Sekitar 30 tahun yang lalu, dibawah junta militer kekuasaan presiden Suharto diwajibkan setiap instansi pemerintah melaksanakan "upacara bendera" pada setiap hari senin pagi. Semua pegawai ngeri (?) diharuskan pakaian dinas ikut upacaara tersebut. Dan, biasanya pegawai rendahan takut absent tak hadir dalam upacara bendera. Takut diberikan sangsi atau terhambat proses pengangkatannya menjadi pegawai ngeri (pegawai negeri lapis bawah hidupnya selalu kengerian). Biasanya yang menjadi pimpinan upacara adalah kepala dinas yang bersangkutan.
Pak Tigor Simanjuntak adalah wakil kepala dinas di kantor tersebut. Semua orang menuduh dia (sebenarnya) tak punya kapasitas memangku jabatan wakil kepala dinas. Hanya saja adik perempuannya kawin dengan salah satu petinggi kementrian pusat di Jakarta. Biasalah batak tak tahu malu. Seenaknya saja Tigor Simanjuntak dikarbit beli ijazah sarjana S1 dan dengan gampang langsung dapat posisi wakil kepala dinas.
Semua orang dikantor itu tak simpatik melihat sosok Pak Tigor Simanjuntak. Sangat kentara bataknya (pikiran, perkataan dan perbuatan) dalam berkomunikasi dengan setiap manusia yang ada di kantor. Intonasi suara yang kasar, macam orang mau berhantam, dalam berbicara masih sangat kental bataknya Tapi, tak seorangpun berani menyentuhnya. Takut dilaporkan Pak Tigor ke iparnya yang kerja di kementrian pusat. Resikonya terlalu berat dipikul, makanya lebih baik diam saja.
Satu waktu pak Kepala Dinas berhalangan hadir dalam upacara bendera senin pagi. Terpaksa Pak Tigor Simanjuntak menggantikan posisi pimpinan upacara. Semua pegawai lemah lesu ikut upacara yang dipimpin si batak tak tahu malu (apa ada batak yang tahu malu? Hi..hi..hi..)
Sejak awal sampai penaikan bendera menyanyikan lagu Indonesia Raya upacara berjalan dengan aman dan tertib. Dan setelah itu Pak Tigor Simanjuntak dengan logat batak yang sangat kental buka suara nada membentak bentak : "Untuk mengenang jasa jasa para pahlawan kita yang banyak mati ditembak "Belanda -- Pukimaknya Itu !!!".
Hening cipta, DIMULAI !!!.
Semua pegawai tunduk kepala tak mampu menahan tawa.
Karena sangat marah mengenang kekejaman Belanda menjajah Indonesia, Pak Tigor tak mampu menahan emosi kemarahannya. Tanpa disadari terlanjur mengucapkan: Pukimaknya Itu. Hua...ha...ha..
Besoknya Lastri yang sering dikecam Pak Tigor melampiaskan dendamnya. Ditanyanya Pak Muchin."Pak Muchin...Apa Pak BPI sudah datang?". Pak Muchin sangat heran mendengar nama itu:"Siapa Pak BPI ?". Lastri tertawa sambil berkata : Bapak BPI = Pak Tigor ; BPI = Belanda Pukimaknya Itu.
Sejak itu nama Pak Tigor berubah menjadi Pak BPI.
*)Kalau tak salah si Odi panggil amang boru sama Pak Tigor Simanjuntak Hua..ha...ha...Matilah kita ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H