Bagaimana tidak,,,,kata ini kerap menjadi slogan bagi politisi saat pesta demokrasi.
Kata sejahtera telah kehilangan kehakikatan maknanya didalam pancasila sebagai pliar Negara sebagaimana terkandung dalam sila ke – 5 (lima); keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kata sejahter yang seharus menjadi buah keadilan atas kebijakan, keperwanan maknanya luntur seketika menjadi buah kesenjangan sosial bahkan makna keadilan masih simpang siur dengan kenyataan yang ada, kesejahteraan bukan lagi milik petani. Kesajahteraan bukan lagi milik, nelayan, kesejahteraan bukan lagi milik buruh, kesejahteraan bukan lagi milik anak-anak manusia diperempatan lampu merah, bukan juga milik pedagang kaki lima. Ia terampas haknya oleh orang-orang cerdas berhati singa, karena kesajahteraan miliknya maling sapi pemakan padi dan kapas, miliknya koruptor bintang biru merah berkaki tiga, miliknya pohon beringin juga miliknya TV elang, TV ikan terbang, TV bola dunia dan TV-TV yang lain yang menebarkan kebohongan berita gembira serta iklan-iklan bagai mbah dukun berkomat – kamit terhadap pemerkosaan bahasa sebutkan saja mereka kaum kolonial pribumi berwajah baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H