Terlalu sempit ketika dinamika diterjemahkan hanya sebagai perangkat dan aktivitas pembelajaran karena dinamika hendaknya menjadi masterplan pembelajaran yang seimbang dengan keadaan nyata dalam kehidupan anak didik di keluarga, lingkungan, masyarakat, dan global. Â
Akhirnya, sarana-sarana penerjemahan tujuan ini mesti mempertimbangkan konteks dan tujuan dalam semangat humanisasi.
Akhirnya nilai hidup adalah supremasi dari proses pendidikan yang harus selalu ditanamkan dan ditumbuh-kembangkan dalam pembelajaran. Ini adalah proses membangun habitus atau kebiasaan baik dalam dunia pendidikan.
Materi apapun yang dipelajari anak didik hendaknya mengerucut pada penggalian dan pemaknaan nilai kehidupan. Proses ini sering disebut dengan istilah refleksi, yakni proses melihat kembali segala peristiwa atau dinamika belajar yang telah terjadi lalu mengambil makna hidup dari proses itu sebagai modal menjalani kehidupan yang lebih nyata.Â
Hal ini penting bagi dunia pendidikan sebagai usaha membangun kesadaran terencana dalam membangun kualitas hidup karena sesungguhnya esensi pendidikan adalah membangun kualitas hidup yang dinamis dan lebih baik.Â
Socrates pernah berkata:Â "Hidup yang tidak direfleksi tidak layak dihidupi." Dengan demikian, semakin kuatlah bahwa refleksi menjadi keharusan untuk diimplementasikan dalam proses pendidikan sebagai cara membangun habitus dan kultur untuk hidup layak dan terhormat.
Pendidikan adalah proses menghidupi semangat-semangat kehidupan melalui pengalaman-pengalaman bermakna dan kontekstual yang terencana dan terukur.Â
Sekolah hendaknya menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak didik dan mendorong mereka untuk belajar kehidupan.Â
Dan, kelas pastinya menjadi komunitas belajar secara reflektif dalam kerangka membangun konsep yang holistik, keteguhan hati, dan peduli dengan berbagai gejala sosial dan ekologis.
Akhirnya, pendidikan yang baik untuk generasi penerus membutuhkan dukungan dari pemerintah yang memahami konsep pendidikan untuk sekolah kehidupan.Â