Sedangkan bagi anak didik, proses pembelajaran adalah proses mengembangkan diri dengan segala latar belakang dirinya, seperti latar belakang keluarga, sekolah, kemampuan, dan potensinya.
Menjadi pribadi yang melayani sesungguhnya adalah sebuah keutamaan dalam hidup, khususnya dalam berelasi dengan orang lain dalam komunitas. Melayani itu sebenarnya sangat sederhana.
Pertama, pribadi yang melayani berarti siap untuk menghentikan bersikap seperti bos terhadap orang lain dan mulai mendengarkan atau memahami orang lain.
 Bahkan seorang pemimpin (dalam arti: jabatan/bos) sekalipun, dengan bersikap melayani justru akan menciptakan dan mengambangkan situasi komunitas yang sangat kondusif untuk bekerja mencapai target-target tertentu.Â
Pemimpin yang memanusiakan bawahannya akan menumbuhkan respek, kepercayaan, dan loyalitas dari bawahan. Sebaliknya, pemimpin yang memperlakukan bawahannya sewenang-wenang justru akan melahirkan perlawanan, acuh, dan loyalitas rendah.
Kedua, pribadi yang melayani berarti menghentikan fokus pada kemajuan diri sendiri, justru siap mulai ambil risiko demi kebaikan orang lain. Pribadi yang selalu mengunggulkan dirinya dalam berbagai hal seringkali membuat komunitas tidak sehat.Â
Segala sesuatu menjadi sebuah kompetisi dan dialah yang harus unggul sebagai pemenang. Menjadi unggul itu baik, tetapi tidak segala sesuatu harus diunggulkan demi harga diri dalam komunitas/kelompok.Â
Kadang dalam banyak hal, kita tidak perlu unggul demi membantu orang lain yang membutuhkan. Banyak orang justru mengorbankan kariernya di kantor demi menyelamatkan keluarga, khususnya memberi perhatian lebih untuk anak-anaknya.Â
Banyak orang mengorbankan zona nyaman dan kemapanannya, justru menghabiskan banyak waktunya untuk pelayanan pada orang-orang miskin dan tersingkir.
Sikap penuh pelayanan ini adalah sebuah kecerdasan hati yang harus diasah terus-menerus setiap waktu secara berkesinambungan. Kecerdasan otak kadangkala lebih mudah diperoleh daripada kecerdasan hati.Â
Banyak orang pintar di dunia ini namun tidak punya hati pada sesama, sehingga perilakunya selalu mengutamakan target pribadi dan keunggulan-keunggulan yang mengorbankan rasa humanis.Â