Selain keluarga, karakter juga erat kaitannya dengan sekolah sehingga istilah "karakter" begitu melekat dalam berbagai jargon sekolah, seperti: sekolah karakter, pembelajaran berbasisi karakter, pembentukan karakter, dan lainnya. Jika tidak hati-hati jargon-jargon itu akan menjadi sebuah kelatahan karakter sehingga hanya berupa kata-kata manis namun lemah dalam implementasi, internalisasi, dan aktualisasi.
Sebagai contoh nyata yang terjadi di sekolah pada umumnya, setiap sekolah memiliki visi dan misi sekolah (universitas) yang begitu keren dan inspiratif. Tidak jarang kata-kata yang dipakai sangat indah, bermakna, dan bombastis. Tidak ada yang salah dengan kata-kata yang dipilih selama bernuansa positif dan mengarah pada kebaikan hidup.Â
Bahkan selain visi dan misi itu, masih diturunkan dalam nilai-nilai sekolah (school values)Â yang juga tidak kalah inspiratif dan meneduhkan jiwa. Visi, misi, dan nilai-nilai sekolah terpampang di banyak tempat, seperti: buku panduan, dinding kelas, selasar, ruangan-ruangan, ornamen-ornamen, dan masih banyak lagi seiring kreativitas. Â Sebenarnya ini adalah awal yang baik untuk sebuah pembentukan karakter dalam dunia pendidikan.
Seiring dengan jargon-jargon karakter pada sekolah, bisa jadi visi misi dan nilai-nilai sekolah hanya sebuah formalitas kelengkapan sekolah dan kelatahan edukasi. Cara yang termudah, sederhana, dan mengembangkan adalah mendarahdagingkan semua itu dalam habitus keseharian di sekolah, baik dalam relasi, pembelajaran, dan kegiatan.Â
Karakter tidak bisa dibuat dalam semalam namun membutuhkan ketekunan sikap dalam habitus (kebiasaan). Dan lebih kuat lagi, dalam habitus membangun karakter itu dibutuhkan juga refleksi setiap saat, yakni merenungkan, memaknai pengalaman, dan mewujudnyatakan dalam sikap nyata pada pribadi dan sesama.
Karakter yang kuat membentuk orang menjadi pribadi yang berkembang secara holistik, yakni cerdas dalam berpikir, peka dalam berasa, peduli dalam bersikap, dan setia dalam komitmen baik. Lear dalam menghadapi tragedi bisnis pesawatnya telah menunjukkan karakter yang kuat dengan pribadi yang holistik tersebut. Karakter yang muncul dalam diri Lear begitu besar dan mulai di saat menghadapi tragedi itu.
Seorang pria mengajak putrinya ke sebuah karnaval. Putrinya langsung lari menuju sebuah tempat yang menjajakan gula kapas. Sementara sang penjaja memberikan gula kapas (arum manis) itu, ayahnya bertanya, "Sayang, kamu yakin bisa menghabiskan semuanya itu?" Hal itu ditanyakan karena gula kapas itu terlihat besar sekali.Â
"Jangan khawatir Ayah," kata putrinya, "Bagian dalam diriku kan jauh lebih besar daripada yang terlihat dari luar." Karakter pun sesungguhnya lebih besar di dalam diri kita, yang terwujud dalam pikiran, perasaan, dan sikap daripada tampilan fisik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H