Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Senja (14): Cerita Marla Belum Berujung

6 Februari 2021   07:07 Diperbarui: 6 Februari 2021   07:31 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. depositphotos.com

Kebahagiaan itu sangat misteri dalam setiap sanubari diri manusia. Tidak ada ukuran ilmiah apapun yang mampu menakarnya sebagai rumus pasti menjadi formula kebahagiaan dalam hidup ini. Kebahagiaan hakiki tidak perlu dicari ke mana-mana, dia ada di hati sanubari.       

Marla adalah seorang anak perempuan yang sangat cantik parasnya walaupun umurnya baru 10 tahun.  Ia hidup hanya berdua dengan neneknya di sebuah gubuk kecil di sebuah desa.

Marla tidak pergi ke sekolah karena uangnya pun pas-pas an untuk makan. Ia hanya diajari neneknya yang merupakan mantan guru dan ia bercita-cita untuk menjadi seorang dokter mata karena ingin menyembuhkan mata neneknya yang katarak.

Pada siang hari, Marla suka bersepeda dengan sepeda ibunya yang sudah meninggal. Ia juga gemar membaca buku yang ia dapatkan dari neneknya. Pada malam hari, Marla suka menatap langit yang bertabur bintang sambil membayangkan kedua orang tuanya di atas sana.

Di pinggir desa ada sebuah sungai, ia suka bermain air di sana. Tahun demi tahun sungai tersebut tetap menjadi tempat favorit Marla terutama ketika merindukan kedua orang tuanya. Sekarang Marla sudah berusia 17 tahun dan bergantian sekarang ia yang mengurus neneknya sambil bekerja menjadi pegawai kasir di sebuah toserba.

Pada suatu hari neneknya tiba-tiba sesak nafas dan Marla pun panik. Marla segera menghubungi dokter muda usulan tetangganya karena biaya yang dipungutnya masih murah. Dokter muda bernama Tirta itu akhirnya datang dan lekas memeriksa nenek Marla. Tanpa mereka berdua sadari ada revolusi hati yang tumbuh di antara mereka, apalagi setelah Tirta melihat kecantikan Marla yang tiada tanding.

Setelah mengunjungi rumah Marla beberapa kali untuk memeriksa neneknya, Tirta memberanikan diri untuk mengajak Marla berkencan di sebuah menara yang bisa melihat bintang dari sana. Akhirnya merekapun resmi berpacaran setelah Marla menerima Tirta saat menyatakan cintanya di padang ilalang yang indah.

Pada suatu hari, Tirta mengajak Marla untuk pergi melihat kota. Marla sangat tercengang ketika melihat jalan raya yang sangat ramai. Saat Marla sedang berjalan-jalan, tiba-tiba ada seorang anak penjual koran menghampirinya.

Ada darah mengalir dari hidungnya, Marla pun terkejut dan memanggil Tirta. Tirta yang takut dituduh orang sekitar, mengajak Marla untuk meninggalkan anak tersebut. "Tirta, pokoknya kita obatin dia! Titik nggak pakai koma!" Tirta dengan pasrah mencarikan obat untuk mengobati anak tersebut.

Setelah anak tersebut diobati, Marla membeli satu korannya yang tintanya sudah sedikit tertutupi darah. Pada hari itu, Marla merasa sangat kecewa pada Tirta karena akan meninggalkan anak tersebut. Marla berpikir bahwa Tirta suaru hari akan meninggalkan dirinya.

Beberapa hari kemudian, Marla sedang duduk di halaman gubuknya. Dia merenung sambil menggambar lingkaran-lingkaran tidak jelas di tanah, menandakan ia memiliki banyak pikiran di kepalanya. Tiba-tiba Tirta datang membawa botol berisi es coklat kesukaan Marla dan boneka berwarna pink yang juga merupakan warna kesukaan Marla.

Tirta datang sambil meminta maaf kepada Marla dan berjanji akan terus berada di sisi Marla, terurai senyum kecil di bibir Marla. "Pokoknya Tirta harus sama Marla terus! Titik nggak pakai koma!" kata Marla dengan tertawa dan sudah tidak marah lagi. Tirta pun mengajak Marla untuk berjalan-jalan dengan menaiki sepeda kesayangannya, dikayuh sepedanya tapi ternyata rantai sepedanya lepas dan diikuti dengan tawa mereka berdua.

Nenek Marla yang sudah hidup sejak peradaban Belanda sudah semakin tua. Ia sedang duduk di kursi di depan gubuk sambl menasihati Marla perihal kehidupan, mengetahui usianya sudah tidak lama lagi. Marla hanya bisa mengangguk-angguk mendengarkan neneknya yang juga sudah mulai terbatuk-batuk.

Marla memberikan gelas berisi air hangat untuk neneknya tetapi gelas itu malah terjatuh karena tangan neneknya sudah bergetaran. Marla sangat sedih mengingat kondisi neneknya, ia pun menelpon Tirta untuk meminta kertas resep untuk neneknya.

Bagi Marla, neneknya adalah manusia yang paling berjasa dan paling menyayanginya sepanjang hidupnya. Harta mereka tidak banyak tetapi hanya peninggalan-peninggalan dari kakek Marla, dan panah berburu kakek Marla adalah barang yang paling disukai oleh neneknya. 

Barang-barang tersebut adalah bukti bahwa keluarga mereka pernah utuh dan berbahagia. Saat ini kebahagiaan itu masih terasa. Susah dibayangkan, jika nenek harus meninggalkan Marla. Mungkinkah Tirta menjadi keluarga baru dengan kebahagiaan keluarga yang ada selama ini? Biarlah semesta yang akan merangkai cerita selanjutnya.

*WHy-liSCa

**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini. 

***Setelah Senja: Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun