagi anak-anak untuk fokus pada pengembangan potensi akan menjadi sebuah kekuatan sendiri bagi anak-anak serasa mendapat "sorak-sorai suporter" layaknya sedang memainkan pertandingan besar.
Seperti yang dilakukan sang guru suatu hari pada anak didiknya di kelas tatkala sedang membuat movie class sebagai tugas akhir tahun. Sang guru melihat seorang anak yang menjadi sutradara movie class begitu handal mengatur shooting teman-temannya dan hasilnya pun tidak mengecewakan. Sang guru pun tidak segan mengatakan bahwa anak itu bisa menjadi sutradara handal bahkan akan lebih baik jika mau kuliah di cinematografi. Anak itu pun mulai menekuni dan terlibat dalam beberapa kegiatan pembuatan film sekolah.
Tidak sedikit juga anak-anak yang bergabung dalam ekstrakurikuler jurnalistik seiring feedback dan pengakuan sang guru akan tulisan anak-anak itu di mana sang guru begitu memuji kelihaian mereka dalam tulis-menulis. Guru yang lain pun tampak mulai melihat potensi anak dan mendorong mereka untuk terlibat dalam ekstrakurikuler yang sesuai, seperti sepak bola dan basket oleh guru olahraga atau  melukis oleh guru seni, bahkan web desain oleh guru komputer.
Ikatan batin pembelajaran dan ekstrakurikuler benar-benar dibutuhkan dalam mengembangkan keduanya sehingga ada sebuah hubungan sinergis antara keduanya. Bahkan dalam pembelajaran pun dapat dilakukan sebuah proses refleksi atas proses keikutsertaan anak-anak dalam ekstrakurikuler. Pembelajaran agama tidak hanya berbicara melulu tentang Tuhan namun juga tentang hidup ini sendiri yang merupakan anugerah-Nya. Dalam sebuah subtopik pemaknaan atas hidup sebagai karunia Tuhan, sebuah refleksi tentang ekstrakurikuler pun menjadi topik yang menarik. Bagaimana anak-anak menjalani ekstrakurikuler dan nilai-nilai kehidupan apa di balik pengalaman itu menjadi sebuah permenungan yang dalam tentang mengembangkan anugerah yang ada. Refleksi benar-benar mampu mendarah-dagingkan ekstrakurikuler dalam pembelajaran akan hidup itu sendiri.
Budaya mengapresiasi hasil karya dan hasil kerja anak pun perlu dikembangkan sebagai school culture. Harus diakui bahwa banyak sekolah sangat lemah dalam apresiasi sehingga semua berjalan begitu saja bahkan jauh dari perhatian. Apresiasi bukan hanya pada hal-hal yang hebat seperti menjuarai lomba tertentu tetapi apresiasi dapat berupa perhatian dan pengakuan. Perhatian pada fasilitas dan kemajuan ekstrakurikuler menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi guru ekstra dan anak-anak. Pengakuan akan eksistensi mereka dalam sebuah kegiatan tertentu juga sangatlah mengesankan dan membahagiakan.
Sebuah sekolah di Semarang melakukan layaknya Ekstrakurikuler Fair, yakni semua ekstrakurikuler memiliki stan layaknya sebuah pameran atau bazar. Uniknya lagi, acara ini mengajak sekolah-sekolah lain untuk berpartisipasi sehingga perkawanan dan kebersamaan dapat terjalin antar sekolah. Selama satu hari penuh pameran atau Ekstarukrikuler Fair yang juga diikuti sekolah lain itu dilaksanakan. Dan memuncaknya adalah pada malam hari dalam pagelaran seni kolaboratif yang mereka sebut dengan Malam Budaya.
Uniknya, malam budaya ini layaknya pentas drama atau teater dengan tokoh-tokoh dan alur. Namun, pagelaran ini meng-cover begitu banyak ekstrakurikuler secara kolaboratif. Pemain dramanya adalah anak-anak yang tergabung dalam ekstrakurikuler teater. Pengiring musiknya adalah anak-anak dari kelompok gamelan Jawa dan kelompok band. Pemain figuran dan penari latar berasal dari ekstrakurikuler (kelompok) tari tradisional, tari modern, dan cheerleaders. Desain panggung dan animasi pendukung dari kelompok dekorasi dan komputer. Sebuah kolaborasi besar-besaran terjadi dalam malam budaya.
Akhirnya, kita semakin diyakinkan bahwa ekstrakurikuler bukanlah anak tiri dalam pendidikan. Ekstrakurikuler justru semakin menguatkan semakin kuatnya sinergis pembelajaran dalam proses pendidikan mendampingi anak-anak untuk maju dan berkembang. Selamat mengoptimalkan ekstrakurikuler! Â Â
Pendidikan Humanis: diambil dari sebuah buku yang berjudul #The_Educatorship, Seni Memanusiakan Wajah Pendidikan, yang ditulis oleh FX Aris Wahyu Prasetyo, 2016, PT Kanisius, Yogyakarta. Nilai-nilai humanis yang sangat kental dalam kisah-kisah yang tertuang dalam buku ini patut untuk dibagikan ulang sebagai inspirasi dan motivasi mengembangkan pendidikan dewasa ini. Pendidikan sejatinya memanusiakan manusia menuju taraf insani, maka mari mengembangkan humanisme dalam dunia pendidikan secara kontekstual, bermakna, dan reflektif.
@Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H