Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Imun Booster: Ingatlah Hari-hari Baik!

22 Januari 2021   13:13 Diperbarui: 22 Januari 2021   13:32 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Penulis Alfred Armand Montapert menulis, "Mayoritas orang melihat hambatannya; hanya sedikit yang melihat tujuannya; namun sejarah mencatat bahwa kesuksesan diraih oleh orang-orang yang melihat tujuannya, sementara tak satu pun orang yang mengingat mereka yang hanya melihat hambatannya."

Semua orang mengalami hari-hari baik dan hari-hari sial. Yang membedakan adalah bagaimana setiap orang memandang hari-hari itu dalam kerangka tujuan luhur dalam hidup. Orang yang selalu mengingat hari sial, maka hari-hari selanjutnya akan penuh dengan frustasi dan kekhawatiran. Sebaliknya, mereka yang mencoba selalu mengingat hari-hari baiknya maka hidupnya akan diwarnai dengan optimisme dan kegembiraan.

Semangat mengampuni diri dan orang lain menjadi hal vital dalam mengolah dinamika kehidupan dengan segala lika-likunya. Hari-hari sial terkadang disebabkan oleh diri sendiri atau orang lain, dan semua itu bermuara pada situasi hati yang tidak mengenakkan. Hari sial tidak jarang menjadikan orang marah-marah, malas untuk melakukan aktivitas, atau bisa juga menjadi agresif yang tidak lagi rasional dan logis. 

Orang menjadi kehilangan hal-hal baik karena selalu mengingat-ingat hari sial dalam setiap langkahnya. Keadaan ini sangat membtuhkan kerendahan hati untuk mengampuni diri sendiri dan orang lain sehingga dapat kembali menata hati, pikiran, tindakan, dan relasi dengan lebih jernih dan cerah.

Martin Luther King Jr menegaskan, "Pengampunan bukanlah tindakan yang bersifat sesekali, melainkan permanen." 

Pengampunan menjadi sangat penting dalam mencari kebaikan dalam mengolah diri dan berelasi dengan orang lain. Tak akan ada yang lepas dari pengampunan di dunia ini karena sebagai manusia sangat mungkin berbuat salah. Pengampunan juga akan menjadikan hari sial sebagai pembelajaran yang berharga untuk hari baik di kemudian hari. Dan hari baik sesungguhnya ada dalam diri kita sendiri dan tergantung dari diri kita membuat keputusan dalam hidup.

Dalam buku "Burung Berkicau" karya Anthony de Mello, ada sebuah kisah yang patut menjadi permenungan diri dalam mengolah hari baik dalam hidup ini.

Seorang tetangga melihat Nasruddin berjongkok sambil mencari sesuatu.

"Apa yang sedang Anda cari, Mullah?"

"Kunciku yang hilang."

Dua-duanya terus berjongkok mencari kunci yang hilang itu. Sebentar kemudian tetangga itu bertanya:

"Di mana kuncimu yang hilang?"

"Di rumah."

"Astaga! Lantas mengapa Anda mencarinya di sini?"

"Karena di sini lebih terang."

Nasrudin berlaku konyol dalam mencari kuncinya yang hilang karena kunci hilang di rumah namun mencari di tempat lain dengan alasan yang konyol juga. Sesungguhnya kisah itu dapat menjadi sindiran tersendiri buat kita semua dalam mengolah hari baik dalam hidup kita. Hari baik sesungguhnya ada di dalam "rumah" (baca: diri) kita sendiri, bukan di tempat lain yang tampaknya memberi harapan. 

Manusia tidak jarang mencari kebaikan dan kebahagiaan di banyak tempat dengan banyak cara di luar diri bersama dengan banyak orang pula. Padahal kebaikan dan kebahagiaan itu bermula dari "rumah diri" kita sendiri. Ironis sekali, karena semuanya begitu dekat dan mudah dijangkau tapi manusia sering mempersulit diri sendiri dengan segala alasan pembenaran.

Harus diakui bahwa permasalahan akan selalu ada dalam kehidupan ini. Kata orang bijak bahwa permasalahan itu adalah pelajaran yang bermakna untuk hidup, masalah ada bukan untuk ditolak dan dijauhi namun masalah hadir justru untuk dihadapi dan dijadikan batu loncatan untuk kehidupan yang lebih baik. 

Richard Sloma punya nasehat yang baik dalam menghadapi masalah, "Jangan pernah mencoba memecahkan seluruh persoalan sekaligus, mintalah mereka antri satu per satu." Di saat menghadapi banyak masalah, maka akan lebih baik mencoba menyelesaikanya satu per satu dengan penuh kesabaran dan pikiran positif.

Memajang foto kebersamaan keluarga di sudut-sudut ruangan dan dinding startegis adalah sebuah media membangun hari-hari baik dalam dinamika keluarga. Melihat dan mengingat hari-hari baik dalam keluarga adalah sebuah kekuatan tersendiri untuk selalu menjaga keluarga tetap aman, tenteram, guyub, dan senantiasa diberkati. 

Ruang kelas di sekolah terpampang kata-kata positif atau foto-foto aktivitas anak didik juga merupakan sebuah cara memotivasi dunia pendidikan dengan api semangat untuk terus belajar. Bahkan sebuah ruang kerja pribadi pun bisa menjadi tempat penuh inspirasi dan motivasi dengan berbagai foto keluarga, foto kenangan dalam pekerjaan, perpustakaan mini dengan referensi buku yang disukai, atau sekadar koleksi benda-benda unik.

Hal positif dalam hidup itu adalah sebuah modal dalam menapaki setiap langkah kehidupan dengan berbagai kisah di dalamnya. Membiasakan diri dengan mengingat hari-hari baik, mengampuni diri dan orang lain, serta mendesain lingkungan dengan hal-hal positif adalah sebuah modal besar dan menguntungkan dalam menata hidup dan berelasi dengan orang lain. 

Ingatlah, sikap kita dalam menilai orang lain akan digunakan juga untuk menilai kita. Maka, jika kita terbiasa dengan hal-hal baik dan positif, maka senantiasa sikap kita pada orang lain pun terjadi dengan baik dan positif. Dengan demikian, jika kita mencari kebaikan dalam berhubungan dengan orang lain, orang juga cenderung melakukan hal yang sama pada diri kita.

Mengingat hari-hari baik dalam hidup menjad jalan yang baik pada kehidupan ke depan yang baik pula. Pada akhirnya semua itu berawal dari diri kita masing-masing dalam membuat pilihan hidup. 

Nasruddin lebih memilih mencari kunci di tempat terang yang jauh dari rumahnya dan pastinya tidak akan ketemu karena kuncinya hilang di rumahnya. Nasrudin menjadi simbol untuk orang-orang yang mudah melihat segala sesuatu di luar dirinya atas segala masalah hidup yang dialaminya. Celakanya, seringkali malah menyalahkan orang lain. Maka, mari kembali ke rumah (baca: diri) untuk menemukan "kunci yang hilang" bersama Nasruddin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun