Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Seri untuk Negeri (1): Membangun Sekolah Kehidupan

14 Maret 2021   04:04 Diperbarui: 14 Maret 2021   04:36 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hope. harvardfilmarchive.org 

Kegaduhan pendidikan tak kunjung henti. Dari masalah kurikulum yang selalu berganti-ganti hingga profesionalisme pendidik selalu terjadi kontroversi. Dunia pendidikan di negeri tercinta ini perlahan-lahan menjadi suram dan tak menentu arah tujuannya. 

Di tataran teratas selalu meributkan wacana reformasi pendidikan yang bermuara pada kerepotan para praksis pendidikan di sekolah dengan segala aturan dan berbagai syarat yang harus dipenuhi atas nama pelatihan dan pengembangan profesionalisme. 

Ujung-ujungnya anak didik yang menjadi korban atas lika-liku pendidikan yang diombang-ambing ombak reformasi. Bahkan, di saat pandemi seperti ini belum juga ada terobosan edukatif.

Kegaduhan begitu terasa dalam dunia pendidikan, khususnya pada tataran praktis sekolah. Sertifikasi guru demi profesionalisme semu pun telah menyita banyak waktu dan energi pendidik dalam memenuhi persyaratan yang ada seiring dengan kekhawatiran setiap bulan. 

Ujung-ujungnya, sertifikasi cenderung membawa kemakmuran ekonomi daripada profesionalisme. Kegaduhan ini semakin diramaikan dengan berbagai kebijakan berkaitan dengan kurikulum yang sering berubah-ubah tanpa ada kemapanan pendidikan. 

Akhirnya, sekolah menjadi korban dari kegaduhan itu yang berimbas pada prose belajar anak didik yang tidak optimal.

Humanisme Pendidikan

Fakta dasar yang harus diakui, kelas merupakan lingkungan dasar dalam pengembangan berbagai aspek kehidupan anak dalam dunia pendidikan. 

Betapa hebatnya wacana reformasi pendidikan tetapi tidak memudahkan dan mendorong anak didik untuk semangat belajar adalah sebuah kesia-siaan belaka, bahkan bisa dikatakan sebagai kebrutalan pedagogis terhadap sebuah generasi. 

Oleh karena itu, kelas adalah pusat pemikiran setiap pendidik dalam mengusahakan harkat dan martabat sebuah generasi ke depan.  

Sehebat-hebatnya kurikulum yang ditentukan harus mempertimbangkan tataran implementasi. Celakanya, kurikulum yang selalu berubah-ubah saat ini cenderung tidak implementatif dan menyusahkan pada tataran sekolah.

Kelas sebagai dasar sekaligus pemikiran edukatif sesungguhnya bukan sekadar ruangan dengan kursi, meja, papan tulis, dan segala atribut pendukungnya. 

Lebih dari itu, kelas dalam dunia pendidikan mengacu pada keadaan, tujuan, dinamika, dan nilai hidup dalam membangun habitus kemanusian yang adil dan beradab. 

Ada banyak  semangat yang menggelora dalam membangun "kelas" sebagai sebuah dasar falsafah dalam mendidik generasi muda menuju taraf insani. Merangkum semangat dalam esensi kelas tersebut, humanisme dapat dijadikan sebagai benang merah yang sekaligus menjadi roh pengembangan pendidikan.

Keadaan sebagai sebuah bagian dalam konsep kelas humanis tersebut bermaksud menunjukkan betapa beragamnya anak didik di sekolah dengan perbedaan latar belakang, kemampuan, orientasi, dan ekspektasi. 

Keadaan ini merujuk pada konteks anak didik dalam melaksanakan proses belajar bersama pendidik, teman, dan lingkungannya. Mempertimbangkan konteks pendidikan berarti sudah waktunya menekankan pada keragaman kebutuhan, bukan keseragaman absolut yang mengharuskan sama dalam banyak hal. 

Kelas merupakan bukti nyata keragaman dalam konteks pengembangan pendidikan maka proses pembelajaran hendaknya menempatkan keragaman anak didik sebagai dasar pengembangan pembelajaran yang humanis. 

Tujuan dalam konteks pendidikan menjadi acuan dan arah pendidikan. Tujuan yang dimaksud sesungguhnya bukan sekedar tujuan praktis belaka, namun lebih besar dari itu mengarah pada tujuan belajar dalam kerangka kehidupan. 

Hal ini sangat logis karena belajar di kelas merupakan proses belajar dari dan untuk kehidupan nyata. 

Anak didik tidak sekedar belajar tentang materi pembelajaran yang hanya merujuk pada tes kognitif, tetapi sesungguhnya yang lebih penting adalah bagaimana kaitan antara materi pembelajaran dengan kehidupan nyata.

Dinamika pembelajaran adalah sarana dalam mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.  Implementasi tujuan dalam dinamika pastinya mempertimbangkan konteks dan sisi aplikasi dalam kehidupan sebagai bentuk humanisasi pendidikan yang mengarah pada peradaban manusia. 

Terlalu sempit ketika dinamika diterjemahkan hanya sebagai perangkat dan aktivitas pembelajaran karena dinamika hendaknya menjadi masterplan pembelajaran yang seimbang dengan keadaan nyata dalam kehidupan anak didik di keluarga, lingkungan, masyarakat, dan global.  

Akhirnya, sarana-sarana penerjemahan tujuan ini mesti mempertimbangkan konteks dan tujuan dalam semangat humanisasi.

Akhirnya nilai hidup adalah supremasi dari proses pendidikan yang harus selalu ditanamkan dan ditumbuh-kembangkan dalam pembelajaran. Ini adalah proses membangun habitus atau kebiasaan baik dalam dunia pendidikan.

Materi apapun yang dipelajari anak didik hendaknya mengerucut pada penggalian dan pemaknaan nilai kehidupan. Proses ini sering disebut dengan istilah refleksi, yakni proses melihat kembali segala peristiwa atau dinamika belajar yang telah terjadi lalu mengambil makna hidup dari proses itu sebagai modal menjalani kehidupan yang lebih nyata. 

Hal ini penting bagi dunia pendidikan sebagai usaha membangun kesadaran terencana dalam membangun kualitas hidup karena sesungguhnya esensi pendidikan adalah membangun kualitas hidup yang dinamis dan lebih baik. 

Socrates pernah berkata: "Hidup yang tidak direfleksi tidak layak dihidupi." Dengan demikian, semakin kuatlah bahwa refleksi menjadi keharusan untuk diimplementasikan dalam proses pendidikan sebagai cara membangun habitus dan kultur untuk hidup layak dan terhormat.

Sekolah Kehidupan

Pendidikan adalah proses menghidupi semangat-semangat kehidupan melalui pengalaman-pengalaman bermakna dan kontekstual yang terencana dan terukur. 

Sekolah hendaknya menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak didik dan mendorong mereka untuk belajar kehidupan. 

Dan, kelas pastinya menjadi komunitas belajar secara reflektif dalam kerangka membangun konsep yang holistik, keteguhan hati, dan peduli dengan berbagai gejala sosial dan ekologis.

Akhirnya, pendidikan yang baik untuk generasi penerus membutuhkan dukungan dari pemerintah yang memahami konsep pendidikan untuk sekolah kehidupan. 

Selain itu, keluarga yang memiliki kultur terdidik menjadi dukungan sekaligus pondasi pembentukan karakter, habit, dan budaya hidup yang beradab bagi anak didik. 

Relasi dan komunikasi dalam keluarga menjadi sarana yang baik dalam pemahaman dan pengolahan nilai-nilai kehidupan. 

Bahkan, masyarakat pun ambil bagian dalam membangun pendidikan yang baik lewat segala potensi dan sumber belajar yang ada, seperti potensi alam, kekuatan sumber daya manusia, keragaman sosial, dan fluktuasi kehidupan dalam interaksi sosial.

Dengan demikian, pendidikan bagi generasi penerus bangsa ini membutuhkan sinergi dan kolaborasi yang baik antara keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah. 

Membangun sekolah kehidupan berarti melibatkan segala daya dan usaha dari seluruh komponen tersebut dalam aktualisasi diri dan refleksi yang berkelanjutan. Carpe Diem, Seize the Day. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun