Mohon tunggu...
Marthinus Selitubun
Marthinus Selitubun Mohon Tunggu... Penulis - Hanya seorang hamba

Seorang warga dari Keuskupan Agats Asmat, Papua. Mencoba menginspirasi orang-orang terdekat lewat doa dan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Paus Fransiskus Mengubah Isi Kitab Hukum Kanonik

19 Februari 2022   14:12 Diperbarui: 19 Februari 2022   14:15 1611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Basilica San Pietro, Citt del Vaticano, di waktu senja (Sumber: the friar)

Paus Fransiskus baru saja menandatangani Motu Proprio, "Assegnare Alcune Competenze", pada tanggal 11 Februari 2022, dan berlaku pada 15 februari 2022. Motu proprio ini berisikan beberapa aturan yang diubah dalam Kitab Hukum Kanonik atau KHK, baik untuk Gereja Katolik Ritus Latin (CIC) maupun Gereja Katolik Ritus Timur (CCEO). Adapun tujuan perubahan ini adalah untuk menjamin kesatuan disiplin Gereja universal, kepada kekuasaan eksekutif Gereja-Gereja dan lembaga-lembaga gerejawi lokal, sesuai dengan dinamika gerejawi persekutuan dan meningkatkan kedekatan. Desentralisasi yang sehat hanya dapat mendukung dinamika ini, tanpa mengorbankan dimensi hierarkisnya.

Dengan demikian, terutama dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kolegialitas dan tanggung jawab pastoral para Uskup, diosesan/eparkial atau yang berkumpul dalam Konferensi-Konferensi Episkopal atau menurut Struktur Hirarki Timur, serta para superior, dan juga untuk mendukung prinsip-prinsip rasionalitas, efektivitas dan efisiensi.

Perubahan peraturan ini lebih mencerminkan universalitas Gereja yang sama dan plural, yang mencakup perbedaan-perbedaan tanpa menyamakannya, dengan jaminan, dalam hal kesatuan, pelayanan Uskup Roma. Pada saat yang sama, didorong efektivitas yang lebih cepat dari tindakan pastoral oleh otoritas lokal, juga difasilitasi oleh kedekatannya dengan orang-orang dan situasi yang membutuhkannya.

Beberapa perubahan adalah berikut:

Pasal 1

Kan. 237   2, KHK tentang pendirian seminari interdiosesan dan statutanya menggantikan istilah 'aprobasi' (persetujuan) dengan istilah 'konfirmasi' (pengukuhan) sehingga dirumuskan sebagai berikut:

2. Janganlah didirikan suatu seminari interdiosesan kecuali sebelumnya ada pengukuhan dari Takhta Apostolik, baik mengenai hal mendirikan seminari itu sendiri maupun mengenai statutanya; dan juga dari Konferensi para Uskup, bila mengenai seminari untuk seluruh wilayah Konferensi para Uskup itu; kalau tidak, dari para Uskup yang berkepentingan.


Pasal 2

Kan. 242  1 KHK tentang rasio pembinaan calon imam yang dikeluarkan oleh Konferensi Waligereja. Sebelumnya menggunakan kata "ditetapkan", menjadi "dikukuhkan" sehingga dirumuskan sebagai berikut:

1. Setiap bangsa hendaknya mempunyai Pedoman Pembinaan Calon Imam yang harus ditetapkan Konferensi para Uskup, dengan memperhatikan norma-norma yang telah dikeluarkan otoritas tertinggi Gereja, dan yang harus mendapat pengukuhan dari Takhta Suci, dan harus disesuaikan dengan keadaan-keadaan baru, juga dengan aprobasi Takhta Suci; dengan Pedoman itu hendaknya dirumuskan asas-asas pokok serta norma-norma umum pendidikan yang harus diberikan di seminari yang disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan pastoral masing-masing wilayah atau provinsi.


Pasal 3

Kan. 265, KHK mengenai institusi inkardinasi, ada penambahan 'asosiasi publik klerikal'  yang telah memperoleh fakultas ini dari Takhta Apostolik, sehingga selaras dengan kan. 357 1 CCEO. IPerubahan ini diformulasikan sebagai berikut:

Kan. 265 - Setiap klerikus harus diinkardinasi pada suatu Gereja partikular atau Prelatur personal, atau suatu tarekat hidup bakti atau suatu serikat yang mempunyai wewenang itu, atau bahkan dalam asosiasi publik klerus yang telah memperoleh fakultas ini dari Takhta Apostolik, sedemikian sehingga sama sekali tidak diperkenankan adanya klerikus tanpa kepala atau klerikus pengembara (clericus vagus).

Pasal 4

Kan. 604 KHK tentang kelompok para perawan dan haknya untuk berserikat, memuat paragraf baru yang dirumuskan sebagai berikut:

3. Pengakuan dan pembentukan asosiasi-asosiasi semacam itu di tingkat keuskupan adalah tanggung jawab Uskup diosesan, di dalam wilayahnya, di tingkat nasional menjadi anggung jawab Konferensi Waligereja, di dalam wilayahnya sendiri.


Pasal 5

Kan. 686 1 KHK dan Kan. 489  2 dari CCEO tentang pemimpin tertinggi dengan persetujuan dewannya, dapat memberikan indult ekslaustrasi kepada anggota yang sudah berkaul kekal, dan memperpanjang batas jangka waktu menjadi lima tahun, di samping itu wewenang untuk perpanjangan atau konsesi dicadangkan untuk Tahta Suci atau kepada Uskup diosesan. Sedangkan untuk Gereja Timur Kan. 489  2 dari CCEO, menyatakan bahwa uskup eparkial tidak dapat memberi indult eksklaustrasi kecuali untuk jangka waktu lima tahun. Hasilnya dirumuskan sebagai berikut:

Kan. 686 1: Moderator tertinggi, dengan persetujuan dewannya, untuk alasan yang berat dapat memberikan indult eksklaustrasi kepada orang yang mengaku terus-menerus, tetapi tidak lebih dari lima tahun, dengan persetujuan Ordinaris sebelumnya. tempat di mana dia akan tinggal, jika itu adalah seorang ulama. Perpanjangan indult, atau konsesi yang melebihi lima tahun, hanya diperuntukkan bagi Takhta Suci, atau Uskup diosesan dalam hal tarekat-tarekat dengan hak keuskupan.


Pasal 6

Kan. 688 2 KHK dan Kann. 496 1-2 dan 546 2 CCEO, mengenai orang yang berprofesi sementara yang karena alasan serius meminta untuk meninggalkan tarekat, menyerahkan wewenang indult relatif kepada Pemimpin Tertinggi dengan persetujuan dewannya, baik untuk KHK, tarekat hak kepausan, atau tarekat hak keuskupan, atau biara sui iuris; dan dalam  CCEO, biara sui iuris, atau ordo, atau kongregasi.

Oleh karena itu, Kan. 496 2 CCEO dihapus dan kanon lainnya dirumuskan sebagai berikut:

2. Seorang yang selama profesi sementara, atas alasan berat, minta untuk meninggalkan tarekat, dalam tarekat tingkat-kepausan dapat memperoleh indult keluar dari Pemimpin tertinggi dengan persetujuan dewannya; untuk biara sui iuris, disebutkan dalam kan. 615, indult itu, demi sahnya harus dikukuhkan oleh Uskup dari rumah di mana ia ditempatkan.

Pasal 7

Kann. 699 2, 700 CIC dan Kann. 499, 501 2, 552 1 CCEO diubah, sehingga keputusan pemberhentian dari lembaga, karena alasan serius, dari orang yang berkaul sementara atau kekal  berlaku sejak keputusan yang dikeluarkan oleh Moderator Tertinggi dengan persetujuan dari para penasihatnya diberitahukan kepada pihak yang berkepentingan, dengan tidak mengurangi hak banding kaum religius. Oleh karena itu, teks dari masing-masing kanon dimodifikasi dan dirumuskan sebagai berikut:

Kan. 699 2: Di biara-biara mandiri, disebutkan dalam kan. 615, keputusan untuk Di biara-biara sui iuris yang disebutkan dalam kan. 615, keputusan tentang pemecatan dari seorang yang berkaul ada pada Pemimpin Tertinggi dengan persetujuan dewannya.

Kan. 700: Dekret pengeluaran yang dikeluarkan untuk orang yang berkaul mulai berlaku ketika diberitahukan kepada orang yang bersangkutan. Akan tetapi, agar dekret itu sah, deekret itu harus menyebutkan hak yang dimiliki oleh anggota yang dikeluarkan untuk melakukan rekursus pada kuasa yang berwenang dalam waktu sepuluh hari sejak diterimanya pemberitahuan itu. Rekursus ini mempunyai efek menangguhkan.

Pasal 8

Kan. 775  2 KHK, tentang penerbitan buku-buku katekismus untuk wilayahnya sendiri oleh Konferensi Waligereja hanya membutuhkan konfirmasi dari tahta suci. Istilah yang diganti adalah "persetujuan" dengan istilah "dikukuhkan" sehingga dirumuskan sebagai berikut:

2. Adalah tugas Konferensi para Uskup mengusahakan, jika dianggap berguna, agar diterbitkan buku-buku katekismus bagi wilayah yang bersangkutan, setelah memperoleh pengukuhan dari Takhta Apostolik.

 

Pasal 9

Kan. 1308 KHK dan Kan. 1052 CCEO tentang pengurangan beban Misa memodifikasi kompetensi sehingga menghasilkan rumusan sebagai berikut:

1. Pengurangan beban Misa, yang hanya dapat dilakukan karena alasan yang wajar dan perlu, direservasi bagi direservasi bagi Uskup diosesan dan Pemimpin tertinggi tarekat hidup bakti atau serikat klerikal hidup kerasulan.

 2. Uskup diosesan mempunyai wewenang untuk mengurangi Misa para utusan yang otonom, karena pendapatan yang berkurang dan selama alasan ini, menurut sedekah yang sah yang berlaku di keuskupan, asalkan tidak ada kewajiban orang dan yang dapat secara efektif dipaksa untuk untuk menambah persembahan.

 3. Merupakan tanggung jawab yang sama kewajiban untuk mengurangi beban atau warisan Misa yang membebani tarekat-tarekat gerejawi, jika pendapatannya tidak cukup untuk dengan mudah mencapai tujuan-tujuan yang semestinya dari tarekat gerejawi itu sendiri.

 4. Pemimpin tertinggi tarekat hidup bakti atau serikat klerikal hidup kerasulan memiliki kemampuan yang sama seperti yang disebutkan dalam 2 dan  3.


Pasal 10

Kan. 1310 CIC dan Kan. 1054 CCEO tentang kompetensi dan kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan tujuan-tujuan dan karya-karya saleh, dirumuskan sebagai berikut:

1. Pengurangan, penahanan, dan pertukaran kehendak umat demi tujuan saleh hanya dapat dilaksanakan untuk tujuan yang adil dan perlu oleh Ordinaris, setelah mendengar pihak-pihak yang berkepentingan dan dewannya sendiri untuk urusan ekonomi dan dihormati dengan cara sebaik mungkin sesuai keinginan pendiri.

2. Dalam kasus-kasus lainnya, banding harus dilakukan kepada Takhta Apostolik.


Demikianlah perubahan-perubahan yang dilakukan oleh Paus Fransikus melalui Surat Apostolik dalam bentuk Motu Proprio ini, dan ini memiliki kekuatan yang kokoh dan stabil. MP ini dipublikasikan melalui L'Osservatore Romano, mulai berlaku pada 15 Februari 2022. dan kemudian diterbitkan dalam komentar resmi Acta Apostolicae Sedis.

MP ini dikeluarkan di Roma, di St. Peter's, pada tanggal 11 Februari 2022, Memori Perawan Maria yang Terberkati dari Lourdes, dalam masa kepausan Paus Fransikus yang kesembilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun